Jumat, Mei 29, 2009

Rasionalitas Pelaku Bursa

Dalam dua hingga tiga tahun ke depan suasana optimistis meliputi pasar modal Indonesia. Karena itu, dibandingkan instrumen investasi lain, investasi saham adalah yang menjanjikan dengan kemungkinan imbal hasil terbesar.



Rabu, Mei 13, 2009

Re-Code Your Change DNA

Argumentasi Pengarang
Perubahan (change) merupakan suatu keharusan bagi setiap organisasi untuk tetap eksis dan bertumbuh dengan menyelaraskan diri (adaptif) terhadap situasi lingkungannya yang juga selalu berubah. Mengingat tidak semua individu atau organisasi mampu melihat perlunya perubahan, dan ditambah dengan sifat manusia yang cenderung lembam (inertia), perubahan mutlak membutuhkan leader (change maker) untuk menggerakannya. Permasalahannya adalah tidak setiap orang mengerti bagaimana menjadi leader dan bagaimana menggerakan perubahan di organisasinya. Buku ini ditulis dengan tujuan untuk menjawab kedua pertanyaan tersebut.

Dalam konteks perubahan (change), setiap orang memiliki unsur pembawa sifat, yaitu change DNA (DNA perubahan), dengan kadar yang berbeda-beda. Sejalan dengan pengalaman hidupnya, change DNA berinteraksi dengan lingkungannya sehingga menghasilkan mutasi nilai-nilai dan pandangan yang akhirnya membentuk kepribadian (personality) dan keyakinan (belief) seseorang. Kepribadian berkaitan dengan karakter, sedangkan keyakinan berhubungan dengan cara berpikir (pikiran). Harrison (2005) mengatakan bahwa kurang lebih 50% kepribadian manusia terkait dengan DNA-nya, dan 50% lainnya dikontribusi oleh lingkungan. Ini menunjukkan bahwa hal-hal seperti kebiasaan, tradisi, nilai-nilai, prosedur, bisa membelenggu change DNA seseorang, karena dianggap sebagai kebenaran abadi (hard code). Untuk itu perlu dilakukan pengkodean ulang (re-code) terhadap change DNA, agar memiliki keberanian untuk mendobrak belenggu tersebut.
Change DNA terdiri dari lima faktor yang diadopsi pengarang dari The Big Five (Costa & McCrae, 1997) yang disingkat OCEAN, yaitu (1) Openness, (2) Conscientiousness, (3) Extroversion, (4) Agreeableness, dan (5) Neuroticism. Opennes adalah keterbukaan pikiran terhadap pengalaman dan hal-hal baru. Kebanyakan orang lebih bersandar pada keterbukaan mata, yaitu realita masa kini yang cenderung rutinitas dan konvensional, dan sedikit yang menggunakan keterbukaan pikiran, yaitu visi masa depan yang bersifat novelty dan original. Conscentiousness adalah keterbukaan telinga dan hati, yaitu mendengar dan merasakan hal-hal baru, serta meresponnya dengan motivasi dan disiplin tinggi. Extroversion adalah keterbukaan diri terhadap orang lain. Agreeableness adalah keterbukaan terhadap kedamaian dan menghindari konflik. Neuroticism adalah keterbukaan terhadap tekanan-tekanan lingkungan, terutama dari pihak-pihak yang resisten terhadap perubahan.
Re-code dilakukan pada dua hal yang paling dasar pada manusia, yaitu karakter dan cara berpikir. Re-code karakter dilakukan pada dua ranah, individu dan organisasi. Re-code individu dilakukan dengan cara cek kadar OCEAN dan re-code change maker (leader), sedangkan re-code organisasi dilakukan dengan cara re-orientation OCEAN, re-design organisasi, dan re-code change agents (critical mass). Re-code pikiran (cara berpikir) pada dasarnya merubah hubungan yang berfokus pada problem-based yang bersifat pasif dan berorientasi masa lalu menjadi solution-based yang bersifat proaktif dan berorientasi masa depan. Untuk itu re-code pikiran yang dilakukan bukan hanya pada change the reality, namun juga change the perception of reality.
Seperti terlihat pada gambar-1a di bawah, manusia memiliki karakter-pikiran, emosi, tindakan, dan hasil. Dua hal terakhir adalah yang tampak atau kasat mata oleh orang lain, sementara dua hal sisanya berada di bawah permukaan. Melepaskan belenggu pada emosi, tindakan, dan hasil tidak bisa disebut berhasil sebelum karakter dan pikirannya masih dilingkupi cara-cara lama. Karena itu melepaskan belenggu yang melingkupi karakter dan pikiran seseorang merupakan hal yang esensial.

