Senin, Oktober 12, 2009

The Impact of Image Compatibility Toward Decision Making Policy

Abstrak
Rational decision making model has faced more challenge under uncertainty condition with respect to higher bounded rationality. Decision makers tend to judge heuristically as a short cut to overcome the incomplete information (Kreitner & Kinicki, 2008), based on their cognitive, psychology, and perception about specific situations. Cognitive dissonance (Festinger, 1957), Escalation of Commitment (Bowen, 1987, Staw & Ross, 1987), Prospect Theory (Kahneman & Tversky, 1979), and Image Theory (Beach & Mitchell, 1987) are some approaches that attempt to explain those decision makers’ predicting behavior beyond rational approaches, so-called non-rational model.

In the investment field, decision makers are associated with investors, where risk-return optimization, fundamental analysis, and other valuation methods, which relate to rational model, often fail to explain the asset value in the market that are more inefficient in the recent years. Hirshleifer (2001) concluded that asset value is influenced by risk-return and misvaluation, where the later is caused by investor psychology. This factor might lead to skyrocket asset value that create great gap to their intrinsic value (Shiller, 2002), and in the long-run will produce asset bubbles. Rational approcahes fail to explain this phenomenon.
Since the end of 1980s, researchers started to shift their investigation to behavioral finance, which relate to non-rational model, e.g. Overconfidence & Biased self-attribution (Daniel et.al., 1988), Investor Psychology (Hirshleifer, 2001), Feedback Theory (Shiller, 2002). In essence, they attempted to explain what the investor reaction in specific situation, and why it happen. By answering that two questions, researchers can expect to explain the asset bubles phenomenon.
The question “how” the process of investment decision made should be investigated in the decision-making field. Observations in this empirical study are built within Image Theory framework, thus it concern to process of alignment or unalignment of the investors’ perception about the three image with respect to perception of specific condition. The output of this perception process is image compatibility, which is the important determinant to predict investment decision. Otherwise, this paper also utilizes the real situation, i.e. real momentum of recent bearish condition, and real decision makers (investors) to test Image Theory implication, where Dunegan (1995) deployed manipulated situation.

This paper has been presented in the 4th Indonesian Doctoral Journey in Management (DJM) on August 5, 2009 and will be presented in The 4th Internastional Conference on Business and Management Research (ICBMR) on November 22-24, 2009.

Kamis, Oktober 08, 2009

Supercapitalism

Argumentasi Pengarang
Buku ini menceritakan perkembangan democracy dan capitalism di Amerika sejak akhir abad 19 hingga sekarang. Disebutkan, capitalism adalah prekondisi bagi democracy mengingat capitalism adalah cara memperbesar “kue” ekonomi sementara democracy adalah cara membagi “kue” tersebut secara merata. Dengan definisi ini, Reich menunjukkan bahwa kita sebagai manusia memiliki dua sisi kehidupan, yaitu sebagai warga negara dan sebagai customer-investor. Hal ini berarti bahwa dengan penerapan capitalism di sektor ekonomi dan democracy pada politik, diharapkan setiap orang bisa menyisihkan sebagian kekayaannya untuk ditabung, berinvestasi dan berinovasi agar memperoleh kehidupan yang lebih baik.

Sepanjang abad 19, terjadi beberapa kali depresi ekonomi berskala nasional (1857, 1873, 1893) dan terlihat bahwa capitalism ternyata tidak cukup baik memberikan benefit kepada kita sebagai customer-investor. Sebaliknya paska perang sipil, dengan berbagai regulasi seperti penghapusan perbudakan menunjukkan bahwa democracy memberikan respon yang baik kepada warganya. Momentum evolusi ekonomi terjadi dengan selesainya pembangunan transcontinental railroad tahun 1869 (menghubungkan pantai barat dan timur Amerika) yang memicu berdirinya beberapa perusahaan raksasa dengan produksi berskala besar. Efeknya adalah peningkatan produktivitas dan membanjirnya produk-produk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, namun pada saat bersamaan kehidupan buruh pabrik tidak terjamin baik dari sisi gaji, jaminan kesehatan dan sebagainya. Pemerintah yang belum berpengalaman menghadapi situasi ini terlihat kurang responsif untuk menyelesaikannya. Ini adalah pegeseran pertama dimana sisi customer-investor dalam diri kita mulai terangkat, sementara sisi citizen menurun.
Keseimbangan terjadi pada periode 1945 – 1975 dimana kehidupan buruh mulai diatur melalui beberapa regulasi pemerintah atas desakan serikat buruh dan beberapa organisasi lainnya. Pertumbuhan pendapatan antara kelompok masyarakat terkaya, menengah dan termiskin berada pada level yang sama (income growth equality), tersedianya jaminan kesehatan, pensiun dan kenaikan upah minimum sebesar infasi; sementara pemerintah masih dianggap aspiratif terhadap kebutuhan warga negaranya. Inilah puncak kejayaan democratic capitalism Amerika, namun mengingat masih adanya ketimpangan seperti diskriminasi kulit hitam dan emansipasi wanita, Reich menyebut periode ini sebagai “Not Quite Golden Age”.
Momentum kedua dalam evolusi ekonomi ini adalah peluncuran pesawat ruang angkasa milik Soviet, Sputnik I (1957), yang menghentak warga Amerika untuk segera mengejar ketertinggalannya. Dipelopori oleh Departemen Pertahanan dan NASA yang bekerja sama dengan para raksasa industri muncul temuan-temuan penting seperti semikonduktor, laser, fiber optik, mesin jet, komputer dan internet. Semuanya itu mengharuskan para raksasa menjadi lebih efisien dan produktif agar profit tetap bisa diperoleh. Mereka tidak bisa lagi memonopoli pasar karena banyaknya perusahaan baru yang masuk dengan inovasinya. Salah satu yang paling terkenal adalah Microsoft. Ini merupakan akhir dari periode “Not Quite Golden Age”, dimana pertumbuhan capitalism mulai meninggalkan democracy sehingga sisi customer-investor lebih menonjol dibanding citizen.
Perusahaan berkompetisi untuk meningkatkan efisiensi, yaitu menciptakan biaya murah untuk customer, dan ujungnya adalah meningkatkan value atau profit tinggi bagi investor. Sangat mudah bagi investor untuk mengganti CEO bila tidak bisa menghasilkan added value. Maka tidak mengherankan bila CEO berusaha mati-matian menerapkan berbagai strategi untuk memenangkan persaingan, salah satu yang adalah mengejar political advantage.
Fenomena ini didukung fakta terjadinya peningkatan fantastis biaya kampanye, biaya melobi, jumlah pelobi, pengacara, PR dan jumlah kantor cabang yang berdiri di Washington sejak awal 1980 hingga saat ini. Regulasi dan undang-undang yang dikeluarkan pemerintah kemudian cenderung memihak para korporasi bisnis yang mengelilinginya. Dua kelompok besar bertemu dimana yang satu hanya menginginkan profit, sementara yang lainnya adalah kekuasaan. Reich memberikan banyak contoh akan hal ini dalam bukunya, sehingga dikatakan inilah era capitalism menginvasi democracy atau disebut supercapitalism. Beberapa efek negatif supercapitalism sangat terlihat dewasa ini: besarnya perbedaan pendapatan, ketidakstabilan komunitas, keamanan bekerja dan kerusakan lingkungan. Terlihat jelas bahwa sisi customer-investor sangat menonjol sementara sisi citizen makin tenggelam. Di sini Reich mengatakan bahwa sisi citizen terdiri dari dua hal, yaitu kondisi sosial masyarakat dan kondisi lingkungan. Selain adanya dugaan konspirasi pemerintah dan korporasi, hal yang mendorongnya adalah belum semua masyarakat menyadari bagaimana supercapitalism bisa terjadi. Mereka setuju bahwa kondisi sosial dan lingkungan perlu diperhatikan namun mereka sendiri enggan melakukannya. Misalnya masyarakat cenderung tidak bersedia membeli barang di toko kecil yang harganya sedikit lebih mahal, mereka lebih suka pergi ke Wall-Mart. Atau mereka bersedia membeli produk ramah lingkungan bila harganya sama dengan produk reguler.
Salah satu topik menarik adalah dalam situasi ini adalah CSR. Bagi kelompok sosial ini merupakan tujuan yang baik dan sesuai dengan perjuangan mereka; bagi korporasi ini merupakan sarana membangun brand image atau dalam beberapa kasus bisa menurunkan biaya atau memperluas pasar (ujungnya peningkatan profit), sementara bagi pemerintah ini merupakan pengalihan isu yang baik atas regulasi kontroversial yang hanya menguntungkan korporasi. Menurut Reich, politikus dan korporasi sering melakukan manuver politik. Saran yang diberikan adalah jangan terlalu percaya bila politikus mengkritik korporasi, atau bila korporasi mengumumkan telah melakukan aktivitas CSR tertentu untuk kepentingan publik. Sekali lagi diingatkan bahwa korporasi hanya memiliki satu tujuan: profit, sementara politikus: kekuasaan. Apa gunanya CEO mengeluarkan dana besar untuk CSR bila kemudian mengurangi profit sehingga posisinya terancam? Apa gunanya politikus menekan korporasi terlalu besar sehingga mereka tidak memiliki dana untuk membantu kampanyenya?
Pada bagian terakhir, ada hal menarik yaitu usulan Reich yang mungkin bisa mengatasi efek negatif supercapitalism, yaitu menciptakan pembatas yang jelas antara korporasi dan pemerintahan. Menurut Reich, korporasi pada dasarnya hanyalah berupa kumpulan kontrak atau benda mati (bukan manusia), jadi tidak seharusnya mereka mendapat hak-hak seperti berbicara atau berpolitik. Bila pernyataan ini digunakan sebagai dasar pembuatan regulasi akan menimbulkan perubahan yang revolusioner. Misalnya tidak ada lagi pajak korporasi, yang ada hanya pajak perseorangan. Jadi dividen dibagikan ke investor tanpa ada pemotongan pajak, kemudian semua pendapatan investor dari berbagai pihak akan dihitung pajaknya. Dengan cara ini, negara bisa memungut pajak lebih besar (progresif) dari para orang kaya, sementara perusahaan bisa membayar gaji pegawai dengan lebih tinggi. Demikian juga bila ada denda yang harus dikenakan tidak boleh diambil dari uang kas perusahaan, namun dibayarkan oleh investor atau CEO.
Dengan metode ini juga bisa terlihat dengan jelas berapa banyak profit yang didistribusikan ke shareholder (investor), pegawai dan broader society? Bila 80% profit jatuh ke tangan investor, apakah bisa perusahaan ini benar-benar disebut sosially responsible? Berapa perbandingan distribusi profit yang diperoleh pegawai, top management dan investor sebagai stakeholder perusahaan?
Pandangan kami
Strategi Kompetisi
Penjabaran Reich tentang evolusi ekonomi Amerika selama 1 abad terakhir bisa dianalisa dari sudut pandang kompetisi antar perusahaan. Pada periode I, ditemukannya telegrap, turbin elektrik, interchangable machinery dan sebagainya telah memunculkan beberapa industri baru yang dikuasai (monopoly) hanya 1-3 perusahaan. Kompetisi yang terjadi bersifat statis karena hanya fokus pada bagaimana memenuhi permintaan pasar dengan strategi mass-production. Sementara dengan sesama perusahaan sejenis mereka cenderung berkolusi membantuk cartel untuk menentukan harga dan mencegah new entrant. Praktis tidak ada inovasi produk baru, perhatian terhadap kesejahteraan karyawan, namun harga tetap berada di level tinggi. Menurut William Baumol dan Robert Willig (1982), kondisi ini adalah bentuk contestable market dimana mass-production, cartel dan predatory pricing adalah entry-barrier utamanya sehingga praktis tidak ada entrant yang masuk, hingga dikeluarkannya Clayton Act tentang exclusive dealling, pricing dan merger (1914). Namun agak sedikit berbeda dengan ramalan teori contestable, sebelum antritrust-law dikeluarkan ternyata tidak terjadi autocorrective pada monopolist yang membuat harga berada di level wajar (fair).