Pengecekan kadar OCEAN bisa dilakukan dengan mengisi pertanyaan yang diberikan pengarang pada bab 4. Dengan mengembangkan masing-masing faktor dalam change DNA tersebut, seseorang telah memiliki modal dasar untuk melepaskan belenggu diri, dan siap menjadi leader (change maker). Leader dalam konteks ini berarti kemampuan “menggerakkan orang lain untuk perubahan”. Jenis faktor penggerak menentukan leadership level seseorang, yaitu pertama position: leader yang terpilih karena memiliki surat kuasa, dan ini adalah level terendah dari seorang leader. Orang lain bergerak atas dasar perintah dari leader. Kedua, permission: leader yang memimpin dengan hati dan penuh perhatian, sehingga orang lain bergerak atas dasar cinta (love). Ketiga, production: leader yang mampu memaksimalkan timnya untuk mencapai suatu tujuan, sehingga orang lain bergerak atas dasar kagum (admire). Keempat, people development: leader yang mampu meningkatkan kemampuan orang lain untuk menjadi leader dimasa datang, sehingga orang tersebut bergerak karena loyalitas. Kelima, personhood: leader yang memiliki nilai-nilai luhur sehingga orang lain bergerak karena rasa hormat (respect). Pada level kelima ini, leader sering mendapat sebutan seperti maha guru, pemimpin besar, nabi, dan lain-lain Disamping adanya metode, cara, atau trik-trik manajemen yang bisa digunakan, tingginya leadership level seseorang, memudahkan dia untuk menggerakan orang lain.
Seorang leader, apapun levelnya, tidak terlepas dari lingkungannya, dalam konteks yang lebih sempit adalah organisasi di mana dia berada. Seperti halnya individu, organisasi juga perlu di re-code change DNA nya (orientasi), yaitu dengan menilai orang-orang di dalamnya. Orang-orang tersebut dikelompokan berdasarkan change DNA-nya masing-masing sehingga kemudian bisa ditentukan mana orang yang bisa dipertahankan, dipindahtugaskan, atau diberhentikan untuk diganti dengan “darah baru”. Cara ini secara tidak langsung akan memberikan nilai-nilai, aura, dan benih perilaku baru dalam organisasi. Bisa disimpulkan, re-orientasi organisasi adalah usaha membangun tim yang berisi orang-orang dengan kadar change DNA yang sesuai kebutuhan leader, sehingga ini merupakan langkah awal menuju perubahan.
Berikutnya, leader perlu mendesain ulang bangunan organisasi, dengan memperhatikan lima faktor, yaitu (1) struktur, (2) hubungan, (3) batasan organisasi, (4) insentif, dan (5) nuansa. Struktur organisasi bisa dibuat mekanistik (prosedural, birokratik, rutinitas) yang sesuai pada lingkungan stabil, atau organik (kreativitas, team work, kekerabatan) yang sesuai pada lingkungan dinamis. Hubungan (linkage) menentukan bagaimana antar bagian, individu, atau fungsi saling berinteraksi satu sama lain sehingga membentuk dinamika yang berbeda-beda. Misalnya, organisasi yang mengadopsi sistem open management cenderung sedikit menggunakan pembatas fisik antar bagian.
Batasan (boundary) merupakan garis pemisah organisasi dengan lingkungannya. Beberapa model seperti vertical integration, outsourcing, aliansi sering digunakan sesuai dengan kebutuhan organisasi. Makin luas scope dan boundary organisasi, makin besar perbedaan karakter antar anggotanya, baik yang di dalam (cenderung bersifat tertutup) atau di batas boundary (cenderung lebih adaptif). Insentif berhubungan dengan bentuk penghargaan organisasi atas prestasi atau keunggulan positif dari anggotanya. Model yang diterapkan juga mempengaruhi kemampuan organisasi memperoleh atau mempertahankan talenta-talenta terbaiknya. Nuansa adalah roh yang ingin ditanamkan ke dalam organisasi tempat anggota melakukan aktivitasnya. Cara paling sederhana adalah menentukan desain interior, bentuk bangunan, warna, arsitektur, dan lain-lain.
Hal terakhir dalam re-code karakter di ranah organisasi adalah mempersiapkan change agents (re-code critical mass) untuk membantu menyebarkan pesan perubahan. Seorang leader tidak bisa bekerja sendiri. Dia membutuhkan teman atau rekan untuk saling memotivasi, memperoleh informasi bottom line, membentuk jaringan. Sehubungan proses penyebaran perubahan, ada empat kaidah yang perlu diperhatikan. Pertama, the law of few, yaitu memilih sedikit change agents dengan kadar change DNA tinggi, terpercaya, dan mampu menyebarkan atau memperoleh informasi secara efektif dan efisien. Kaidah ini menerapkan hukum prioritas, yaitu memilih 20% change agents tapi mampu berdampak pada 80% anggota organisasi. Seorang pemimpin besar tidak memerlukan masa yang banyak untuk menyampaikan pesan perubahannya. Nabi Isa hanya memiliki 12 rasul, Nabi Muhammad hanya dibantu 4 sahabatnya.
Kedua, the stickness factor, yaitu konten pesan harus memiliki dampak yang luar biasa. Beberapa tips bisa dilakukan antara lain, (1) bersifat sederhana, agar mudah dipahami, (2) perintah yang menggerakan, (3) diperkaya dengan ritual seperti yang dilakukan Oreo, (4) kontras-konfrontasi, agar orang bisa melihat dengan jelas dan selalu mengingat perlunya perubahan yang sedang dicanangkan. Ketiga, kaidah kegaduhan suara, yaitu memperhatikan hal-hal kecil untuk menyampaikan pesan yang lebih besar. Kaidah ini menggunakan asumsi bahwa semua hal-hal besar dimulai dari hal-hal kecil. Jika masalah kecil tidak diperhatikan atau tidak mampu diselesaikan, akan timbul kesan bahwa masalah besar tidak akan mampu diselesaikan. Keempat, the power of context, yaitu memilih waktu dan tempat (context) yang tepat untuk menyampaikan pesan perubahan.
Uraian di atas adalah semua cara yang diperlukan untuk re-code karakter. Karakter hanyalah modal dasar yang dimiliki seorang leader. Pusat terjadinya re-code change DNA adalah pikiran manusia, yaitu cara berpikir baru yang menggantikan cara berpikir lama, dimana bila dilakukan secara kolektif akan menjadi pikiran organisasi. Bila pikiran baru ini dilakukan berulang-ulang, dia akan menjadi tradisi dan kebiasan baru yang akhirnya melahirkan nilai-nilai dan budaya baru. Perubahan apapun yang dilakukan organisasi tanpa disertai perubahan cara berpikir (hingga menjadi perubahan budaya) tidak akan memberikan hasil signifikan, karena semuanya dilakukan dengan cara-cara lama.
Faktor Openess pada change DNA mengindikasikan perlunya melihat dengan pikiran untuk melahirkan visi dengan cara mengubah realitas saat ini menjadi persepsi masa depan. Perubahan ini menimbulkan gap yang disebut change. Bila leader hanya menggunakan mata untuk melihat realitas masa kini, yang terjadi adalah modifikasi atau perbaikan inkrimental menuju kesempurnaan dalam sistem yang sama. Pengarang menyebut ini sebagai inovasi tanpa kreativitas, karena kreativitas diasosiasikan sebagai originalitas dan mendobrak sistem lama.
Di atas telah disebutkan bahwa leadership berarti kemampuan menggerakan orang lain. David Rock (2006) menyebutkan bahwa yang digerakan bukan hanya perilakunya, namun yang terpenting adalah pikirannya, yaitu pikiran organisasi dalam konteks kelompok. Dalam pikiran terdapat memori jangka pendek dan memori jangka panjang. Memori jangka pendek merupakan catatan sementara tentang hal-hal yang perlu diingat maupun tidak. Makin banyak hal-hal yang sama berulang, dia akan berpindah ke memori jangka panjang. Semakin lama, hal-hal tersebut akan berubah menjadi kebenaran (hard-code).
Re-code pikiran dilakukan dengan dua cara, pertama, solution-based thinking (SBT), sebagai pengganti problem-based thinking (PBT). Ciri-ciri PBT adalah fokus pada permasalahan, mencari pihak yang bertanggung jawab dan menentukan hukuman yang sesuai, diwarnai dengan kecemasan-kepanikan-umpan balik negatif. Mereka cenderung bertanya “why, why, why”. Sementara PBT memiliki ciri-ciri seperti memaklumi kesalahan yang natural dan fokus mencari solusinya, mencari keunggulan berbagai pihak untuk mendukung solusi, menciptakan motivasi positif untuk menghilangkan kecemasan dan kepanikan, berorientasi ke depan. Mereka cenderung bertanya “how, how, how”. Organisasi yang berpikir, cenderung menggunakan SBT dibanding PBT.
Kedua, adalah let them do all the thinking, yaitu mengajak semua pihak untuk memikirkan hal-hal yang perlu dilakukan dalam perubahan. PBT orientation membuat orang bersifat pasif karena mereka menunggu instruksi dan arahan dari leader-nya, sedangkan dalam SBT orientation, leader harus mampu memberikan guidance agar mereka mampu menemukan solusi menurut pola pikir mereka. Untuk itu leader harus mampu menghidupkan dialog interaktif dengan mereka untuk meng-challenge solusi yang dihasilkan dengan alternatif solusi lain agar mereka memiliki perspektif yang lebih luas. Pola berpikir seperti ini akan membangkitkan ide-ide kreatif yang akan mengembangkan otak organisasi secara kolektif. Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa yang menentukan hidup atau mati, respontif atau pasif, adaptif atau lumpuhnya otak organisasi adalah kumpulan cara berpikir orang dalam organisasi tersebut.