Pada periode “Not Quite Golden Age”, inovasi mulai banyak dilakukan, pengeluaran untuk kesejahteraan sudah ditentukan oleh regulasi pemerintah membuat para monopolist harus memikirkan efisiensi semaksimal mungkin untuk meningkatkan profit. Menurut Bhattacharya, Vhatterjee dan Samuelson (Sequential Research and the Adoption of Innovations), salah satu strategi entry ke pasar yang sudah didominasi giant monopolist adalah melakukan inovasi sehingga produknya berbeda dengan mereka. Kondisi ini memaksa monopolist (incumbet firm) mengganti strategi mass-production menjadi economies of scale yang lebih berorientasi pada cost efficiency, selain tentunya juga harus aktif berinovasi. Pada periode ini kompetisi bergeser dari statis menjadi dinamis karena strategi perusahaan tidak fokus pada pasar yang tetap, tapi bagaimana berusaha mengembangkan pasar itu sendiri sambil memperhatikan strategi kompetitornya.
Periode berikutnya (1975 – sekarang) sebenarnya hanya kelanjutan dari periode sebelumnya, namun warna political advantage competition-nya sangat terasa. Hal ini menyebabkan respons pemerintah terhadap aspirasi citizen mencapai titik nadir dalam sejarah Amerika, sementara customer-investor semakin besar kekuasannya.


Sistem Pemerintahan
Dalam konteks politik, ekonomi dan lingkungan sosial, hubungan ketiganya bisa diilustrasikan seperti gambar di bawah ini:

Kebutuhan masyarakat secara umum diaspirasikan oleh dua kelompok: (1) korporasi yang mewakili customer-investor, dan (2) serikat buruh, environmentalist, organisasi atau komunitas lainnya yang mewakili citizen. Pada kenyataannya dua kelompok tersebut tidak berimbang kekuatannya karena korporasi cenderung bisa “lebih akrab” dengan pemerintah, tidak bergantung bentuk pemerintahannya (democracy, monarchy, communism, facism). Ujung pangkal keakraban ini biasanya berupa deregulasi peraturan-peraturan yang menghambat gerak-gerik korporasi atau munculnya regulasi yang cenderung kurang berpihak pada citizen.
Akibat perkembangan tehnologi dan globalisasi, korporasi bisa tumbuh menjadi capitalist raksasa yang bisa mengatur perekonomian dengan political advantage, sehingga akhirnya terjadi supercapitalism yang saat ini telah merambah ke seluruh dunia. Menurut Reich, sistem democracy seharusnya memungkinkan kedua kelompok di atas berimbang (demoracy as a balancer). Masih bisa dimengerti bahwa pada sistem politik communism atau facism, aspirasi kelompok non-korporasi (terutama dalam hal hak asasi manusia dan kondisi sosial) jelas tidak tertampung seperti yang terlihat di China. Padahal kelompok ini seharusnya bisa menjadi penyeimbang (balancer) atas tindak tanduk korporasi. Namun mengapa dampak negatif supercapitalism masih terjadi di negara pelopor demokrasi dan paling demokratis seperti Amerika? Mengapa dampak negatif supercapitalism bahkan relatif lebih kecil di negara yang yang bisa dikategorikan tidak demokratis seperti Singapura? Apakah karena faktor “clean governance”? Ini yang belum terjawab dari buku Supercapitalism.

Krisis Global
Krisis global yang terjadi di Amerika akibat Supreme Mortgage 2007 telah merambah ke seluruh dunia di akhir 2008 ini. Hal ini merupakan salah satu dampak negatif supercapitalism. Sejak pemerintahan Ronald Reagen dan Bill Clinton (tahun 1980-an), banyak deregulasi dan pembentukan regulasi baru yang cenderung lebih menguntungkan korporasi, antara lain: penurunan pajak penghasilan dan pajak eksport, perjanjian perdagangan bebas Amerika Utara, pendirian WTO dan sebagainya.
Sejak tahun 1950, indek peningkatan produktivitas setara dengan indek pendapatan masyarakat. Sebagai contoh di tahun 1950, keduanya memiliki indek 100, dan keduanya meningkat menjadi sekitar 200 di tahun 1983 (peningkatan 100% dalam waktu 33 tahun). Namun ditahun 2005, indek produktivas menjadi 340 (meningkat 70% dalam waktu 22 tahun) dan pendapatan masyarakat hanya 270 (meningkat 35%). Dari sisi pendapatan, rasio pendapatan CEO vs pekerja biasa pada periode 1960-1980 sebesar 35x, namun di tahun 2000-an menjadi diatas 200x. Terjadi kesenjangan pendapatan yang semakin tajam baik dengan top executive maupun dengan produktivitas perusahaan, sementara dieksploitasi besar-besaran dilakukan para investor. Hasilnya terlihat pada indek Dow Jones yang meningkat tajam dari 1.000 (1980-an) menjadi 14.000 (2007).
Pertumbuhan investasi tersebut sebenarnya hanya merupakan bubble yang hanya menunggu saatnya untuk meledak. Ledakan pertama terjadi di sektor perumahan (supreme mortgage) dan akhirnya merambah ke hampir semua sektor investasi. Situasi ini sebenarnya merupakan kritik tajam kepada pemerintah atas kebijakan deregulasi dan regulasi yang cenderung berpihak pada korporasi. Masyarakat sebagai citizen yang sebenarnya adalah korban kembali meminta campur tangan pemerintah yang lebih kuat untuk menghambat tindakan korporasi yang semakin tidak terkendali. Maka tidak heran bila kemudian mereka menolak penggunaan uang pajaknya untuk program bail out USD 700 Milliar yang lagi-lagi ditujukan untuk menyelamatkan korporasi.
Kami setuju dengan pendapat Reich bahwa di kemudian hari perlu adanya regulasi pemerintah yang bisa mengatur distribusi profit secara lebih merata pada three-bottom-line: shareholder (investor), employee dan boarder society. Artinya porsi shareholder akan berkurang sehingga mengurangi usaha lobby ke pemerintah.
Pemenang hadiah nobel 2008 bidang ekonomi, yang fokus meneliti “dampak pasar bebas dan globalisasi”, Paul Krugman, mengatakan bahwa Amerika sangat superior dalam menciptakan pertumbuhan, namun sangat buruk saat membaginya selama 30 tahun terakhir. Menurutnya, negara dunia ketiga yang dulunya (pra krisis 1997) adalah tujuan investor Amerika, sekarang mereka telah “menyerang” balik ke Amerika. Capital inflow yang sangat besar tersebut menyebabkan pertumbuhan semu (bubble) karena sebenarnya masyarakat Amerika tidak memiliki peluang yang sama untuk tumbuh (inequality opportunity). Investor yang tidak pernah puas atas return-nya melakukan kreasi-kreasi dengan mengekploitasi pasar kredit. Efek lebih lanjutnya dia tulis dalam rubriknya yang berjudul “Don’t Cry for Me, America” (Januari 2008). Dia mengawali dengan kalimat sederhana: “Mexico, Brazil, Argentina, Mexico again. Thailand, Indonesia, Argentina again, and now the United States”. Pernyataan ini selain menjawab pertanyaan Ben Bernanke sebelum menjabat sebagai gubernur The Fed, “Amerika sebagai negara ekonomi terbesar di dunia mengapa memiliki hutang pasar internasional lebih banyak dibanding sebagai pemberi pinjaman?”, juga mengkritik keras pemerintahan President Bush yang tidak bisa mengedukasi para investor agar pasar modal tidak menjadi liar diluar kendali. Lebih lanjut dia mengatakan, bila World War II telah mempercepat pemulihan ekonomi Amerika akibat Great Depression, dia tidak berharap penyelesaian serupa untuk krisis yang terjadi saat ini.
Krugman, seorang kolumnis di harian New York Times yang mengisi rubrik “Nurani Liberal”, memang aktif mengkritik semua kebijakan Bush dan pendahulunya sebagai penyebab terjadinya kompetisi inequality vs undemocracy.

Penutup
Sebagai penutup kami merasa bahwa buku Supercapitalism karangan Robert Reich sangat bagus dalam memberikan wawasan kepada pembacanya mengenai perkembangan capitalism dan demokrasi. Tetapi setelah kami renungkan secara lebih mendalam, kami merasa bahwa dalam beberapa hal Reich banyak melakukan penyederhanaan. Penyederhanaan pertama adalah waktu membahas mengenai posisi masyarakat sebagai investor. Memang benar bahwa dengan kemajuan tehnologi yang terjadi sekarang ini, memungkinkan bagi seorang investor individu untuk dengan mudah mengalihkan portfolio investasinya dari satu instrument investasi ke instrument investasi lain untuk mendapatkan tingkat return yang paling optimal, hanya melalui satu klik di komputer. Hal ini yang memaksa seorang CEO harus bekerja mati-matian untuk menghasilkan keuntungan setinggi-tingginya bagi pemegang saham. Apabila diamati secara lebih mendalam, pola perilaku investor individu lebih banyak berorientasi pada capital gain (kenaikan harga saham) dibandingkan dengan devidend, dan pada banyak kasus, termasuk yang terjadi akhir-akhir ini, pergerakan harga saham suatu perusahaan “seolah-olah” terlepas dari kondisi fundamental perusahaan itu sendiri. Sehingga menurut hemat kami, yang paling ditakuti oleh para celebritas CEO adalah pemegang saham mayoritas, bukan masyarakat umum sebagai pemegang saham minoritas yang bertindak sebagai investor. Karena pemegang saham mayoritaslah yang “berhak” memutuskan untuk menilai kinerja seorang CEO. Penyederhanaan yang kedua adalah waktu membahas posisi masyarakat sebagai customer. Memang benar bahwa tuntutan customer akan produk yang memiliki harga kompetitif harus bisa dipenuhi oleh perusahaan. Salah satu cara yang bisa dilakukan oleh perusahaan adalah menekan biaya produksinya. Pada buku tersebut penurunan biaya produksi lebih ditekankan pada penurunan biaya variable produksi, yaitu direct raw materials (melalui tekanan kepada pemasok) dan direct labor (melalui “penurunan” kesejahteraan buruh), serta pengabaian biaya sosial. Bila direnungkan lebih mendalam, peningkatan efisiensi dan produktivitas yang diakibatkan karena kemajuan tehnologi memberikan kontribusi terbesar bagi penurunan biaya produksi, dibandingkan dengan penurunan kesejahteraan buruh. Dampak yang lebih nyata terlihat dalam hal ditemukan terobosan dalam suatu tahapan tehnologi (technological breakthrough), seperti penemuan mesin uap, penemuan tehnologi komputer, penemuan-penemuan di dunia farmasi (partikel nano, stem cell dan DNA). Harus diakui bahwa untuk bisa menghasilkan penemuan-penemuan tersebut dibutuhkan suatu riset yang sangat rumit dengan biaya yang sangat tinggi, sehingga hanya perusahaan skala raksasa-lah yang mampu mendanainya. Perusahaan-perusahaan tersebut tercipta berkat perkembangan sistem pasar bebas dan kapitalisme.
Usulan Robert Reich pada bagian akhir dari buku Supercapitalism untuk memandang perusahaan hanya sebagai kumpulan dari kontrak, sehingga tidak bisa diperlakukan sebagai “makhluk hidup” yang memiliki hak berbicara dan berpolitik, masih harus diteliti lebih lanjut. Untuk mengakomodir usulan tersebut perlu dilakukan perombakan besar-besaran mengenai tatanan sistem akuntansi dan perpajakan yang diberlakukan di seluruh dunia.

Sudah diterbitkan di Forum Management Prasetya Mulia vol.3 no.10 edisi Juli/Agustus 2009.

Minggu, Juni 14, 2009

Kisah Polisi dan Surat Tilang

Baru saja Anton, seorang eksekutif muda yang sukses memimpin perusahaan besar, memasuki ruangan kantornya ketika sekretarisnya memberitahukan bahwa dia menerima pesan dari Ibu Susy, istri Anton, agar sepulang kerja tidak lupa membelikan kado mobil-mobilan buat Jerry, anaknya yang hari ini genap berusia 6 tahun. Anton melirik jam tangan Rolex yang melingkar di tangannya dan perasaan bersalah menyeruak di hatinya. Dia benar-benar lupa bahwa hari ini si Jerry berulang tahun dan dia belum sempat membelikan kado apa-apa. Seharian dihabiskan dengan pertemuan-pertemuan dengan rekan bisnisnya di samping memberikan arahan kepada para managernya dalam mempersiapkan launching kondominium baru yang kabarnya termahal di Jakarta.

Segera dia bergegas menyambar tasnya dan langsung kabur dari kantornya yang terletak di bilangan segitiga emas. Pak Tisna, supir pribadinya hari ini absen karena istrinya baru melahirkan, maka terpaksa Anton mengendarai sendiri kendaraan BMWnya menuju ke mal. Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam lebih, berarti hanya tersisa sedikit waktu untuk menemukan hadiah yang cocok buat buah hatinya. Waktu mendekati perempatan dia sebenarnya sadar bahwa lampu lalu lintas sudah menunjukkan warna kuning, tetapi di tengah ketergesaannya Anton malah menggeber kendaraannya.

Baru beberapa ratus meter selepas lampu merah dia dipepet oleh seorang polisi lalu lintas. “Brengsek”, pikir Anton. Pasti gara-gara nyerobot lampu merah tadi. Padahal Anton yakin sang “penegak hukum” tadi ngak kelihatan batang hidungnya. Pasti hanya cari gara-gara saja nich polisi satu ini. Anton terpaksa menepikan mobilnya dan sang polisi menyapa “Selamat Malam Pak. Tadi Bapak melanggar lampu lalu lintas. Mohon untuk ditunjukkan SIM dan STNK Bapak”. Anton gondok banget. Dia pikir bisa-bisa keburu mallnya tutup dan ngak bisa belikan hadiah buat si Jerry. Langsung Anton keluarkan selembar uang lima puluh ribuan dan diberikan kepada polisi tersebut. Sang polisi menampik dengan halus dan berkata bahwa “Bapak saya tilang karena melanggar lampu merah. Mohon masukkan lagi uang Bapak dan Bapak bisa bayarkan ke pengadilan. Mohon tunjukkan SIM dan STNK Bapak”.

Anton benar-benar terkejut dan tambah kheki. Ini polisi cari masalah saja. Ditengoknya polisi tersebut dan dia tambah terkejut karena ternyata sang polisi adalah Herman, temannya satu SMA yang dulu memang masuk sekolah polisi. Langsung Anton menyapa dan sang polisi juga terkejut karena ternyata yang akan ditilangnya ternyata adalah rekan satu kelasnya yang dulu cukup akrab, walaupun kini sudah tidak berhubungan lagi lebih dari 10 tahun. Secercah harapan muncul di benak Anton. “Pasti urusan akan beres, karena kita toh dulu berteman” pikir Anton.
“Man, ini aku, Anton, teman SMAmu dulu. Masa kamu ngak ingat sih ? Sorry Man, aku lagi buru-bur mau beli kado buat anakku yang hari ini berulang tahun ke enam. Nanti keburu mallnya tutup”.
Herman, sang polisi, menjawab dengan tegas tapi sopan, “Aku tahu Ton, tapi kamu melanggar lampu lalu lintas. Dalam rangka menegakkan hukum, kamu tetap harus saya tilang. Tolong tunjukkan SIM dan STNKmu Ton”.
Kali ini kesabaran Anton sudah habis. Yang ada dibayangannya hanyalah wajah Jerry yang tentu akan sangat kecewa karena bapaknya tidak membelikan hadiah.
“Dasar brengsek”, pikir Anton, “Semua polisi memang brengsek dan sama sekali ngak mengenal arti pertemanan.”
Dengan kasar dilemparkannya SIM dan STNK, sambil teriak “Kalau mau ditilang, tilang saja. Silahkan. Cepetan! Brengsek!”

Herman, sang polisi, mengambil surat-surat kendaraan tersebut, dan berjalan ke belakang mobil Anton, serta tampak menulis sesuatu. Setelah selesai diberikannya surat tersebut kepada Anton, sambil mengucapkan selamat malam. Anton yang lagi kesel, sama sekali tidak menengok, apalagi berterima kasih dan langsung menggeber mobilnya tanpa berkata apa-apa.

Anton langsung ke mall dan membelikan hadiah buat anaknya. Untung saat itu tokonya belum tutup. Dengan wajah gembira campur kesal dia pulang ke rumah dan disambut Jerry, sang anak kesayangan satu-satunya.

Waktu hendak mandi Anton teringat akan surat tilang yang diterimanya dari “polisi brengsek” temannya. Diambilnya surat itu dari balik saku jasnya dan ternyata itu bukan surat tilang. Bahkan SIM dan STNKnya komplet di kembalikan. Yang dia kira surat tilang adalah sepucuk surat dari Herman yang ditulis tangan.

Anton sahabatku,
Telah sekian lama aku berusaha menghilangkan rasa benciku kepada para pengemudi yang menyerobot lampu merah. Sampai kini aku belum berhasil. Hari ini tepat enam tahun yang lalu, aku bersama istriku dan anakku satu-satunya yang masih bayi sedang mengendarai sepeda motor. Tapi rupanya itu adalah akhir bagi kebahagiaan keluargaku. Seorang pengendara mobil menyerobot lampu merah dan langsung menghajar motorku. Aku sendiri hanya lecet, tetapi istriku luka cukup parah dan aku terpaksa kehilangan anakku satu-satunya. Sang penabrak berhasil ditangkap 2 hari kemudian, dan dia divonis hakim selama 3 bulan akibat kecelakaan tersebut. Kini dia telah bebas dan aku kehilangan mutiara hidupku selamanya.

Istriku sembuh setelah 2 bulan koma di rumah sakit. Bertahun-tahun kami berusaha untuk menghapus kepedihan itu dan mencoba untuk mempunyai anak lagi. Akhirnya istriku mengandung dan sayang Tuhan berkehendak lain. Istriku meninggal waktu usia kehamilannya mencapai 5 bulan karena kerusakan rahim akibat kecelakaan dulu.

Sejak kejadian kecelakaan itu aku sangat membenci pengendara yang menyerobot lampu merah. Aku tidak rela bila duka nestapa yang kualami ini akan menimpa pemakai lalu lintas yang lain. Cukup aku saja yang mengalaminya. Ketika kau menyerobot lampu merah tadi, yang ada dalam benakku adalah kecerobohan seseorang yang mungkin bisa menjadi mala petaka bagi orang lain.
Sudah beribu-ribu orang aku tilang, tetapi tetap saja setiap hari aku menyaksikan aksi penyerobotan lampu merah. Baru malam ini, pertama kalinya aku tidak menilang orang yang aku tangkap karena melanggar lampu merah. Aku harap, kau mau membantuku mengusir duka dalam hidupku dengan sedikit kontribusi mentaati rambu lalu lintas agar kejadian yang menimpaku tidak dialami oleh orang lain. Aku benci semua itu karena aku yakin setiap kecelakaan biasanya didahului dengan pelanggaran lalu lintas.

Anton sahabatku,
Sampaikan salamku buat anakmu yang berulang tahun.

Setelah membaca surat itu, air mata meleleh dari kedua mata Anton. Dia merasa sangat berdosa kepada Herman, sahabatnya yang malang. Kini dia mengerti mengapa Herman begitu membenci penyerobot lampu merah.

Kamis, Juni 11, 2009

The Life of David Gale

Synopsis

A University of Texas professor of philosophy and capital punishment abolitionist, David Gale, is on Death Row convicted of the rape and murder of his best friend, Constance Harraway, who was the leader of the local branch of Death Watch, an organization campaigning against the death penalty. Days before his execution, skeptical journalist Bitsey Bloom is sent by the weekly news magazine where she works to conduct David Gale's final interview. She is accompanied by trainee reporter (AmE: "intern") Zack Stemmons.

Gale's lawyer is Braxton Belyeu, an ageing eccentric with a long ponytail. We learn that Gale asked specifically for Bloom, and will talk only to her. They are to have two hours on each of four consecutive days, after which Gale will be executed at 6 o'clock in the evening. Belyeu and Stemmons leave the prison and Gale starts to tell Bloom his story, which we see in a series of flashbacks.

Gale's marriage was in difficulties, and relations with his wife Sharon strained, but he was devoted to his small son Jamie. We see Gale lecturing on philosophy to a large class of students. Then a couple of minutes before the end of the lecture period a beautiful female student called Berlin arrives noisily and Gale pauses while she takes her seat. Then, as the students leave after dismissal, Berlin attempts to tempt Gale to give her a better term mark in exchange for sex. He tells her quietly but firmly that the way to get a better mark is to study. However, not long after that Gale finds himself one evening at a party with faculty and students, and Berlin catches him alone in a luxurious bathroom. Locking the door, she tells him she has quit class and isn't his student any more, and that she wants sex with him anyway.

Gale gives in to temptation but soon finds himself accused of rape. His world falls apart: he loses his university post; his wife leaves him taking their son and moves to Spain, selling their house; and even the (unseen by us) national leader of Death Watch wants local organizer Constance Harraway to have no more to do with him. We see Gale stting distraught on the step of the path to his house front door, clutching his little boy's favourite soft toy to him, as his wife and son are driven away in a taxi; we see him in a conversation with a university dean who explains there is no way he can give Gale a job because of his reputation; and we see him in an interview attempting to get a job in business and hopelessly lost when asked to give three reasons why they should hire him. Gale, now jobless and homeless, turns heavily to drink; we see him in a bar, then staggering along a crowded sidewalk at night shouting about Socrates, Plato, and Aristotle to passers-by; and at last he winds up on the porch of his only remaining friend in the world, Constance Harraway. He now learns, as a result of an emergency when she has to go to hsopital, that she is dying of leukemia. He has to sleep off his drunken stupor on a seat in the hospital corridor. After she is home again, Constance is talking to David one evening about her one regret in life, that she didn't have more sex. He offers and, having assured her it isn't out of pity, she accepts. He leaves in the morning but she is subsequently found dead --- naked, handcuffed behind her back, with her mouth taped over with gaffer tape, and suffocated by a plastic bag that is over her head and taped round the neck. A post-mortem reveals that she had swallowd the handcuff key. David Gale's semen is also found inside her. A video camera on a tripod --- on which no fingerprints were found --- has recorded the whole scene.

After the prison visit one afternoon, Bloom and Stemmons have to collect a large sum in US currency bills; they then return to their motel to find her door blocked open with a roll of gaffer tape, and a videotape cassette suspended by a string from the ceiling of her room, labelled with her name. They borrow a video player from the motel manager and are profoundly shocke to find that the tape has just a minute or two recorded, a shot of the naked, cuffed and suffocating Constance Hallaway on her kichen floor.

Bloom and Stemmons visit a sort of museum to the memory of Constance Harraway, looked after by Nico, a plump young woman with a goth appearance.

From time to time while driving between the motel and the prison, Bloom and Stemmons have noticed a lean figure of a youngish man in a stetson hat, apparently following or watching them. They discover who this man is: Dusty Wright, a secretive loner but a follower and admirer of Constance Harraway. Bloom delivers the shiny attaché case full of cash to the lawyer Belyeu's office, and spies Wright entering just as she is leaving.

Assuming that Gale is telling the truth when protesting his innocence of the rape and murder, there is speculation as to who did the murder and apparently framed him. Candidates include some mysterious group trying to discredit the abolitionist cause.

However, after the fourth and last interview with David Gale at the prison, at the end of which he takes his leave saying he'll be dead by the end of the next day, Bloom and Stemmons return to the "museum" with handcuffs and gaffer tape, and Bloom re-enacts the death scene using the handcuffs, the tape, and a plastic bag. Stemmons has to tear the bag open, afraid Bloom is actually suffocating herself. The outcome of the experiment, given what they know about her dedication to her cause and the fact she had only a short time to live anyway, is their conclusion that there was no murder: Constance Harraway committed suicide, deliberately intending to make it look like murder of her by Gale, because of his ruined reputation after the affair with the girl Berlin. She had willingly made love to Gale in the hours before killing herself, setting him up for the additional charge of rape.