Tanggapan Penulis
Buku Re-Code Your Change DNA karangan Renald Kasali ini merupakan komplemen dari buku sebelumnya, Change. Bila Change lebih memfokuskan pembahasan pada proses perubahannya, buku ini menitikberatkan pada manusia, khususnya change leader-nya. Seperti telah dikemukakan berulang kali oleh pengarang, untuk berubah, sebuah organisasi membutuhkan change leader.
Seperti buku-buku sebelumnya, Re-Code Your Change DNA dibawakan dengan bahasa yang sederhana yang disertai contoh nyata dan ilustrasi gambar. Tanpa melihat pengarangnya pun sebagian besar orang yang terbiasa membaca buku manajemen akan mengetahui siapa penulis buku tersebut. Ciri khas yang sangat kontras ini mungkin mulai bisa disebut sebagai Kasali Way. Dan yang membuat lebih menarik adalah tampilan judul yang elegan dan kertas berlapis plastik dengan full color, walaupun mengakibatkan harga buku menjadi lebih mahal.
Banyak buku populer telah diterbitkan yang bertujuan untuk memberikan metode, trik, atau cara melakukan perubahan. Cara-cara tersebut terkadang sangat canggih, mutakhir, dan modern dalam konteks change management. Namun perlu diingat bahwa semua metode tersebut hanya menyentuh sisi behavior-nya saja, sehingga setelah buku tersebut selesai dibaca, pembaca memiliki pengetahuan tambahan. Menggunakan istilah pengarang, hal ini disebut say belief (mengetahui apa yang harus dilakukan). Buku Re-Code Your Change DNA lebih menekankan pada sisi karakter dan pikiran pembaca agar berani dan mampu do belief, yaitu melakukan perubahan sesuai pengetahuan yang dimilikinya. Sekali lagi mengutip kalimat dari pengarang,”lebih baik seseorang memiliki sedikit pengetahuan tapi mengaplikasikannya daripada memiliki segudang pengetahuan hanya untuk disimpan saja”.
Model change leadership yang dikemukakan pengarang sangat sesuai diterapkan pada konfigurasi adhocracy (Mintberg, 1979). Dalam bukunya, pengarang mengadopsi model organismic (Burn & Stalker, 1961), yang ciri-cirinya kurang lebih sama, antara lain bekerja dalam team work, tidak birokratis, tidak terikat pada rutinitas dan prosedural (lack of standardization and formalization). Tujuannya adalah untuk beradaptasi dalam lingkungan yang complek dan dinamik dengan selalu melahirkan inovasi-inovasi baru.
Pengertian inovasi yang dikemukakan pengarang memiliki dua arti, yaitu (1) fokus pada realita masa kini yang menghasilkan modifikasi inkrimental, (2) fokus pada pengubahan persepsi masa depan yang menghasilkan kreativitas sehingga menghasilkan hal-hal baru yang radikal. Dalam domain Cynefin (Kurtz & Snowden, 2003), arti yang pertama sama dengan eksploitasi (meningkatkan kualitas), sedangkan arti kedua kurang lebih sama dengan eksplorasi (menghasilkan solusi yang novelty). Sementara Fontana (2009) mengasosiasikan inovasi dengan “perubahan radikal” sehingga sesuai dengan arti ke-(2) yang dikemukakan pengarang. Penulis berpendapat bahwa ini hanya perbedaan penggunaan istilah saja. Intinya, semua pengarang tersebut mengatakan bahwa perubahan signifikan diperlukan untuk terus tumbuh dan adaptif dalam lingkungan yang kompleks atau bahkan chaos. Dan untuk itu diperlukan perubahan persepsi (Kasali, 2007), prinsip dan manajemen inovasi (Fontana, 2009), bergerak di domain complex-chaos secara convergent dan divergent (Kurtz & Snowden, 2003).
---o0o---

Senin, Mei 11, 2009

Struktur Fisik Organisasi

Hal yang paling mudah dilihat dari sebuah organisasi adalah struktur fisiknya, sebuah tema yang banyak diteliti oleh kaum modernist di tahun 1970-an. Struktur fisik (seperti tembok, pagar, pintu, partisi dan sebagainya) merupakan pembatas gerakan individu organisasi yang berada di dalamnya. Antar individu kemudian saling berinteraksi dengan cara yang sama berulang-ulang menghasilkan kebiasaan-kebiasaan sehingga membentuk suatu struktur sosial. Jadi struktur sosial yang bersifat abstrak, merupakan akibat langsung dari struktur fisik, sehingga untuk menciptakan, menjaga atau mengubah struktur sosial, kita harus memanipulasi struktur fisiknya. Struktur fisik organisasi berbeda-beda di tiap bagian atau divisi sehingga konsekuensinya struktur sosial juga bervariasi.

Pada bab ini pembahasan lebih difokuskan pada struktur sosial menurut pandangan simbolic-interpretivist dan post-modernist. Bisa dilihat kemudian bahwa untuk tema ini, ketiga pandangan ini sebenarnya memiliki beberapa kesamaan dan lebih bersifat saling melengkapi daripada saling bertentangan. Analisa lengkap dari tiga sudut pandang ini akan memberikan tiga hasil positif: (1) meningkatkan produktivitas organisasi, (2) menciptakan identitas organisasi yang kuat dimata stakeholder (pemegang saham, manajemen, karyawan, customer, supplier dan mitra kerja lainnya), dan (3) memberitahu elemen mana saja yang harus diperhatikan bila terjadi perubahan.
1. DEFINISI
Struktur fisik organisasi adalah benda kasat mata (tidak abstrak) yang memiliki tiga elemen:
• Letak geografi
Yaitu letak fisik gedung, pabrik atau lahan ditambah semua lokasi yang berhubungan dengan aktivitas organisasi seperti jaringan distribusi, jaringan supplier dan mitra kerja lainnya. Intinya, letak geografi adalah tempat-tempat bertemunya (terjangkau oleh) semua stakeholder sehubungan dengan akitivitas organisasi. Makin banyak dan tersebarnya anak cabang organisasi, makin besar distribusi organisasi tersebut. Untuk menganalisanya kita perlu membuat peta yang memuat semua jaringan distribusi organisasi (geographic extent) dan sifat atau karakteristik masing-masing lokasi (geographic features) seperti jumlah penduduk, gaya hidup, tingkat konsumsi dan sebagainya. Perusahaan seperti NASA atau perusahaan telekomunikasi memerlukan peta dunia ditambah sebagian ruang angkasa karena membutuhkan satelit yang mengorbit mengelilingi bumi.
• Layout
Yaitu denah pembagian ruangan atau gedung dalam sebuah areal organisasi termasuk penempatan peralatannya. Peralatan yang dimaksud bisa berupa sarana pendukung (meja, kursi, komputer, partisi, AC), mesin produksi dan infrastruktur (instalasi listrik, kabel telepon, LAN dan sebagainya). Layout memberikan ruang (space) bagi penghuninya untuk beraktivitas. Hal-hal yang diukur pada layout antara lain: keterbukaan, privasi, kemudahan akses, kedekatan individu dengan ruang untuk bergerak. Layout termasuk elemen yang cukup sering mengalami perubahan. Pada dunia bisnis, perubahan banyak disebabkan karena pergantian teknologi dan kompetisi.
• Design dan Dekorasi
Yaitu ekterior dan interior organisasi yang bersifat estetika. Beberapa contohnya antara lain: bentuk gedung, logo organisasi, warna lantai dan tembok, pencahayaan, hiasan, seragam. Perusahaan seperti Disneyland mewajibkan karyawannya di lapangan menggunakan seragam khusus dan beberapa diantarnya memakai kostum Mickey Mouse dan Donald Duck sebagai representasi dari design dan dekorasi ekterior.
Sebagai sebuah benda yang kasat mata, struktur fisik organisasi akan terlihat sama dimata semua orang, efek langsungnya yaitu struktur sosial, dilihat berbeda menurut tiga sudut pandang: modernist, simbolic-interpretivist dan post-modernist.