They then realize that, having been given the brief tape, there must exist a full recording of the suicide, and that Harraway's purpose was almost certainly to have Gale exculpated at the last possible moment by production of the recording that must prove she committed suicide unaided. However, whoever was supposed to produce the tape has not done so. They realize that this must be Dusty Wright, and that he has an ageda of his own. Jealous of Gale's relationship with Harraway, he has not produced the full tape recording because if saving Gale at the last minute would make news as a momentous case against the death penalty, allowing Gale to die before revealing that he was innocent would make the case even more strongly.

At the last minute, they go to Wright's home and Bloom searches frantically for the full tape, while Stemmons keeps watch for any sign of Wright. She finds the tape, having to play it through and watch it to see that it is what she needs: after Hallaway dies, Dusty Wright appears in front of the camera, showing that he helped the woman in her plot against Gale There is then a frantic journey to the prison, to try to get there and have the tape seen before Gale is executed. The car breaks down some distance away and the final scenes are of Bloom frantically running along the street trying to reach the prison before the deadline. We see the ritual leading to the execution being followed. There are calls from the state Governor's office giving final go-ahead. Outside the prison, we see a large group of demonstrators from Death Watch, part of a large crowd including police officers.

Bloom reaches the crowd and makes her way through the throng only to hear an announcement from a prison official that Gale had died some minutes earlier.

Back at her desk at her employers, Bitsy Bloom receives a Fedex package containing the favourite soft toy of Gale's young son Jamie, left behind with the father when the son went abroad. Inside it is a video cassette with an additional segment at the end revealing that Gale was in the kitchen when Hallaway commited suicide. In this way Gale wanted to relieve the journalist from the guilt of not saving him.

Meanwhile Dusty Wright, very smartly dressed now, travels to Europe and delivers a large sum of money on dollar bills to the new residence of Sharon Gale. He rings the apartment doorbell and disappears, leaving the cash anonymously in that silvery metallic attaché case.


Something the Lord Made

Synopsis

Alfred Blalock (1899-1964), a cardiologist (therefore, self-confident to the point of arrogance), leaves Vanderbilt for Johns Hopkins taking with him his lab technician, Vivien Thomas (1910-1985). Thomas, an African-American without a college degree, is a gifted mechanic and tool-maker with hands splendidly adept at surgery. In 1941, Blalock and Thomas take on the challenge of blue babies and invent bypass surgery. After trials on dogs, their first patient is baby Eileen, sure to die without the surgery. In defiance of custom and Jim Crow, Blalock brings Thomas into the surgery to advise him, but when Life Magazine and kudos come, Thomas is excluded. Will he receive his due?

Tells the story of the extraordinary 34-year partnership which begins in Depression Era Nashville in 1930, when Blalock hires Thomas as an assistant in his Vanderbilt University lab, expecting him merely to perform janitorial work. But Thomas' remarkable manual dexterity and scientific acumen shatter Blalock's expectations, and Thomas rapidly becomes indispensable as a research partner to Blalock in his first daring forays into heart surgery. The film traces the groundbreaking work the two men undertake when they move in 1941 from Vanderbilt to Johns Hopkins, an institution where the only black employees are janitors and where Thomas must enter by the back door. Together, they boldly attack the devastating heart problem of Tetralogy of Fallot, also known as Blue Baby Syndrome, and in so doing they open the field of heart surgery. The film dramatizes their race to save dying Blue Babies against the background of a Jim Crow (Racial Segregation) America, illuminating the nuanced and complex relationship the two sustain. Thomas earns Blalock's unalloyed respect, with Blalock praising the results of Thomas' surgical skill as being "like something the Lord made", and insisting that Thomas coach him through the first Blue Baby surgery over the protests of Hopkins administrators.

RESENSI FILM
It's gratifying to know that I'm not the only one who was surprisingly moved by this story. I had known only a tiny part of the story before the movie: that a white surgeon and a black technician developed the process that could save "blue babies." That's a huge accomplishment, but only a portion of the story.

Alan Rickman does a splendid job portraying Dr. Blalock. There are a few moments when his southern accent slips and a little British comes through, but in terms of portrayal of the character, he is convincing. Blalock is ambitious, and in fact so focused on his professional and medical goals that sometimes he's clueless as to what others are going through to get him what he wants. He's also at turns arrogant and compassionate...exactly what one would have to be to do what he did. One thing the movie communicates very effectively is just how much of a revolution this surgery was: not merely operating on a baby heart, Dr. Blalock opened the gate to surgery on *any* human heart. Rickman doesn't overdo it, but he gets the character across.

Mos Def steals the show, however, in his subtle portrayal of Vivien Thomas. There's no grandstanding in this performance; he makes us believe that we know Thomas, and that to know him is to love him. He plays a man who had more character in his little finger than most people find in their whole lives, and he does it with zero ham. It isn't just that he gives an understated performance...he becomes this man who feels deeply even though he doesn't express it loudly. You see it in his eyes, in his pauses, in his voice. It's hard to describe, except to say that beneath the calm, quiet, even deferential exterior there is, undeniably, a whole person, a fully human, noble, wise, mature, gracious character.

A previous commentator asks if the presentation, near the end of the story, of an honorary degree was supposed to be an apotheosis of sorts. Perhaps. I suspect, however, that it isn't the conferring of a degree but the unveiling of the portrait, that actually vindicates Thomas and lifts him to his place in the medical pantheon of Johns-Hopkins' larger-than-life wonder-workers. At the end of the film, Vivien is sitting in the lobby, looking at his own portrait next to that of Blalock's when he's paged as "Dr. Thomas." He has to wipe the tears from his eyes to respond to the page. Maybe it's the degree and the portrait together.

The same commentator asked whether the film omitted mention of Thomas's eventual title. Actually, there's a scene immediately after their arrival in Baltimore in which the Director of Laboratories gives Vivien some money and tells him to bring coffee and a donut. At the end of the film, when Blalock calls Vivien's office, we see Vivien's title on the office door: Director of Laboratories. The irony is sweet.

This is a compelling, touching film, with wonderful performances all around


Daddy Day Care

Synopsys

Charlie, a busy working father, is laid off after the health division in his company was shut down. Desperate for money, he opens up a day care center with the help of two friends. As it became more popular, a nearby school's daycare became less populated, because Charlie's center, Daddy Day Care was much cheaper. Mrs. Harridan, the head mistress of that school, attempts to shut down Daddy Day Care, but fails. Charlie and one of his friends are offered a better job and they decide to take it. But not long after, Charlie soon realizes that the job isn't what he really wants to do. He returns to Daddy Day Care, only to learn that everybody left and went to the expensive school. He successfully convinces the children and their parents to come back, and Daddy Day Care becomes a raging success.

Summary

In the hilarious comedy Daddy Day Care, two fathers (Eddie Murphy, Jeff Garlin) lose their jobs in product development at a large food company and are forced to take their sons out of the exclusive Chapman Academy and become stay-at-home fathers. With no job possibilities on the horizon, the two dads open their own day care facility, "Daddy Day Care", and employ some fairly unconventional and sidesplitting methods of caring for children. As "Daddy Day Care" starts to catch on, it launches them into a highly comedic rivalry with Chapman Academy's tough-as-nails director (Anjelica Huston) ...who has driven all previous competitors out of business.
Two men (Eddie Murphy and Jeff Garlin) get laid off in product development at a large food company and are forced to become stay-at-home fathers and take their sons out of the exclusive Chapman Academy. They create a new day care facility called "Daddy Day Care" and have kids like: the smart-mouthed-but-became-polite Crispin (Shane Baumel), the really-smart Becca (Hailey Noelle Johnson), and The Flash/Tony (Jimmy Bennett). As "Daddy Day Care" starts to catch on, it launches them into a comedic rivalry with the Chapman Academy tough-as-nails director, Ms. Harridan (Anjelica Huston).

Goofs
• Continuity: When Charlie pulls up to the Academy for their appointment, he emerges from a car stopped parallel to the steps. In the next cut, the car is parked diagonally in relation to the steps.
• Continuity: During the puppet show, the girl with the glasses is sitting quite a way from the camera, but in the next shot, she's the closest person to the camera.
• Audio/visual unsynchronized: When Phil is standing on the sofa, playing the guitar, the music keeps going when he's not strumming.
• Continuity: When Charlie and his son are sitting at the table having breakfast, Charlie puts his fist to the side of his face, and his son copies. In the shot of both of them, his son's hand isn't a complete fist, he still has his fingers pointing out, but in the next shot of just him, his hand is a complete fist.
• Continuity: When Charlie and Ben are at the table coloring, Ben's crayon changes from yellow to red and back again between shots.
• Continuity: At the beginning of the movie, the kid who is only supposed to speak in "Klingon" is talking to another kid on the steps when they are getting the mission statement, and also singing along with the songs.
• Continuity: When Phil and Marvin are being chased by the bees outside, Charlie and the kids are watching in the window and are in different windows in different shots.
• Continuity: Just before the puppet show, the Child Services investigator takes a cookie. When Charlie, Marvin and Phil ask for privacy to discuss the missing child Flash, the investigator is holding the cookie. The scene looks at the puppet show and then back to the investigator putting the cookie in his breast pocket. The scene moves back to the puppet show and immediately back to the investigator who now has the cookie back in his hand again.
• Continuity: When they are taking applications at the "lemonade stand", Crispin kicks Charlie's left ankle but when Charlie reaches down to rub his ankle he grabs his right.
• Continuity: When Charlie and Phil are wrestling dressed like vegetables, Charlie takes a chunk out of Phil's Carrot suit. In the next shot, the carrot suit to be undamaged.
• Continuity: When Ben is sitting down having cereal at the beginning the film he is sitting with both legs up on the chair. In the next shot both legs are dangling down off the chair.
• Continuity: During the lightsabre fight between Marvin and the kids Marvin grabs one of the lightsabres and reacts as if it burns him. In the wide shot Marvin grabs a green lightsabre, however in the close up it is now a blue lightsabre he is holding.
• Continuity: When Charlie notices Ben is using his notes as napkins, he takes them away leaving Ben no napkins. But then when Kim is talking to Charlie about the orientation, in the background, there is a napkin for Ben.
• Continuity: When the social service working is having Charlie sign the papers (that are cut up like dolls) he takes out his pen the first time he tell Charlie to sign, and right before he tells him again what to sign he takes out his pen again.
• Errors made by characters (possibly deliberate errors by the filmmakers): Marvin, a supposedly devout Star Trek fan, says that a Star Trek memorabilia store had "a tricorder used by Ensign Riley in 'The Doomsday Machine'." This is a reference to Kevin Riley, who was a Lieutenant, not an Ensign. He also only appeared in two episodes of the first season of the original series Star Trek, "The Doomsday Machine" episode was produced in the second season of the show.
• Revealing mistakes: When the child inspector comes and is offered a cookie, Charlie comes in with the tray and oven gloves on implying that the tray is hot. But on several occasions the tray is resting against his chest, like it isn't burning him.


Jumat, Mei 29, 2009

Rasionalitas Pelaku Bursa

Dalam dua hingga tiga tahun ke depan suasana optimistis meliputi pasar modal Indonesia. Karena itu, dibandingkan instrumen investasi lain, investasi saham adalah yang menjanjikan dengan kemungkinan imbal hasil terbesar.



Rabu, Mei 13, 2009

Re-Code Your Change DNA

Argumentasi Pengarang
Perubahan (change) merupakan suatu keharusan bagi setiap organisasi untuk tetap eksis dan bertumbuh dengan menyelaraskan diri (adaptif) terhadap situasi lingkungannya yang juga selalu berubah. Mengingat tidak semua individu atau organisasi mampu melihat perlunya perubahan, dan ditambah dengan sifat manusia yang cenderung lembam (inertia), perubahan mutlak membutuhkan leader (change maker) untuk menggerakannya. Permasalahannya adalah tidak setiap orang mengerti bagaimana menjadi leader dan bagaimana menggerakan perubahan di organisasinya. Buku ini ditulis dengan tujuan untuk menjawab kedua pertanyaan tersebut.

Dalam konteks perubahan (change), setiap orang memiliki unsur pembawa sifat, yaitu change DNA (DNA perubahan), dengan kadar yang berbeda-beda. Sejalan dengan pengalaman hidupnya, change DNA berinteraksi dengan lingkungannya sehingga menghasilkan mutasi nilai-nilai dan pandangan yang akhirnya membentuk kepribadian (personality) dan keyakinan (belief) seseorang. Kepribadian berkaitan dengan karakter, sedangkan keyakinan berhubungan dengan cara berpikir (pikiran). Harrison (2005) mengatakan bahwa kurang lebih 50% kepribadian manusia terkait dengan DNA-nya, dan 50% lainnya dikontribusi oleh lingkungan. Ini menunjukkan bahwa hal-hal seperti kebiasaan, tradisi, nilai-nilai, prosedur, bisa membelenggu change DNA seseorang, karena dianggap sebagai kebenaran abadi (hard code). Untuk itu perlu dilakukan pengkodean ulang (re-code) terhadap change DNA, agar memiliki keberanian untuk mendobrak belenggu tersebut.
Change DNA terdiri dari lima faktor yang diadopsi pengarang dari The Big Five (Costa & McCrae, 1997) yang disingkat OCEAN, yaitu (1) Openness, (2) Conscientiousness, (3) Extroversion, (4) Agreeableness, dan (5) Neuroticism. Opennes adalah keterbukaan pikiran terhadap pengalaman dan hal-hal baru. Kebanyakan orang lebih bersandar pada keterbukaan mata, yaitu realita masa kini yang cenderung rutinitas dan konvensional, dan sedikit yang menggunakan keterbukaan pikiran, yaitu visi masa depan yang bersifat novelty dan original. Conscentiousness adalah keterbukaan telinga dan hati, yaitu mendengar dan merasakan hal-hal baru, serta meresponnya dengan motivasi dan disiplin tinggi. Extroversion adalah keterbukaan diri terhadap orang lain. Agreeableness adalah keterbukaan terhadap kedamaian dan menghindari konflik. Neuroticism adalah keterbukaan terhadap tekanan-tekanan lingkungan, terutama dari pihak-pihak yang resisten terhadap perubahan.
Re-code dilakukan pada dua hal yang paling dasar pada manusia, yaitu karakter dan cara berpikir. Re-code karakter dilakukan pada dua ranah, individu dan organisasi. Re-code individu dilakukan dengan cara cek kadar OCEAN dan re-code change maker (leader), sedangkan re-code organisasi dilakukan dengan cara re-orientation OCEAN, re-design organisasi, dan re-code change agents (critical mass). Re-code pikiran (cara berpikir) pada dasarnya merubah hubungan yang berfokus pada problem-based yang bersifat pasif dan berorientasi masa lalu menjadi solution-based yang bersifat proaktif dan berorientasi masa depan. Untuk itu re-code pikiran yang dilakukan bukan hanya pada change the reality, namun juga change the perception of reality.
Seperti terlihat pada gambar-1a di bawah, manusia memiliki karakter-pikiran, emosi, tindakan, dan hasil. Dua hal terakhir adalah yang tampak atau kasat mata oleh orang lain, sementara dua hal sisanya berada di bawah permukaan. Melepaskan belenggu pada emosi, tindakan, dan hasil tidak bisa disebut berhasil sebelum karakter dan pikirannya masih dilingkupi cara-cara lama. Karena itu melepaskan belenggu yang melingkupi karakter dan pikiran seseorang merupakan hal yang esensial.

Pengecekan kadar OCEAN bisa dilakukan dengan mengisi pertanyaan yang diberikan pengarang pada bab 4. Dengan mengembangkan masing-masing faktor dalam change DNA tersebut, seseorang telah memiliki modal dasar untuk melepaskan belenggu diri, dan siap menjadi leader (change maker). Leader dalam konteks ini berarti kemampuan “menggerakkan orang lain untuk perubahan”. Jenis faktor penggerak menentukan leadership level seseorang, yaitu pertama position: leader yang terpilih karena memiliki surat kuasa, dan ini adalah level terendah dari seorang leader. Orang lain bergerak atas dasar perintah dari leader. Kedua, permission: leader yang memimpin dengan hati dan penuh perhatian, sehingga orang lain bergerak atas dasar cinta (love). Ketiga, production: leader yang mampu memaksimalkan timnya untuk mencapai suatu tujuan, sehingga orang lain bergerak atas dasar kagum (admire). Keempat, people development: leader yang mampu meningkatkan kemampuan orang lain untuk menjadi leader dimasa datang, sehingga orang tersebut bergerak karena loyalitas. Kelima, personhood: leader yang memiliki nilai-nilai luhur sehingga orang lain bergerak karena rasa hormat (respect). Pada level kelima ini, leader sering mendapat sebutan seperti maha guru, pemimpin besar, nabi, dan lain-lain Disamping adanya metode, cara, atau trik-trik manajemen yang bisa digunakan, tingginya leadership level seseorang, memudahkan dia untuk menggerakan orang lain.
Seorang leader, apapun levelnya, tidak terlepas dari lingkungannya, dalam konteks yang lebih sempit adalah organisasi di mana dia berada. Seperti halnya individu, organisasi juga perlu di re-code change DNA nya (orientasi), yaitu dengan menilai orang-orang di dalamnya. Orang-orang tersebut dikelompokan berdasarkan change DNA-nya masing-masing sehingga kemudian bisa ditentukan mana orang yang bisa dipertahankan, dipindahtugaskan, atau diberhentikan untuk diganti dengan “darah baru”. Cara ini secara tidak langsung akan memberikan nilai-nilai, aura, dan benih perilaku baru dalam organisasi. Bisa disimpulkan, re-orientasi organisasi adalah usaha membangun tim yang berisi orang-orang dengan kadar change DNA yang sesuai kebutuhan leader, sehingga ini merupakan langkah awal menuju perubahan.
Berikutnya, leader perlu mendesain ulang bangunan organisasi, dengan memperhatikan lima faktor, yaitu (1) struktur, (2) hubungan, (3) batasan organisasi, (4) insentif, dan (5) nuansa. Struktur organisasi bisa dibuat mekanistik (prosedural, birokratik, rutinitas) yang sesuai pada lingkungan stabil, atau organik (kreativitas, team work, kekerabatan) yang sesuai pada lingkungan dinamis. Hubungan (linkage) menentukan bagaimana antar bagian, individu, atau fungsi saling berinteraksi satu sama lain sehingga membentuk dinamika yang berbeda-beda. Misalnya, organisasi yang mengadopsi sistem open management cenderung sedikit menggunakan pembatas fisik antar bagian.
Batasan (boundary) merupakan garis pemisah organisasi dengan lingkungannya. Beberapa model seperti vertical integration, outsourcing, aliansi sering digunakan sesuai dengan kebutuhan organisasi. Makin luas scope dan boundary organisasi, makin besar perbedaan karakter antar anggotanya, baik yang di dalam (cenderung bersifat tertutup) atau di batas boundary (cenderung lebih adaptif). Insentif berhubungan dengan bentuk penghargaan organisasi atas prestasi atau keunggulan positif dari anggotanya. Model yang diterapkan juga mempengaruhi kemampuan organisasi memperoleh atau mempertahankan talenta-talenta terbaiknya. Nuansa adalah roh yang ingin ditanamkan ke dalam organisasi tempat anggota melakukan aktivitasnya. Cara paling sederhana adalah menentukan desain interior, bentuk bangunan, warna, arsitektur, dan lain-lain.
Hal terakhir dalam re-code karakter di ranah organisasi adalah mempersiapkan change agents (re-code critical mass) untuk membantu menyebarkan pesan perubahan. Seorang leader tidak bisa bekerja sendiri. Dia membutuhkan teman atau rekan untuk saling memotivasi, memperoleh informasi bottom line, membentuk jaringan. Sehubungan proses penyebaran perubahan, ada empat kaidah yang perlu diperhatikan. Pertama, the law of few, yaitu memilih sedikit change agents dengan kadar change DNA tinggi, terpercaya, dan mampu menyebarkan atau memperoleh informasi secara efektif dan efisien. Kaidah ini menerapkan hukum prioritas, yaitu memilih 20% change agents tapi mampu berdampak pada 80% anggota organisasi. Seorang pemimpin besar tidak memerlukan masa yang banyak untuk menyampaikan pesan perubahannya. Nabi Isa hanya memiliki 12 rasul, Nabi Muhammad hanya dibantu 4 sahabatnya.
Kedua, the stickness factor, yaitu konten pesan harus memiliki dampak yang luar biasa. Beberapa tips bisa dilakukan antara lain, (1) bersifat sederhana, agar mudah dipahami, (2) perintah yang menggerakan, (3) diperkaya dengan ritual seperti yang dilakukan Oreo, (4) kontras-konfrontasi, agar orang bisa melihat dengan jelas dan selalu mengingat perlunya perubahan yang sedang dicanangkan. Ketiga, kaidah kegaduhan suara, yaitu memperhatikan hal-hal kecil untuk menyampaikan pesan yang lebih besar. Kaidah ini menggunakan asumsi bahwa semua hal-hal besar dimulai dari hal-hal kecil. Jika masalah kecil tidak diperhatikan atau tidak mampu diselesaikan, akan timbul kesan bahwa masalah besar tidak akan mampu diselesaikan. Keempat, the power of context, yaitu memilih waktu dan tempat (context) yang tepat untuk menyampaikan pesan perubahan.
Uraian di atas adalah semua cara yang diperlukan untuk re-code karakter. Karakter hanyalah modal dasar yang dimiliki seorang leader. Pusat terjadinya re-code change DNA adalah pikiran manusia, yaitu cara berpikir baru yang menggantikan cara berpikir lama, dimana bila dilakukan secara kolektif akan menjadi pikiran organisasi. Bila pikiran baru ini dilakukan berulang-ulang, dia akan menjadi tradisi dan kebiasan baru yang akhirnya melahirkan nilai-nilai dan budaya baru. Perubahan apapun yang dilakukan organisasi tanpa disertai perubahan cara berpikir (hingga menjadi perubahan budaya) tidak akan memberikan hasil signifikan, karena semuanya dilakukan dengan cara-cara lama.
Faktor Openess pada change DNA mengindikasikan perlunya melihat dengan pikiran untuk melahirkan visi dengan cara mengubah realitas saat ini menjadi persepsi masa depan. Perubahan ini menimbulkan gap yang disebut change. Bila leader hanya menggunakan mata untuk melihat realitas masa kini, yang terjadi adalah modifikasi atau perbaikan inkrimental menuju kesempurnaan dalam sistem yang sama. Pengarang menyebut ini sebagai inovasi tanpa kreativitas, karena kreativitas diasosiasikan sebagai originalitas dan mendobrak sistem lama.
Di atas telah disebutkan bahwa leadership berarti kemampuan menggerakan orang lain. David Rock (2006) menyebutkan bahwa yang digerakan bukan hanya perilakunya, namun yang terpenting adalah pikirannya, yaitu pikiran organisasi dalam konteks kelompok. Dalam pikiran terdapat memori jangka pendek dan memori jangka panjang. Memori jangka pendek merupakan catatan sementara tentang hal-hal yang perlu diingat maupun tidak. Makin banyak hal-hal yang sama berulang, dia akan berpindah ke memori jangka panjang. Semakin lama, hal-hal tersebut akan berubah menjadi kebenaran (hard-code).
Re-code pikiran dilakukan dengan dua cara, pertama, solution-based thinking (SBT), sebagai pengganti problem-based thinking (PBT). Ciri-ciri PBT adalah fokus pada permasalahan, mencari pihak yang bertanggung jawab dan menentukan hukuman yang sesuai, diwarnai dengan kecemasan-kepanikan-umpan balik negatif. Mereka cenderung bertanya “why, why, why”. Sementara PBT memiliki ciri-ciri seperti memaklumi kesalahan yang natural dan fokus mencari solusinya, mencari keunggulan berbagai pihak untuk mendukung solusi, menciptakan motivasi positif untuk menghilangkan kecemasan dan kepanikan, berorientasi ke depan. Mereka cenderung bertanya “how, how, how”. Organisasi yang berpikir, cenderung menggunakan SBT dibanding PBT.
Kedua, adalah let them do all the thinking, yaitu mengajak semua pihak untuk memikirkan hal-hal yang perlu dilakukan dalam perubahan. PBT orientation membuat orang bersifat pasif karena mereka menunggu instruksi dan arahan dari leader-nya, sedangkan dalam SBT orientation, leader harus mampu memberikan guidance agar mereka mampu menemukan solusi menurut pola pikir mereka. Untuk itu leader harus mampu menghidupkan dialog interaktif dengan mereka untuk meng-challenge solusi yang dihasilkan dengan alternatif solusi lain agar mereka memiliki perspektif yang lebih luas. Pola berpikir seperti ini akan membangkitkan ide-ide kreatif yang akan mengembangkan otak organisasi secara kolektif. Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa yang menentukan hidup atau mati, respontif atau pasif, adaptif atau lumpuhnya otak organisasi adalah kumpulan cara berpikir orang dalam organisasi tersebut.