2. TIGA SUDUT PANDANG
1. Modernist
Kaum modernist memfokuskan pembahasan pada tingkah laku dan kebiasaan individu dalam organisasi sebagai akibat dari letak geografi, layout dan dekorasi fisik yang melingkupinya. Intensitas interaksi dan komunikasi antara individu (stakeholder) adalah ukuran utamanya karena dua hal tersebut merupakan faktor pendorong terbentuknya struktur sosial. Struktur sosial yang baik menciptakan kerjasama yang optimum dan ujungnya adalah inovasi dan produktivitas.
Sebuah penelitian menyimpulkan adanya korelasi negatif antara jarak meja kerja individu dengan frekuensi komunikasi. Demikian juga halnya dengan hubungan antara banyaknya penghalang (tembok, pintu, partisi) antar individu dengan intensitas interaksi dan komunikasi. Dalam organisasi yang besar, kondisi ini tentu tidak bisa dihindari, dan beberapa cara diterapkan seperti: penggunaan sarana telekomunikasi, open layout design, reporting system, regular meeting, customer care center, focus group discussion, kunjungan manager ke cabang dan lain sebagainya. Semua cara tersebut bertujuan untuk meningkatkan frekuensi komunikasi dan interaksi, namun tetap diyakini bahwa komunikasi langsung (tatap muka) adalah cara terbaik untuk berinteraksi.
2. Simbolic-Interpretivist
Kaum simbolic-interpretivist memfokuskan pembahasan pada bentuk-bentuk simbol pada elemen struktur fisik organisasi yang memberi kesan, arti dan emosi tertentu. Kesan dan emosi akan mempengaruhi cara berpikir dan bertindak seorang individu, dan pada akhirnya mempengaruhi struktur sosial yang kemudian terbentuk. Berikut ini beberapa contoh interpretasi struktur fisik organisasi:
• Open layout design adalah suatu ruangan besar dengan partisi minimal (bahkan beberapa ruangan dibuat tanpa pintu) dimana di dalamnya terdapat individu-individu dari berbagai bagian. Dari sudut pandang modernist, kondisi ini memudahkan interaksi dan komunikasi antara individu karena sedikitnya pembatas, sedangkan menurut simbolic-interpretivist kesan yang ditimbulkannya adalah keterbukaan, kebebasan mengeluarkan pendapat, berbicara apa adanya.
• Bila kita melihat ruangan yang lebih besar dari lainnya, dialasi lantai marmer, memiliki sofa tamu, kita akan berpikir tentang eksekutif atau manager dengan jabatan cukup tinggi. Kesan tersebut bila dibahasakan mungkin identik dengan status istimewa, privasi, rahasia, akses terbatas dan sebagainya. Bila kita orang dari luar organisasi dan ingin bertemu dengan pimpinan tentu ruangan seperti ini yang kita cari.
• Tanpa bertanya, dari kejauhan kita bisa dengan mudah memastikan gedung gereja. Demikian juga halnya saat di dalam gereja, kita bisa memastikan mana yang pastur, putra altar atau diakon, atau bila orang membuat tanda salib saat berdoa kita bisa memastikan agama orang tersebut.
Banyak simbol yang telah terbentuk dan tersusun sedemikian umumnya sehingga individu biasanya tidak terlalu menyadari kehadirannya. Misalnya saat kita memasuki restoran cepat saji, tanpa sadar atau tidak kita langsung menuju antrian di depan kasir untuk dilayani. Mungkin kasir itu sendiri merupakan simbol yang membuat otak kita otomatis menginterpretasikannya sebagai tempat mengantri. Contoh lain adalah saat di meja kerja kita bisa mengambil gelas minum tanpa harus melihat kepadanya. Letak geografi gelas tersebut merupakan simbol itu sendiri. Elemen-elemen seperti kasir dan letak gelas sering disebut simbol terkondisi. Ada dua ciri pada simbol terkondisi, yaitu: (1) kita tidak menyadari kehadirannya, dan (2) kita memiliki pengalaman masa lalu sebagai presuposisi atas simbol tersebut.
3. Post-Modernist
Kaum post-modernist (posmo) memfokuskan pembahasan pada pembatasan atas struktur sosial yang terbentuk. Pada dasarnya mereka mengkritisi kaum modernist dengan mengatakan bahwa bentuk struktur sosial yang sesuai dengan tujuan organisasi tidak akan terjadi tanpa adanya pembatasan karena berpotensi merusak proses dan tatanan institusi yang ada. Kaum posmo cenderung mendesign struktur fisik organisasi untuk menunjukkan kekuatan dan dominasi atas interaksi sosial. Beberapa contohnya antara lain:
• Sistem ban berjalan (assemby line) yang bertujuan untuk mengurangi kesalahan pada proses produksi dan akhirnya meningkatkan kualitas output. Dominasi sistem tersebut kemudian bisa mempengaruhi cara individu dalam berinteraksi dan berkomunikasi, misalnya frekuensinya menjadi berkurang atau komunikasi lebih cenderung membicarakan tentang hal-hal informal. Sistem yang diperkenalkan oleh Henry Ford ini merupakan contoh terbaik bentuk batasan menurut kaum posmo.
• Ruangan yang lebih besar atau berada di lantai yang lebih tinggi dengan berbagai macam fasilitas dan dekorasi estetika. Menurut kaum simbolic-interpretivist, ini memberikan kesan eksekutif atau manajer level tinggi, sedangkan menurut kaum posmo ini menunjukkan kekuatan atau dominasi yang membedakannya dengan individu lain. Efeknya antara lain adalah tidak semua individu bisa memasuki ruang tersebut sembarangan

3. IDENTITAS DAN CITRA ORGANISASI
Adanya batasan-batasan menurut post-modernist telah membentuk sebuah teritori tertentu yang bersifat unik, atau berbeda dari yang lain dalam sebuah organisasi. Teritori ini mencerminkan status tertentu bagi kelompok individu di dalamnya. Pada contoh ruangan eksekutif, batasannya diberikan oleh elemen struktur fisik seperti: ruangan besar, lantai marmer, sofa, dekorasi estetika. Elemen ini merupakan simbol-simbol yang menurut kaum simbolic-interpretivist memiliki kesan privasi atau hak istimewa. Kesan seperti privasi dan hak istimewa ini kemudian disebut sebagai indikator status atau pembatas teritori.
Pada wilayah yang lebih luas, sebuah organisasi juga bisa merupakan teritori khusus dalam sebuah kota, provinsi, negara dan sebagainya. Simbol-simbol pada organisasi akan diinterpretasikan sebagai indikator status tertentu oleh individu baik eksternal maupun internal. Namun agar terbentuk suatu interpretasi yang kuat diperlukan waktu yang cukup lama agar dihasilkan banyak pengalaman dan memori masa lalu sebagai presuposisi simbol-simbol terkondisi. Bila ini terjadi maka interpretasi atas simbol-simbol terkondisi tersebut akan diasosiasikan sebagai identitas organisasi.
Identitas organisasi berbeda dengan citra organisasi (corporate image). Citra organisasi merupakan refleksi ide dan opini yang diciptakan oleh stakeholder kepada individu lain, sedangkan identitas akan kesan terhadap struktur fisik dan sosial organisasi yang diperoleh dari pengalaman masa lalu. Dengan kata lain, identitas organisasi merupakan perpaduan sinergi antara citra dan budaya organisasi untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan eksternal. Adanya komunikasi dan interaksi ini selain mendorong terciptanya hubungan kerjasama berkesinambungan, misalnya antara organisasi dengan pelanggannya, organisasi dan suppliernya, juga memperkuat visi dan strategi organisasi.
Karena struktur fisik organisasi adalah media yang sangat baik untuk mempengaruhi identitas organisasi, banyak top management yang memfokuskan perhatiannya pada elemen-elemen seperti: arsitektur gedung (interior, efek pencahayaan, tema dekorasi), design produk, logo organisasi, literatur organisasi (laporan tahunan, brosur) dan seragam. Wally Ollins, seorang konsultan identitas organisasi, mengatakan bahwa pesan-pesan khusus bisa dikomunikasikan melalui design arsitektur. Misalnya gedung pencakar langit bisa diinterpretasikan sebagai keinginan (ambisi) yang kuat untuk selalu mencapai kinerja yang lebih baik.
Sehubungan dengan hal ini citra organisasi yang dibentuk oleh stakeholder harus selaras dengan identitas organisasi, karena keduanya bisa saling menguatkan. Keduanya juga bisa diinterpretasikan melalui elemen-elemen struktur fisik. Misalnya sebuah perusahaan mendirikan kantor pusat baru yang cukup megah. Investor akan berpikir “organisasi ini menghasilkan banyak keuntungan”, pelanggan mungkin berpikir “ini perusahaan yang mempunyai kekuatan besar”, walikota merasa senang karena bisa memperindah kota. Namun perlu dipikirkan juga bahwa ada pihak-pihak yang berpikir sebaliknya, misalnya serikat buruh berpendapat “sebaiknya uang tersebut digunakan untuk meningkatkan gaji karyawan”, atau pengamat lingkungan berpikir “apa tidak lebih baik dengan mengembangkan kantor lama dan menambah fasilitas ruang hijau-nya”.

4. KESIMPULAN
• Struktur fisik organisasi dibentuk sesuai keinginan stakeholder, dalam hal ini adalah pemegang saham dan manajemen. Struktur fisik mempengaruhi bentuk struktur sosial yang pada akhirnya mempengaruhi cara kita berpikir dan bertindak.

• Perubahan cara berpikir pada individu memungkinkan terjadinya perubahan lebih lanjut pada struktur fisik organisasi dan seterusnya. Artinya struktur sosial bisa dibentuk, dijaga dan diubah oleh individu. Sehubungan dengan hal ini, apa yang dikatakan mantan Perdana Menteri Inggris, Winston Churchill, tentang struktur fisik organisasi adalah sangat tepat: “We shape our buildings and afterward our buildings shape us”.
• Struktur fisik organisasi dilihat sama oleh semua orang, sedangkan struktur sosial dipandang berbeda menurut kaum modernist, simbolic-interpretivist dan post-modernist. Namun perbedaan tersebut memiliki beberapa kesamaan dan bersifat lebih saling melengkapi daripada saling bertentangan.
• Analisa dari sudut pandang simbolic-interpretivist dan post-modernist menghasilkan visualisasi identitas organisasi, sesuatu yang dulu bersifat intangible menjadi sesuatu lebih tangible. Visualisasi yang dimaksud adalah berupa elemen-elemen struktur fisik organisasi yang didesign khusus sesuai indikator status.
• Identitas organisasi adalah pesan yang ingin disampaikan kepada lingkungan (eksternal dan internal) dengan menggunakan media struktur fisik-nya. Dengan kata lain, analisa terhadap struktur fisik suatu organisasi akan memberikan informasi:
- Identitas organisasi tersebut
- Elemen-elemen yang harus diperhatikan bila ingin melakukan perubahan
• Perubahan yang terjadi pada dunia bisnis lebih disebabkan karena teknologi dan kompetisi.

Bagi anda yang tertarik dengan file presentasi dari topik diatas, bisa mendownloadnya dengan mengklik link di bawah ini.

download

Harris Turino: Pelaku Bisnis dan Staf Pengajar Prasetiya Mulya

Jumat, Mei 08, 2009

Inovasi di Saat Krisis






Sudah di terbitkan pada hari Kamis, 07 Mei 2009 pada harian "Investor Daily".

Family Wars

Resensi Buku karangan Grant Gordon dan Nigel Nicholson
Argumentasi Pengarang
Dalam dunia bisnis, perusahaan keluarga merupakan hal yang umum terjadi. Banyak hal menarik yang bisa dipelajari darinya. Sebagian orang mengatakan bahwa family business merupakan inimitable advantage, namun pada kenyataannya banyak terjadi konflik di dalamnya dan sebagian diantaranya mengakibatkan kegagalan bisnis. Dalam buku ini, penulis menjelaskan berbagai macam bentuk konflik dan penyebabnya, mengusulkan bagaimana sebuah keluarga seharusnya menghadapi konflik ini dan bagaimana beradaptasi terhadap perubahan.

Keluarga dan bisnis keluarga adalah dua institusi berbeda yang awalnya dipimpin oleh satu orang yaitu kepala keluarga yang juga sebagai business founder (leader). Sejalan dengan waktu, leader berusaha menyiapkan anak-anaknya untuk mewarisi bisnis tersebut di kemudian hari. Konflik mulai terjadi saat bisnis mulai menjadi lebih besar dan komplek, anak-anak menginjak usia dewasa, persiapan suksesi dan perubahan jaman, dimana semuanya terjadi hampir bersamaan. Semua ini bergantung pada apa yang telah dilakukan leader sebelum semuanya itu terjadi dan bagaimana menyikapinya. Sehingga bisa dikatakan sumber konflik sebenarnya bermula pada personaliti leader sebagai businessman dan parents.
Dalam keluarga, model pengasuhan anak dan hubungan suami-istri mempengaruhi pembentukan personaliti anak di kemudian hari. Ada empat model pengasuhan anak yang merupakan kombinasi antara love dan authority, yaitu otoriter, memanjakan, mengabaikan dan mendidik. Model-model tersebut menggambarkan bagaimana orang tua mengembangkan cara berkomunikasi antar anggota dan menanamkan nilai-nilai kebaikan dan budaya keluarga agar dipahami oleh anak-anaknya. Selanjutnya, hingga dewasa anak-anak juga mendapat pengaruh dari lingkungan sekolah dan sosialnya sehingga terbentuklah seorang anak dengan personaliti yang unik yang memiliki characteristic, interest dan need tertentu. Pengalaman baik (seperti prestasi di sekolah, keharmonisan keluarga) dan pengalaman buruk (seperti pertengkaran atau perceraian orang tua) sangat mempengaruhi hasil akhir personaliti si anak.
Pada usia dewasa, anak-anak memiliki cara berpikir dan self-concept sendiri. Dalam hal ini orang tua cenderung tidak memperhatikan hal tersebut, dan mereka selalu berpikir bisa membentuk anak-anak seperti yang mereka inginkan. Sedangkan anak yang merasa tidak nyaman cenderung memberontak dan makin besar skalanya seiring bertambahnya usia dan tanggung jawabnya. Menurut penulis, personaliti anak 50% berasal dari campuran gen kedua orang tuanya, dan sisanya dipengaruhi pendidikan dan pengalaman hidupnya. Ini adalah hal pertama yang bisa memicu konflik dikemudian hari (parent-children conflict).
Dalam bisnis keluarga, leader cenderung bersifat hubris (large overconfidence and pride) mengingat keberhasilan bisnisnya sejak masa lalu. Sifat hubris yang begitu kuat membuat leader kurang peka terhadap perubahan baik di lingkungan eksternal, perusahaan maupun keluarganya. Hampir tidak ada pihak yang bisa mengevaluasi, membatasi atau memberi masukan atas keputusan dan kekuasaannya, apalagi bila para eksekutifnya berasal dari keluarga sendiri (nepotisme). Nepotisme adalah hal yang sangat lazim dalam bisnis keluarga. Pemilihan anggota keluarga (anak, keponakan, menantu dan lain-lain) untuk menduduki jabatan tertentu dilakukan melalui proses judgment berdasarkan insting leader. Yang lebih rumit adalah bila leader kurang memiliki waktu yang cukup untuk mendalami personaliti mereka sehingga leader sering melakukan keputusan yang kurang tepat, seperti saat menempatkan anaknya dalam perusahaan, perhatian yang kurang seimbang diantara mereka dan lain-lain. Dengan kata lain, aspirasi anggota keluarga tidak benar-benar terakomodasi oleh leader. Penulis mengusulkan agar perusahaan ini seharusnya memiliki mekanisme kontrol, governance structure dan pendapat eksternal seperti advisor dan consultant. Tanpa itu semua masalah hubris bisa berkembang menjadi masalah biased strategic decision making termasuk suksesi.
Sebaliknya dari perspektif anak-anak yang mulai menempati jabatan tertentu di perusahaan, sering terjadi konflik horisontal diantara mereka (siblings rivalry). Secara umum konflik disebabkan karena mereka menempati space yang sama dalam mengelola resources perusahaan. Orang tua atau leader yang aspiratif seharusnya bisa melihat hal tersebut dan berusaha membuat perbedaan diantara mereka. Untuk meminimalkannya, leader harus memperhatikan hal-hal berikut: (1) characteristics mixture: memberikan authority yang berbeda sesuai dengan interest dan need-nya dimana mereka tidak boleh berada dalam space yang sama, misalnya seorang dipilih untuk memimpin yang lainnya; (2) gender: same-sex sibling lebih berpotensi menimbulkan konflik dibanding opposite-sex sibling, dimana brotherhood lebih berpotensi konflik dibanding sisterhood, (3) age spacing: makin besar selisih umur mereka, makin kecil potensi terjadinya konflik, dan (4) circumstance: anak yang terpilih untuk memimpin harus bisa mengakomodir semua aspirasi saudaranya. Sibling rivalry adalah konflik yang sangat umum dalam bisnis keluarga dan harus menjadi perhatian utama bagi leader terutama saat membuat surat wasiat. Konflik bisa menjadi lebih besar bila kemudian leader meninggal dunia, karena sibling rivalry berpotensi menjadi multiple group conflict dan berkembang menjadi pemisahan bisnis atau putusnya hubungan keluarga.
Setiap keluarga dan bisnis keluarga hampir selalu mengalami konflik-konflik di atas bergantung pada skalanya. Konflik tidak selalu berkonotasi negatif, karena bila perusahaan keluarga bisa melewatinya akan membuat kesolidan antar anggota keluarga menjadi lebih kuat dan lebih bisa beradaptasi menghadapi perubahan jaman. Secara umum ada lima resiko konflik yang mengancam perusahaan keluarga: (1) nepotism: membuat perusahaan terisolasi dari lingkungan eksternalnya, (2) succession: rencana dan standar kepemimpinan di masa datang termasuk leader non-keluarga, (3) renumeration and reward: aturan pembagian hasil dan penjualan saham, (4) sibling rivalry: konflik antar anggota keluarga, (5) retirement: aturan yang membatasi masa kepemimpinan seorang leader, termasuk membantu perencanaan aktivitasnya paska pensiun.
Penulis mengusulkan sembilan cara untuk mencegah konflik menjadi lebih besar atau kehancuran: (1) succession mechanism: agar pergantian kepemimpinan bisa berjalan lancar tanpa harus menimbulkan kerusakan akibat konflik, (2) planning and information: pengambilan keputusan bukan berdasarkan judgment tapi memiliki prosedur dan dasar analisa sehingga bisa dievaluasi, (3) communication: adanya forum komunikasi yang jelas untuk menyampaikan fungsi masing-masing jabatan dan tujuan bersama yang akan dicapai, (4) family governance: forum keluarga untuk pertukaran informasi, pandangan dan nilai antar anggota keluarga, (5) corporate governance: peraturan dan prosedur untuk menentukan strategi dan aktivitas perusahaan, (6) education and training: membekali tiap anggota keluarga agar memiliki wawasan dan pola pikir yang mengikuti perubahan jaman, (7) liguidity and exit mechanism: untuk memastikan pembagian hasil yang fair antar anggota keluarga termasuk keputusan untuk keluar dari perusahaan, (8) conflict resolution: forum debat khusus anggota keluarga untuk memperoleh solusi permasalahan, dan (9) external benchmarking: keterbukaan memperoleh masukan dari pihak non-keluarga seperti advisor, perusahaan lain.
Buku ini merupakan hasil penelitian penulis terhadap kasus-kasus konflik pada perusahaan keluarga dan didukung oleh teori-teori yang diambil dari reference.