Tanggapan Penulis
Buku Re-Code Your Change DNA karangan Renald Kasali ini merupakan komplemen dari buku sebelumnya, Change. Bila Change lebih memfokuskan pembahasan pada proses perubahannya, buku ini menitikberatkan pada manusia, khususnya change leader-nya. Seperti telah dikemukakan berulang kali oleh pengarang, untuk berubah, sebuah organisasi membutuhkan change leader.
Seperti buku-buku sebelumnya, Re-Code Your Change DNA dibawakan dengan bahasa yang sederhana yang disertai contoh nyata dan ilustrasi gambar. Tanpa melihat pengarangnya pun sebagian besar orang yang terbiasa membaca buku manajemen akan mengetahui siapa penulis buku tersebut. Ciri khas yang sangat kontras ini mungkin mulai bisa disebut sebagai Kasali Way. Dan yang membuat lebih menarik adalah tampilan judul yang elegan dan kertas berlapis plastik dengan full color, walaupun mengakibatkan harga buku menjadi lebih mahal.
Banyak buku populer telah diterbitkan yang bertujuan untuk memberikan metode, trik, atau cara melakukan perubahan. Cara-cara tersebut terkadang sangat canggih, mutakhir, dan modern dalam konteks change management. Namun perlu diingat bahwa semua metode tersebut hanya menyentuh sisi behavior-nya saja, sehingga setelah buku tersebut selesai dibaca, pembaca memiliki pengetahuan tambahan. Menggunakan istilah pengarang, hal ini disebut say belief (mengetahui apa yang harus dilakukan). Buku Re-Code Your Change DNA lebih menekankan pada sisi karakter dan pikiran pembaca agar berani dan mampu do belief, yaitu melakukan perubahan sesuai pengetahuan yang dimilikinya. Sekali lagi mengutip kalimat dari pengarang,”lebih baik seseorang memiliki sedikit pengetahuan tapi mengaplikasikannya daripada memiliki segudang pengetahuan hanya untuk disimpan saja”.
Model change leadership yang dikemukakan pengarang sangat sesuai diterapkan pada konfigurasi adhocracy (Mintberg, 1979). Dalam bukunya, pengarang mengadopsi model organismic (Burn & Stalker, 1961), yang ciri-cirinya kurang lebih sama, antara lain bekerja dalam team work, tidak birokratis, tidak terikat pada rutinitas dan prosedural (lack of standardization and formalization). Tujuannya adalah untuk beradaptasi dalam lingkungan yang complek dan dinamik dengan selalu melahirkan inovasi-inovasi baru.
Pengertian inovasi yang dikemukakan pengarang memiliki dua arti, yaitu (1) fokus pada realita masa kini yang menghasilkan modifikasi inkrimental, (2) fokus pada pengubahan persepsi masa depan yang menghasilkan kreativitas sehingga menghasilkan hal-hal baru yang radikal. Dalam domain Cynefin (Kurtz & Snowden, 2003), arti yang pertama sama dengan eksploitasi (meningkatkan kualitas), sedangkan arti kedua kurang lebih sama dengan eksplorasi (menghasilkan solusi yang novelty). Sementara Fontana (2009) mengasosiasikan inovasi dengan “perubahan radikal” sehingga sesuai dengan arti ke-(2) yang dikemukakan pengarang. Penulis berpendapat bahwa ini hanya perbedaan penggunaan istilah saja. Intinya, semua pengarang tersebut mengatakan bahwa perubahan signifikan diperlukan untuk terus tumbuh dan adaptif dalam lingkungan yang kompleks atau bahkan chaos. Dan untuk itu diperlukan perubahan persepsi (Kasali, 2007), prinsip dan manajemen inovasi (Fontana, 2009), bergerak di domain complex-chaos secara convergent dan divergent (Kurtz & Snowden, 2003).
---o0o---

Senin, Mei 11, 2009

Struktur Fisik Organisasi

Hal yang paling mudah dilihat dari sebuah organisasi adalah struktur fisiknya, sebuah tema yang banyak diteliti oleh kaum modernist di tahun 1970-an. Struktur fisik (seperti tembok, pagar, pintu, partisi dan sebagainya) merupakan pembatas gerakan individu organisasi yang berada di dalamnya. Antar individu kemudian saling berinteraksi dengan cara yang sama berulang-ulang menghasilkan kebiasaan-kebiasaan sehingga membentuk suatu struktur sosial. Jadi struktur sosial yang bersifat abstrak, merupakan akibat langsung dari struktur fisik, sehingga untuk menciptakan, menjaga atau mengubah struktur sosial, kita harus memanipulasi struktur fisiknya. Struktur fisik organisasi berbeda-beda di tiap bagian atau divisi sehingga konsekuensinya struktur sosial juga bervariasi.

Pada bab ini pembahasan lebih difokuskan pada struktur sosial menurut pandangan simbolic-interpretivist dan post-modernist. Bisa dilihat kemudian bahwa untuk tema ini, ketiga pandangan ini sebenarnya memiliki beberapa kesamaan dan lebih bersifat saling melengkapi daripada saling bertentangan. Analisa lengkap dari tiga sudut pandang ini akan memberikan tiga hasil positif: (1) meningkatkan produktivitas organisasi, (2) menciptakan identitas organisasi yang kuat dimata stakeholder (pemegang saham, manajemen, karyawan, customer, supplier dan mitra kerja lainnya), dan (3) memberitahu elemen mana saja yang harus diperhatikan bila terjadi perubahan.
1. DEFINISI
Struktur fisik organisasi adalah benda kasat mata (tidak abstrak) yang memiliki tiga elemen:
• Letak geografi
Yaitu letak fisik gedung, pabrik atau lahan ditambah semua lokasi yang berhubungan dengan aktivitas organisasi seperti jaringan distribusi, jaringan supplier dan mitra kerja lainnya. Intinya, letak geografi adalah tempat-tempat bertemunya (terjangkau oleh) semua stakeholder sehubungan dengan akitivitas organisasi. Makin banyak dan tersebarnya anak cabang organisasi, makin besar distribusi organisasi tersebut. Untuk menganalisanya kita perlu membuat peta yang memuat semua jaringan distribusi organisasi (geographic extent) dan sifat atau karakteristik masing-masing lokasi (geographic features) seperti jumlah penduduk, gaya hidup, tingkat konsumsi dan sebagainya. Perusahaan seperti NASA atau perusahaan telekomunikasi memerlukan peta dunia ditambah sebagian ruang angkasa karena membutuhkan satelit yang mengorbit mengelilingi bumi.
• Layout
Yaitu denah pembagian ruangan atau gedung dalam sebuah areal organisasi termasuk penempatan peralatannya. Peralatan yang dimaksud bisa berupa sarana pendukung (meja, kursi, komputer, partisi, AC), mesin produksi dan infrastruktur (instalasi listrik, kabel telepon, LAN dan sebagainya). Layout memberikan ruang (space) bagi penghuninya untuk beraktivitas. Hal-hal yang diukur pada layout antara lain: keterbukaan, privasi, kemudahan akses, kedekatan individu dengan ruang untuk bergerak. Layout termasuk elemen yang cukup sering mengalami perubahan. Pada dunia bisnis, perubahan banyak disebabkan karena pergantian teknologi dan kompetisi.
• Design dan Dekorasi
Yaitu ekterior dan interior organisasi yang bersifat estetika. Beberapa contohnya antara lain: bentuk gedung, logo organisasi, warna lantai dan tembok, pencahayaan, hiasan, seragam. Perusahaan seperti Disneyland mewajibkan karyawannya di lapangan menggunakan seragam khusus dan beberapa diantarnya memakai kostum Mickey Mouse dan Donald Duck sebagai representasi dari design dan dekorasi ekterior.
Sebagai sebuah benda yang kasat mata, struktur fisik organisasi akan terlihat sama dimata semua orang, efek langsungnya yaitu struktur sosial, dilihat berbeda menurut tiga sudut pandang: modernist, simbolic-interpretivist dan post-modernist.

2. TIGA SUDUT PANDANG
1. Modernist
Kaum modernist memfokuskan pembahasan pada tingkah laku dan kebiasaan individu dalam organisasi sebagai akibat dari letak geografi, layout dan dekorasi fisik yang melingkupinya. Intensitas interaksi dan komunikasi antara individu (stakeholder) adalah ukuran utamanya karena dua hal tersebut merupakan faktor pendorong terbentuknya struktur sosial. Struktur sosial yang baik menciptakan kerjasama yang optimum dan ujungnya adalah inovasi dan produktivitas.
Sebuah penelitian menyimpulkan adanya korelasi negatif antara jarak meja kerja individu dengan frekuensi komunikasi. Demikian juga halnya dengan hubungan antara banyaknya penghalang (tembok, pintu, partisi) antar individu dengan intensitas interaksi dan komunikasi. Dalam organisasi yang besar, kondisi ini tentu tidak bisa dihindari, dan beberapa cara diterapkan seperti: penggunaan sarana telekomunikasi, open layout design, reporting system, regular meeting, customer care center, focus group discussion, kunjungan manager ke cabang dan lain sebagainya. Semua cara tersebut bertujuan untuk meningkatkan frekuensi komunikasi dan interaksi, namun tetap diyakini bahwa komunikasi langsung (tatap muka) adalah cara terbaik untuk berinteraksi.
2. Simbolic-Interpretivist
Kaum simbolic-interpretivist memfokuskan pembahasan pada bentuk-bentuk simbol pada elemen struktur fisik organisasi yang memberi kesan, arti dan emosi tertentu. Kesan dan emosi akan mempengaruhi cara berpikir dan bertindak seorang individu, dan pada akhirnya mempengaruhi struktur sosial yang kemudian terbentuk. Berikut ini beberapa contoh interpretasi struktur fisik organisasi:
• Open layout design adalah suatu ruangan besar dengan partisi minimal (bahkan beberapa ruangan dibuat tanpa pintu) dimana di dalamnya terdapat individu-individu dari berbagai bagian. Dari sudut pandang modernist, kondisi ini memudahkan interaksi dan komunikasi antara individu karena sedikitnya pembatas, sedangkan menurut simbolic-interpretivist kesan yang ditimbulkannya adalah keterbukaan, kebebasan mengeluarkan pendapat, berbicara apa adanya.
• Bila kita melihat ruangan yang lebih besar dari lainnya, dialasi lantai marmer, memiliki sofa tamu, kita akan berpikir tentang eksekutif atau manager dengan jabatan cukup tinggi. Kesan tersebut bila dibahasakan mungkin identik dengan status istimewa, privasi, rahasia, akses terbatas dan sebagainya. Bila kita orang dari luar organisasi dan ingin bertemu dengan pimpinan tentu ruangan seperti ini yang kita cari.
• Tanpa bertanya, dari kejauhan kita bisa dengan mudah memastikan gedung gereja. Demikian juga halnya saat di dalam gereja, kita bisa memastikan mana yang pastur, putra altar atau diakon, atau bila orang membuat tanda salib saat berdoa kita bisa memastikan agama orang tersebut.
Banyak simbol yang telah terbentuk dan tersusun sedemikian umumnya sehingga individu biasanya tidak terlalu menyadari kehadirannya. Misalnya saat kita memasuki restoran cepat saji, tanpa sadar atau tidak kita langsung menuju antrian di depan kasir untuk dilayani. Mungkin kasir itu sendiri merupakan simbol yang membuat otak kita otomatis menginterpretasikannya sebagai tempat mengantri. Contoh lain adalah saat di meja kerja kita bisa mengambil gelas minum tanpa harus melihat kepadanya. Letak geografi gelas tersebut merupakan simbol itu sendiri. Elemen-elemen seperti kasir dan letak gelas sering disebut simbol terkondisi. Ada dua ciri pada simbol terkondisi, yaitu: (1) kita tidak menyadari kehadirannya, dan (2) kita memiliki pengalaman masa lalu sebagai presuposisi atas simbol tersebut.
3. Post-Modernist
Kaum post-modernist (posmo) memfokuskan pembahasan pada pembatasan atas struktur sosial yang terbentuk. Pada dasarnya mereka mengkritisi kaum modernist dengan mengatakan bahwa bentuk struktur sosial yang sesuai dengan tujuan organisasi tidak akan terjadi tanpa adanya pembatasan karena berpotensi merusak proses dan tatanan institusi yang ada. Kaum posmo cenderung mendesign struktur fisik organisasi untuk menunjukkan kekuatan dan dominasi atas interaksi sosial. Beberapa contohnya antara lain:
• Sistem ban berjalan (assemby line) yang bertujuan untuk mengurangi kesalahan pada proses produksi dan akhirnya meningkatkan kualitas output. Dominasi sistem tersebut kemudian bisa mempengaruhi cara individu dalam berinteraksi dan berkomunikasi, misalnya frekuensinya menjadi berkurang atau komunikasi lebih cenderung membicarakan tentang hal-hal informal. Sistem yang diperkenalkan oleh Henry Ford ini merupakan contoh terbaik bentuk batasan menurut kaum posmo.
• Ruangan yang lebih besar atau berada di lantai yang lebih tinggi dengan berbagai macam fasilitas dan dekorasi estetika. Menurut kaum simbolic-interpretivist, ini memberikan kesan eksekutif atau manajer level tinggi, sedangkan menurut kaum posmo ini menunjukkan kekuatan atau dominasi yang membedakannya dengan individu lain. Efeknya antara lain adalah tidak semua individu bisa memasuki ruang tersebut sembarangan

3. IDENTITAS DAN CITRA ORGANISASI
Adanya batasan-batasan menurut post-modernist telah membentuk sebuah teritori tertentu yang bersifat unik, atau berbeda dari yang lain dalam sebuah organisasi. Teritori ini mencerminkan status tertentu bagi kelompok individu di dalamnya. Pada contoh ruangan eksekutif, batasannya diberikan oleh elemen struktur fisik seperti: ruangan besar, lantai marmer, sofa, dekorasi estetika. Elemen ini merupakan simbol-simbol yang menurut kaum simbolic-interpretivist memiliki kesan privasi atau hak istimewa. Kesan seperti privasi dan hak istimewa ini kemudian disebut sebagai indikator status atau pembatas teritori.
Pada wilayah yang lebih luas, sebuah organisasi juga bisa merupakan teritori khusus dalam sebuah kota, provinsi, negara dan sebagainya. Simbol-simbol pada organisasi akan diinterpretasikan sebagai indikator status tertentu oleh individu baik eksternal maupun internal. Namun agar terbentuk suatu interpretasi yang kuat diperlukan waktu yang cukup lama agar dihasilkan banyak pengalaman dan memori masa lalu sebagai presuposisi simbol-simbol terkondisi. Bila ini terjadi maka interpretasi atas simbol-simbol terkondisi tersebut akan diasosiasikan sebagai identitas organisasi.
Identitas organisasi berbeda dengan citra organisasi (corporate image). Citra organisasi merupakan refleksi ide dan opini yang diciptakan oleh stakeholder kepada individu lain, sedangkan identitas akan kesan terhadap struktur fisik dan sosial organisasi yang diperoleh dari pengalaman masa lalu. Dengan kata lain, identitas organisasi merupakan perpaduan sinergi antara citra dan budaya organisasi untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan eksternal. Adanya komunikasi dan interaksi ini selain mendorong terciptanya hubungan kerjasama berkesinambungan, misalnya antara organisasi dengan pelanggannya, organisasi dan suppliernya, juga memperkuat visi dan strategi organisasi.
Karena struktur fisik organisasi adalah media yang sangat baik untuk mempengaruhi identitas organisasi, banyak top management yang memfokuskan perhatiannya pada elemen-elemen seperti: arsitektur gedung (interior, efek pencahayaan, tema dekorasi), design produk, logo organisasi, literatur organisasi (laporan tahunan, brosur) dan seragam. Wally Ollins, seorang konsultan identitas organisasi, mengatakan bahwa pesan-pesan khusus bisa dikomunikasikan melalui design arsitektur. Misalnya gedung pencakar langit bisa diinterpretasikan sebagai keinginan (ambisi) yang kuat untuk selalu mencapai kinerja yang lebih baik.
Sehubungan dengan hal ini citra organisasi yang dibentuk oleh stakeholder harus selaras dengan identitas organisasi, karena keduanya bisa saling menguatkan. Keduanya juga bisa diinterpretasikan melalui elemen-elemen struktur fisik. Misalnya sebuah perusahaan mendirikan kantor pusat baru yang cukup megah. Investor akan berpikir “organisasi ini menghasilkan banyak keuntungan”, pelanggan mungkin berpikir “ini perusahaan yang mempunyai kekuatan besar”, walikota merasa senang karena bisa memperindah kota. Namun perlu dipikirkan juga bahwa ada pihak-pihak yang berpikir sebaliknya, misalnya serikat buruh berpendapat “sebaiknya uang tersebut digunakan untuk meningkatkan gaji karyawan”, atau pengamat lingkungan berpikir “apa tidak lebih baik dengan mengembangkan kantor lama dan menambah fasilitas ruang hijau-nya”.

4. KESIMPULAN
• Struktur fisik organisasi dibentuk sesuai keinginan stakeholder, dalam hal ini adalah pemegang saham dan manajemen. Struktur fisik mempengaruhi bentuk struktur sosial yang pada akhirnya mempengaruhi cara kita berpikir dan bertindak.

• Perubahan cara berpikir pada individu memungkinkan terjadinya perubahan lebih lanjut pada struktur fisik organisasi dan seterusnya. Artinya struktur sosial bisa dibentuk, dijaga dan diubah oleh individu. Sehubungan dengan hal ini, apa yang dikatakan mantan Perdana Menteri Inggris, Winston Churchill, tentang struktur fisik organisasi adalah sangat tepat: “We shape our buildings and afterward our buildings shape us”.
• Struktur fisik organisasi dilihat sama oleh semua orang, sedangkan struktur sosial dipandang berbeda menurut kaum modernist, simbolic-interpretivist dan post-modernist. Namun perbedaan tersebut memiliki beberapa kesamaan dan bersifat lebih saling melengkapi daripada saling bertentangan.
• Analisa dari sudut pandang simbolic-interpretivist dan post-modernist menghasilkan visualisasi identitas organisasi, sesuatu yang dulu bersifat intangible menjadi sesuatu lebih tangible. Visualisasi yang dimaksud adalah berupa elemen-elemen struktur fisik organisasi yang didesign khusus sesuai indikator status.
• Identitas organisasi adalah pesan yang ingin disampaikan kepada lingkungan (eksternal dan internal) dengan menggunakan media struktur fisik-nya. Dengan kata lain, analisa terhadap struktur fisik suatu organisasi akan memberikan informasi:
- Identitas organisasi tersebut
- Elemen-elemen yang harus diperhatikan bila ingin melakukan perubahan
• Perubahan yang terjadi pada dunia bisnis lebih disebabkan karena teknologi dan kompetisi.

Bagi anda yang tertarik dengan file presentasi dari topik diatas, bisa mendownloadnya dengan mengklik link di bawah ini.

download

Harris Turino: Pelaku Bisnis dan Staf Pengajar Prasetiya Mulya

Jumat, Mei 08, 2009

Inovasi di Saat Krisis






Sudah di terbitkan pada hari Kamis, 07 Mei 2009 pada harian "Investor Daily".

Family Wars

Resensi Buku karangan Grant Gordon dan Nigel Nicholson
Argumentasi Pengarang
Dalam dunia bisnis, perusahaan keluarga merupakan hal yang umum terjadi. Banyak hal menarik yang bisa dipelajari darinya. Sebagian orang mengatakan bahwa family business merupakan inimitable advantage, namun pada kenyataannya banyak terjadi konflik di dalamnya dan sebagian diantaranya mengakibatkan kegagalan bisnis. Dalam buku ini, penulis menjelaskan berbagai macam bentuk konflik dan penyebabnya, mengusulkan bagaimana sebuah keluarga seharusnya menghadapi konflik ini dan bagaimana beradaptasi terhadap perubahan.