Tanggapan
• Penulis menyebutkan, penelitian di Amerika, Eropa dan sebagian Asia menunjukan adanya kecenderungan bisnis keluarga menunjukan kinerja yang lebih baik dari bisnis non-keluarga. Sebagian diantaranya adalah perusahaan kelas dunia seperti BMW di Jerman, Clark Shoes di Inggris, Cargill di Amerika, Samsung di Korea. Beberapa perusahaan walaupun sudah ditangani secara profesional namun masih memiliki peran keluarga di dalamnya seperti Ford, Toyota dan Honda. Hal ini ternyata juga terjadi di Indonesia, seperti Bakri Grup, perusahaan farmasi (Kalbe Farma, Sanbe, Dexa Medica), Gudang Garam, Jamu Jago dan sebagainya yang juga masih di kontrol kuat oleh anggota keluarga founding father-nya. Beberapa perusahaan kemudian terlepas dari kontrol keluarga seperti Astra dan HM Sampoerna.
Untuk Indonesia, perusahan keluarga kelas nasional atau internasional kebanyakan baru didirikan sekitar masa kemerdekaan. Artinya rata-rata usia perusahaan masih muda dan kebanyakan founding father-nya masih hidup. Mereka belum bisa dianalisa secara penuh menurut teori family wars di atas.
• Menurut saya, bisnis keluarga merupakan sesuatu yang bersifat sangat natural dan sangat umum terjadi. Saat seseorang berhasil mendirikan suatu bisnis, nepotisme selalu menjadi pilihan pertama untuk mengisi jabatan eksekutif maupun suksesi di kemudian hari. Seperti telah disebutkan penulis, salah satu keuntungan nepotisme adalah adanya ikatan emosi yang kuat dan kepercayaan (trust) antara leaders dan keluarganya. Namun nepotisme membuat perusahaan menjadi terisolir dari ide-ide eksternal. Dan sangat sulit bisnis keluarga menjadi perusahaan kelas dunia tanpa ada bantuan profesional dari luar.
• Penggunaan profesional juga tidak semudah yang dibayangkan karena founding father atau pihak keluarga pada awalnya tidak sepenuhnya bisa menyerahkan authority kontrol perusahaan kepada orang luar. Bila hal ini tidak disadari atau diatasi (misalnya dengan governance structure), maka profesional tersebut hanyalah berupa boneka saja dan keluarga tetap memang kendali perusahaan.
• Sehubungan dengan nepotisme, decision making yang dilakukan para eksekutif cenderung memiliki resiko tinggi atau bias sesuai istilah penulis. Menurut teori, para eksekutif memiliki latar belakang yang sama dan ikatan emosional yang tinggi sehingga kelompok tersebut cenderung menjadi cohesive dan menjadi groupthink. Apalagi bila leader yang dalam hal ini juga merupakan parents memiliki sifat otoriter atau hubris sehingga memicu terjadinya uniformity pressure yang kuat. Sifat otoriter ini juga merupakan hal yang sangat natural karena leader merasa di lebih berpengalaman dari anak-anak atau anggota keluarga lainnya. Hal ini tentu berbahaya bila keputusan yang diambil bersifat strategik.
Salah satu hal yang membedakan bisnis keluarga dan non-keluarga adalah adanya suasana di dalam keluarga yang terbawa ke dalam lingkungan bisnis, dan para eksekutif yang nantinya akan mewarisi hak kepemilikan perusahaan tersebut. Anak dan orang tua sudah sangat mengenal satu sama lain. Bila orang tua (leader) bersifat otoriter, sejalan dengan usia anak, mereka cenderung berkurang rasa hormatnya dan berani melakukan perlawanan. Apalagi bila kemudian terjadi kecemburuan, ketidakadilan dan ketidak-fair-an baik dalam bentuk perhatian, kebutuhan atau hal-hal yang bersifat material. Ini bukan hanya merupakan perselisihan atau konflik yang terjadi antara orang tua dan anak, namun bisa berkembang menjadi sibling rivalry.
Sibling rivalry akan semakin terasa sejalan dengan makin berkurangnya kontrol dan pengaruh leader dalam bisnis tersebut. Maka tidak heran bila banyak leader sulit untuk lengser dan menyerahkan wewenang penuh kepada anak-anaknya. Beberapa leader menganggap mereka kurang mampu menjalankan bisnis keluarga dan lebih baik menyerahkannya kepada profesional. Berdasarkan pengalaman, pada awalnya profesional biasanya juga sulit untuk berkembang dan bertahan lama mengingat campur tangan anggota keluarga masih sangat kuat. Namun sejalan dengan waktu dan dengan adanya governance structure yang kuat hal tersebut bisa diatasi.
• Sebaliknya bila orang tua (leader) bersifat mendidik dan mampu menanamkan budaya keluarga yang baik, anak-anak akan menjadi orang tua sebagai panutan yang dihormati baik dalam keluarga maupun bisnis. Ada contoh menarik yaitu salah satu perusahaan konglomerasi di Thailand, Thai Nakorn Patana, yang bergerak di bidang farmasi, perhotelan, broadcasting dan lain-lain. Orang tua (leader) mampu menjadi panutan bagi keempat anaknya yang masing-masing memiliki jabatan tertentu dalam bisnis keluarga tersebut.
Mereka membangun apartemen di salah satu gedung pabriknya dan hanya dipisahkan oleh lantainya saja. Hal yang menarik adalah bagaimana orang tua membangun keharmonisan keluarganya, yaitu mewajibkan setiap anggota keluarga termasuk menantu dan cucunya untuk makan pagi bersama. Design apartemennya dibuat sedemikian rupa sehingga ruang makan dan dapur hanya ada di apartemen orang tuanya saja. Sikap saling menghormati sangat jelas terlihat baik antar saudara, menantu maupun dengan orang tua. Sementara orang tua masih menangani strategik perusahaan, urusan operasional telah dibagikan ke anak dan menantunya dengan jabatan yang berbeda-beda.
Di dalam keluarga, orang tua (leader) berhasil menanamkan falsafah: “menghormati orang yang lebih tua”. Anak menghormati orang tua, saudara muda menghormati saudara yang lebih tua sehingga hampir tidak pernah ada konflik yang berarti. Orang tua dalam hal ini benar-benar menjadi panutan, keputusannya menjadi keputusan yang wajib dijalankan namun tidak berkesan otoriter karena semua anaknya melakukannya dengan rasa hormat.
Disini terlihat bahwa orang tua dan leader bisa berfungsi dengan sangat baik, dan sekali lagi terlihat bahwa suasana keluarga yang harmonis dibawa ke dalam lingkungan bisnis. Akan sangat menarik untuk diperhatikan bagaimana kisah selanjutnya bila kemudian orang tua (leader) meninggal dunia. Bila salah seorang anak terpilih menjadi pimpinan, falsafah “menghormati yang tua” tentu masih melekat kuat, namun figur orang tua sebagai panutan belum tentu bisa digantikan sepenuhnya oleh anak penggantinya. Akhirnya semua konflik dan solusinya bergantung pada bagaimana leader menyikapinya.

Berikut ini saya lampirkan file presentasi dari tulisan diatas. bagi anda yang tertarik silahkan klik link di bawah ini.

download


---o0o---

Rabu, Mei 06, 2009

Innovate We Can



Tinjauan Buku

Innovate We Can! Manajemen Inovasi dan Penciptaan Nilai
Oleh: Avanti Fontana
Buku dalam Bahasa Indonesia
Penerbit: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2009
Tebal: xxviii+316 halaman
Ukuran Buku: 16,5 x 23 cm
ISBN: 978-979-02-5671-2
Harga: Rp90.000,-

Innovate, We Can!

MENUNJUKKAN PENTINGNYA INOVASI DI ERA PASCA-BUBBLING

Oleh: Harris Turino, Praktisi Bisnis dan Staf Pengajar Prasetiya Mulya Business School


Kita sering mendengar frasa atau kalimat seperti “inovasi tiada henti,” “inovasi atau mati,” “perusahaan kami selalu aktif berinovasi dengan meluncurkan produk-produk baru,” “sekolah inovatif,” “iklan paling inovatif,” dan “maju bermodal inovasi.” Apakah kita sebagai pelanggan benar-benar tahu dan bisa merasakan hasil inovasi yang telah mereka lakukan? Dan apakah organisasi yang melakukan ‘inovasi’ benar-benar merasakan manfaat berupa kenaikan kinerja pada bottom linenya? Bila sebuah perusahaan berhasil menurunkan lead time dari 1 jam menjadi 50 menit, apakah bisa disebut inovasi? Mungkin sebagian dari kita terlalu latah dan cenderung ikut-ikutan sehingga semua hal yang berhubungan dengan upaya perbaikan langsung disebut inovasi. Padahal tidak demikian.

Kata inovasi sering digunakan orang untuk memberikan kesan atau konotasi positif, seperti adanya perbaikan (improvement), ke-proaktif-an, keunggulan, hal-hal baru, dan lain-lain. Karena itu kata ini sering muncul dalam presentasi bisnis, tesis ilmiah, seminar, obrolan nonformal, iklan hingga kampanye politik. Banyak literatur manajemen memberikan definisi inovasi dari sudut pandang yang berbeda sehingga pembaca sering menjadi rancu atas batasan, unsur dan scope inovasi yang sebenarnya. Buku Innovate We Can! yang ditulis Avanti Fontana PhD memberikan uraian lengkap tentang serba-serbi inovasi. Setelah membacanya setiap orang akan memperoleh pengetahuan tambahan untuk memastikan aktivitas mana yang bisa disebut inovasi, dan mana yang bukan, serta bagaimana mengimplementasikannya dengan sukses.

Buku Innovate We Can! setidaknya memiliki tiga perbedaan mendasar dibanding buku-buku yang beredar di pasaran. Buku ini bukan hanya ditujukan bagi kalangan akademisi, namun juga praktisi, pengamat, dan pengemar ilmu pengetahuan lainnya. Sebagai sebuah buku, kedalaman kontennya tidak kalah dari jurnal-jurnal akademis, namun disampaikan dalam bahasa yang lebih mudah dipahami oleh orang awam sekalipun.

Selengkapnya akan saya tampilkan nanti. bagi anda yang tertarik dengan artikel ini, silahkan menghubungi saya di "harristk@gmail.com".


Lorenzo's Oil

Resensi Film
Lorenzo’s Oil adalah sebuah film yang dibuat tahun 2001 tentang perjuangan tanpa kenal lelah dan putus asa. Film ini diangkat dari kisah nyata Michaela dan Augusto Odone, immigrant asal Italia, yang anaknya divonis mengidap penyakit langka Adrenoleukodystrophy (ALD).
Kisahnya berawal pada bulan Juli 1983 ketika keluarga Odone sedang berlibur di Afrika. Dilukiskan Lorenzo adalah seorang anak kecil berusia 5 tahun yang cerdas, energic dan senang bergaul. Beberapa bulan setelah kembali ke Washington DC, Lorenzo mulai menunjukkan tanda-tanda perubahan, diawali dengan perilakunya yang cenderung hiper active. Hasil test di rumah sakit oleh Dr. Judalon menunjukkan bahwa Lorenzo mengidap penyakit ALD yang tergolong langka. ALD adalah jenis penyakit degeneratif yang hanya diturunkan pada anak laki-laki dan memiliki tingkat fatalitas mendekati 100% dan biasanya penderita akan meninggal dunia dalamkurun waktu 24 bulan sejak didiagnosa. Saat itu dunia kedokteran belum menemukan terapi yang bisa menangani jenis penyakit tersebut. Beberapa ilmuwan yang dipelopori oleh professor Gus Nikolais melakukan percobaaan pembatasan asupan makanan lemak jenuh untuk mengurangi tumpukan lemak di otak yang merusak selubung otak (myelin), tetapi semua usaha tersebut gagal. Kondisi Lorenzo memburuk, dia kehilangan kemampuan berjalan, berbicara bahkan selalu tersedak oleh liurnya sendiri.
Karena menganggap bahwa mereka tidak mendapatkan dukungan sepenuhnya dari para dokter di rumah sakit, maka Augusto memutuskan untuk melakukan riset sendiri di bidang biochemistry dan neurology dan akhirnya memutuskan untuk melakukan percobaan pemberian asupan minyak zaitun (olive oil). Ternyata terapi ini berhasil mengurangi kadar lemak jenuh di tubuh Lorenzo sebanyak 50 %, tetapi tetap tidak bisa mengembalikan ke posisi normal. Augusto melanjutkan penelitiannya tentang Erucic Oil, yang sebenarnya berbahaya bagi kondisi jantung manusia dan belum ada penelitian resmi tentang penggunaan terapi ini. Keberanian Augusto membawa hasil dan terapi ini membuat kadar lemak jenuh dalam darah Lorenzo kembali pada kondisi normal. Atas keberhasilannya ini Augusto mendapatkan gelar kehormatan dokter.
Pada akhir film diceritakan bahwa sampai saat ini Lorenzo masih hidup dan sudah mulai bisa menggerakan anggota tubuhnya bahkan berkomunikasi menggunakan komputer.