Keluarga dan bisnis keluarga adalah dua institusi berbeda yang awalnya dipimpin oleh satu orang yaitu kepala keluarga yang juga sebagai business founder (leader). Sejalan dengan waktu, leader berusaha menyiapkan anak-anaknya untuk mewarisi bisnis tersebut di kemudian hari. Konflik mulai terjadi saat bisnis mulai menjadi lebih besar dan komplek, anak-anak menginjak usia dewasa, persiapan suksesi dan perubahan jaman, dimana semuanya terjadi hampir bersamaan. Semua ini bergantung pada apa yang telah dilakukan leader sebelum semuanya itu terjadi dan bagaimana menyikapinya. Sehingga bisa dikatakan sumber konflik sebenarnya bermula pada personaliti leader sebagai businessman dan parents.
Dalam keluarga, model pengasuhan anak dan hubungan suami-istri mempengaruhi pembentukan personaliti anak di kemudian hari. Ada empat model pengasuhan anak yang merupakan kombinasi antara love dan authority, yaitu otoriter, memanjakan, mengabaikan dan mendidik. Model-model tersebut menggambarkan bagaimana orang tua mengembangkan cara berkomunikasi antar anggota dan menanamkan nilai-nilai kebaikan dan budaya keluarga agar dipahami oleh anak-anaknya. Selanjutnya, hingga dewasa anak-anak juga mendapat pengaruh dari lingkungan sekolah dan sosialnya sehingga terbentuklah seorang anak dengan personaliti yang unik yang memiliki characteristic, interest dan need tertentu. Pengalaman baik (seperti prestasi di sekolah, keharmonisan keluarga) dan pengalaman buruk (seperti pertengkaran atau perceraian orang tua) sangat mempengaruhi hasil akhir personaliti si anak.
Pada usia dewasa, anak-anak memiliki cara berpikir dan self-concept sendiri. Dalam hal ini orang tua cenderung tidak memperhatikan hal tersebut, dan mereka selalu berpikir bisa membentuk anak-anak seperti yang mereka inginkan. Sedangkan anak yang merasa tidak nyaman cenderung memberontak dan makin besar skalanya seiring bertambahnya usia dan tanggung jawabnya. Menurut penulis, personaliti anak 50% berasal dari campuran gen kedua orang tuanya, dan sisanya dipengaruhi pendidikan dan pengalaman hidupnya. Ini adalah hal pertama yang bisa memicu konflik dikemudian hari (parent-children conflict).
Dalam bisnis keluarga, leader cenderung bersifat hubris (large overconfidence and pride) mengingat keberhasilan bisnisnya sejak masa lalu. Sifat hubris yang begitu kuat membuat leader kurang peka terhadap perubahan baik di lingkungan eksternal, perusahaan maupun keluarganya. Hampir tidak ada pihak yang bisa mengevaluasi, membatasi atau memberi masukan atas keputusan dan kekuasaannya, apalagi bila para eksekutifnya berasal dari keluarga sendiri (nepotisme). Nepotisme adalah hal yang sangat lazim dalam bisnis keluarga. Pemilihan anggota keluarga (anak, keponakan, menantu dan lain-lain) untuk menduduki jabatan tertentu dilakukan melalui proses judgment berdasarkan insting leader. Yang lebih rumit adalah bila leader kurang memiliki waktu yang cukup untuk mendalami personaliti mereka sehingga leader sering melakukan keputusan yang kurang tepat, seperti saat menempatkan anaknya dalam perusahaan, perhatian yang kurang seimbang diantara mereka dan lain-lain. Dengan kata lain, aspirasi anggota keluarga tidak benar-benar terakomodasi oleh leader. Penulis mengusulkan agar perusahaan ini seharusnya memiliki mekanisme kontrol, governance structure dan pendapat eksternal seperti advisor dan consultant. Tanpa itu semua masalah hubris bisa berkembang menjadi masalah biased strategic decision making termasuk suksesi.
Sebaliknya dari perspektif anak-anak yang mulai menempati jabatan tertentu di perusahaan, sering terjadi konflik horisontal diantara mereka (siblings rivalry). Secara umum konflik disebabkan karena mereka menempati space yang sama dalam mengelola resources perusahaan. Orang tua atau leader yang aspiratif seharusnya bisa melihat hal tersebut dan berusaha membuat perbedaan diantara mereka. Untuk meminimalkannya, leader harus memperhatikan hal-hal berikut: (1) characteristics mixture: memberikan authority yang berbeda sesuai dengan interest dan need-nya dimana mereka tidak boleh berada dalam space yang sama, misalnya seorang dipilih untuk memimpin yang lainnya; (2) gender: same-sex sibling lebih berpotensi menimbulkan konflik dibanding opposite-sex sibling, dimana brotherhood lebih berpotensi konflik dibanding sisterhood, (3) age spacing: makin besar selisih umur mereka, makin kecil potensi terjadinya konflik, dan (4) circumstance: anak yang terpilih untuk memimpin harus bisa mengakomodir semua aspirasi saudaranya. Sibling rivalry adalah konflik yang sangat umum dalam bisnis keluarga dan harus menjadi perhatian utama bagi leader terutama saat membuat surat wasiat. Konflik bisa menjadi lebih besar bila kemudian leader meninggal dunia, karena sibling rivalry berpotensi menjadi multiple group conflict dan berkembang menjadi pemisahan bisnis atau putusnya hubungan keluarga.
Setiap keluarga dan bisnis keluarga hampir selalu mengalami konflik-konflik di atas bergantung pada skalanya. Konflik tidak selalu berkonotasi negatif, karena bila perusahaan keluarga bisa melewatinya akan membuat kesolidan antar anggota keluarga menjadi lebih kuat dan lebih bisa beradaptasi menghadapi perubahan jaman. Secara umum ada lima resiko konflik yang mengancam perusahaan keluarga: (1) nepotism: membuat perusahaan terisolasi dari lingkungan eksternalnya, (2) succession: rencana dan standar kepemimpinan di masa datang termasuk leader non-keluarga, (3) renumeration and reward: aturan pembagian hasil dan penjualan saham, (4) sibling rivalry: konflik antar anggota keluarga, (5) retirement: aturan yang membatasi masa kepemimpinan seorang leader, termasuk membantu perencanaan aktivitasnya paska pensiun.
Penulis mengusulkan sembilan cara untuk mencegah konflik menjadi lebih besar atau kehancuran: (1) succession mechanism: agar pergantian kepemimpinan bisa berjalan lancar tanpa harus menimbulkan kerusakan akibat konflik, (2) planning and information: pengambilan keputusan bukan berdasarkan judgment tapi memiliki prosedur dan dasar analisa sehingga bisa dievaluasi, (3) communication: adanya forum komunikasi yang jelas untuk menyampaikan fungsi masing-masing jabatan dan tujuan bersama yang akan dicapai, (4) family governance: forum keluarga untuk pertukaran informasi, pandangan dan nilai antar anggota keluarga, (5) corporate governance: peraturan dan prosedur untuk menentukan strategi dan aktivitas perusahaan, (6) education and training: membekali tiap anggota keluarga agar memiliki wawasan dan pola pikir yang mengikuti perubahan jaman, (7) liguidity and exit mechanism: untuk memastikan pembagian hasil yang fair antar anggota keluarga termasuk keputusan untuk keluar dari perusahaan, (8) conflict resolution: forum debat khusus anggota keluarga untuk memperoleh solusi permasalahan, dan (9) external benchmarking: keterbukaan memperoleh masukan dari pihak non-keluarga seperti advisor, perusahaan lain.
Buku ini merupakan hasil penelitian penulis terhadap kasus-kasus konflik pada perusahaan keluarga dan didukung oleh teori-teori yang diambil dari reference.

Tanggapan
• Penulis menyebutkan, penelitian di Amerika, Eropa dan sebagian Asia menunjukan adanya kecenderungan bisnis keluarga menunjukan kinerja yang lebih baik dari bisnis non-keluarga. Sebagian diantaranya adalah perusahaan kelas dunia seperti BMW di Jerman, Clark Shoes di Inggris, Cargill di Amerika, Samsung di Korea. Beberapa perusahaan walaupun sudah ditangani secara profesional namun masih memiliki peran keluarga di dalamnya seperti Ford, Toyota dan Honda. Hal ini ternyata juga terjadi di Indonesia, seperti Bakri Grup, perusahaan farmasi (Kalbe Farma, Sanbe, Dexa Medica), Gudang Garam, Jamu Jago dan sebagainya yang juga masih di kontrol kuat oleh anggota keluarga founding father-nya. Beberapa perusahaan kemudian terlepas dari kontrol keluarga seperti Astra dan HM Sampoerna.
Untuk Indonesia, perusahan keluarga kelas nasional atau internasional kebanyakan baru didirikan sekitar masa kemerdekaan. Artinya rata-rata usia perusahaan masih muda dan kebanyakan founding father-nya masih hidup. Mereka belum bisa dianalisa secara penuh menurut teori family wars di atas.
• Menurut saya, bisnis keluarga merupakan sesuatu yang bersifat sangat natural dan sangat umum terjadi. Saat seseorang berhasil mendirikan suatu bisnis, nepotisme selalu menjadi pilihan pertama untuk mengisi jabatan eksekutif maupun suksesi di kemudian hari. Seperti telah disebutkan penulis, salah satu keuntungan nepotisme adalah adanya ikatan emosi yang kuat dan kepercayaan (trust) antara leaders dan keluarganya. Namun nepotisme membuat perusahaan menjadi terisolir dari ide-ide eksternal. Dan sangat sulit bisnis keluarga menjadi perusahaan kelas dunia tanpa ada bantuan profesional dari luar.
• Penggunaan profesional juga tidak semudah yang dibayangkan karena founding father atau pihak keluarga pada awalnya tidak sepenuhnya bisa menyerahkan authority kontrol perusahaan kepada orang luar. Bila hal ini tidak disadari atau diatasi (misalnya dengan governance structure), maka profesional tersebut hanyalah berupa boneka saja dan keluarga tetap memang kendali perusahaan.
• Sehubungan dengan nepotisme, decision making yang dilakukan para eksekutif cenderung memiliki resiko tinggi atau bias sesuai istilah penulis. Menurut teori, para eksekutif memiliki latar belakang yang sama dan ikatan emosional yang tinggi sehingga kelompok tersebut cenderung menjadi cohesive dan menjadi groupthink. Apalagi bila leader yang dalam hal ini juga merupakan parents memiliki sifat otoriter atau hubris sehingga memicu terjadinya uniformity pressure yang kuat. Sifat otoriter ini juga merupakan hal yang sangat natural karena leader merasa di lebih berpengalaman dari anak-anak atau anggota keluarga lainnya. Hal ini tentu berbahaya bila keputusan yang diambil bersifat strategik.
Salah satu hal yang membedakan bisnis keluarga dan non-keluarga adalah adanya suasana di dalam keluarga yang terbawa ke dalam lingkungan bisnis, dan para eksekutif yang nantinya akan mewarisi hak kepemilikan perusahaan tersebut. Anak dan orang tua sudah sangat mengenal satu sama lain. Bila orang tua (leader) bersifat otoriter, sejalan dengan usia anak, mereka cenderung berkurang rasa hormatnya dan berani melakukan perlawanan. Apalagi bila kemudian terjadi kecemburuan, ketidakadilan dan ketidak-fair-an baik dalam bentuk perhatian, kebutuhan atau hal-hal yang bersifat material. Ini bukan hanya merupakan perselisihan atau konflik yang terjadi antara orang tua dan anak, namun bisa berkembang menjadi sibling rivalry.
Sibling rivalry akan semakin terasa sejalan dengan makin berkurangnya kontrol dan pengaruh leader dalam bisnis tersebut. Maka tidak heran bila banyak leader sulit untuk lengser dan menyerahkan wewenang penuh kepada anak-anaknya. Beberapa leader menganggap mereka kurang mampu menjalankan bisnis keluarga dan lebih baik menyerahkannya kepada profesional. Berdasarkan pengalaman, pada awalnya profesional biasanya juga sulit untuk berkembang dan bertahan lama mengingat campur tangan anggota keluarga masih sangat kuat. Namun sejalan dengan waktu dan dengan adanya governance structure yang kuat hal tersebut bisa diatasi.
• Sebaliknya bila orang tua (leader) bersifat mendidik dan mampu menanamkan budaya keluarga yang baik, anak-anak akan menjadi orang tua sebagai panutan yang dihormati baik dalam keluarga maupun bisnis. Ada contoh menarik yaitu salah satu perusahaan konglomerasi di Thailand, Thai Nakorn Patana, yang bergerak di bidang farmasi, perhotelan, broadcasting dan lain-lain. Orang tua (leader) mampu menjadi panutan bagi keempat anaknya yang masing-masing memiliki jabatan tertentu dalam bisnis keluarga tersebut.
Mereka membangun apartemen di salah satu gedung pabriknya dan hanya dipisahkan oleh lantainya saja. Hal yang menarik adalah bagaimana orang tua membangun keharmonisan keluarganya, yaitu mewajibkan setiap anggota keluarga termasuk menantu dan cucunya untuk makan pagi bersama. Design apartemennya dibuat sedemikian rupa sehingga ruang makan dan dapur hanya ada di apartemen orang tuanya saja. Sikap saling menghormati sangat jelas terlihat baik antar saudara, menantu maupun dengan orang tua. Sementara orang tua masih menangani strategik perusahaan, urusan operasional telah dibagikan ke anak dan menantunya dengan jabatan yang berbeda-beda.
Di dalam keluarga, orang tua (leader) berhasil menanamkan falsafah: “menghormati orang yang lebih tua”. Anak menghormati orang tua, saudara muda menghormati saudara yang lebih tua sehingga hampir tidak pernah ada konflik yang berarti. Orang tua dalam hal ini benar-benar menjadi panutan, keputusannya menjadi keputusan yang wajib dijalankan namun tidak berkesan otoriter karena semua anaknya melakukannya dengan rasa hormat.
Disini terlihat bahwa orang tua dan leader bisa berfungsi dengan sangat baik, dan sekali lagi terlihat bahwa suasana keluarga yang harmonis dibawa ke dalam lingkungan bisnis. Akan sangat menarik untuk diperhatikan bagaimana kisah selanjutnya bila kemudian orang tua (leader) meninggal dunia. Bila salah seorang anak terpilih menjadi pimpinan, falsafah “menghormati yang tua” tentu masih melekat kuat, namun figur orang tua sebagai panutan belum tentu bisa digantikan sepenuhnya oleh anak penggantinya. Akhirnya semua konflik dan solusinya bergantung pada bagaimana leader menyikapinya.

Berikut ini saya lampirkan file presentasi dari tulisan diatas. bagi anda yang tertarik silahkan klik link di bawah ini.

download


---o0o---