Jumat, Mei 01, 2009

Clean Car Wars

Resensi Buku
Argumentasi Pengarang
Isu polusi udara telah berkembang sejak tahun 1952 ketika beberapa kota di Inggris dan Amerika tercemar kabut asap industri, dan memicu dikeluarkannya Clean Air Act tahun 1955 (Amerika) dan 1956 (Inggris). Salah satu sumber polusi terbesar adalah gas pembuangan mesin kendaraan bermotor, termasuk mobil, yang terdiri dari karbon monoksida (CO), hidro karbon (HC), nitrogen oksida (NOx), dan khusus mesin diesel ada tambahan particulate matter (PM). Karena itu Amerika dan beberapa negara industri merevisi Clean Air Act secara berkala untuk memperketat standar emisi (1963, 1970, 1977, 1990, 2003 dan 2007), hingga pada tahun 1992 PBB perlu mengadakan Earth Summit yang dilanjutkan dengan Kyoto Protocol tahun 1997.

Clean Air Act tahun 1970, menetapkan standar emisi yang wajib dipenuhi mobil-mobil yang akan dijual di Amerika mulai tahun 1975. Sementara itu, pada saat bersamaan terjadi krisis Terusan Suez yang berimbas pada embargo minyak dunia oleh negara-negara Timur Tengah. Menghadapi situasi ini, sangat jelas bagi produsen mobil dunia bahwa tren pasar otomotif masa depan adalah bagaimana menciptakan kendaraan yang ramah lingkungan dan efisien bahan bakar, khususnya minyak fosil. Dalam buku “Clean Car Wars”, Yozo Hasegawa (penulis) menjelaskan perang strategi yang dijalankan oleh raksasa otomotif, khususnya menyoroti keberhasilan Toyota dan Honda mengungguli The Big-Three: GM, Ford dan DaimlerChrysler, dalam mewujudkan eco-friendly autos (green car).
Ketika industri otomotif cenderung pesimis memenuhi standar emisi Clean Air Act 1970 dalam waktu 5 tahun, Honda mengejutkan dunia dengan penemuan teknologi CVCC (compound vortex controlled combustion) tahun 1971. Dan seperti yang telah direncanakan, akhirnya Honda Civic berteknologi CVCC mulai dijual di Jepang tahun 1973, dan memperoleh sertifikat lulus uji emisi di Amerika tahun 1975. Beberapa produsen kemudian mulai mengadopsi teknologi tersebut, termasuk Toyota pada akhir 1973, dengan inovasinya masing-masing. Toyota kemudian bekerja sama dengan GM tahun 1984 untuk mengembang-kan teknologi bersama. Namun apapun inovasi yang dikembangkan kompetitor, dunia telah mengenal brand Honda sebagai produsen green car saat itu.
Ini adalah awal perlombaan menuju mobil yang pure ramah lingkungan. Generasi berikutnya adalah menghilangkan ketergantungan pada minyak fosil dan menggantinya dengan tenaga listrik atau electric vehicle (EV), baik untuk mesin combustion maupun diesel. Mesin diesel unggul pada efisiensi bahan bakar dan emisi, namun adanya PM membuat mesin ini dilarang (sangat diperketat) di Jepang dan Amerika. Untuk Eropa, mesin diesel banyak digunakan dan wajib memenuhi standar emisi Euro I (2000), Euro II (2005), Euro III dan Euro IV (2010). Sebagai sumber listriknya, EV bisa menggunakan baterei, gas, bioetanol maupun fuel-cell. Namun teknologi EV yang benar-benar bebas dari minyak fosil ternyata masih jauh terjangkau, sehingga para produsen menerapkan teknologi “antara”, yaitu hybrid (gabungan mesin bertenaga listrik dan minyak fosil). Teknologi hybrid kemudian terbukti bisa meningkatkan efisiensi bahan bakar cukup signifikan.
Honda kembali menjadi yang pertama ketika pada tahun 1988 membentuk tim untuk mengembangkan mobil hybrid untuk menuju EV dan teknologi new-diesel. Toyota, yang pada tahun 1992 mengalami penurunan kinerja sangat signifikan, melakukan restrukturisasi besar-besaran dan mencanangkan G21 project (proyek pengembangan mobil generasi abad 21). Sementara GM baru mulai fokus mengembangkan hybrid pada pertengahan 1990-an. Honda menunjukan keunggulannya lagi dengan mengeluarkan protoypte Civic hybrid tahun 1991, test-driving (1996) dan launching (April 1997). Namun mobil ini tidak efisien karena sangat mahal dan berat akibat besarnya baterei untuk menggerakan mesin listriknya, sehingga masyarakat kurang antusias menanggapinya.
Di tempat lain, Toyota melakukan usaha yang luar biasa dengan membentuk beberapa tim riset seperti hybrid engine, car design, software development, hybrid battery (bekerja sama dengan Panasonic), mengakuisi Isuzu (pengembangan mesin diesel), meningkatkan jam lembur, mengurangi hari libur dan termasuk mengganti CEO-nya dua kali. Hampir semua komponen proyek hybrid akhirnya diproduksi sendiri (subsidiary). Launching perdana yang semula dijadwalkan tahun 1998, diubah menjadi Agustus 1997 agar bisa ditampilkan pada Tokyo Motor Show (TMS), Oktober 1997, dan mengambil momentum The Third United Nation Framework Convention on Climate Change di Kyoto, Desember 1997. Semuanya berjalan sesuai rencana, Toyota 1.5-liter Prius diluncurkan pada TMS dan kemudian memperoleh penghargaan Japan’s Car of the Year 2007. Target penjualan yang semula diprediksi hanya 1.000 unit per bulan, menjadi 2.000 unit pada November dan 3.500 unit sebulan kemudian. Dilain pihak Honda menerapkan sistem VTEC dan menggunakan baterei NiMH untuk mulai memproduksi Honda 1.0-liter Insight tahun 1999. Sementara GM belum menunjukan hasil produksinya, dan Ford bahkan mengadopsi sistem hybrid Prius generasi kedua tahun 2004. Kali ini perlombaan dimenangkan oleh Toyota secara mutlak, dan dunia mengenal Toyota Prius sebagai hybrid car, bukan Honda Insight.
Memasuki periode ketiga perlombaan, selain pengembangan mesin diesel, Toyota dan Honda saat ini sedang menuju pengembangan EV menggunakan fuel-cell (bahan bakar hidrogen direaksikan dengan oksigen yang diambil dari udara). GM mengembangkan platform E-flex, yaitu sistem motor elektrik yang bisa menggunakan berbagai bahan bakar seperti fuel-cell, bioetanol maupun plug-in battery (baterei yang bisa dilepas dan diisi ulang di rumah). Hambatan teknologi ini adalah pada keseimbangan antara ukuran baterei dan kapasitas daya listriknya. Hampir serupa dengan GM, Ford menggantungkan masa depannya pada plug-in hydrogen hybrid concept. Sementara DaimlerChrysler, yang memang superior dibidang mesin diesel, mengembangkan teknologi BlueTec (sistem yang bisa mereduksi NOx secara signifikan) dan mulai mengembangkan sayapnya ke riset mesin combustion dengan bahan bakar biofuel, hybrid dan fuel-cell. Beberapa produsen otomotif lainnya juga melakukan strategi serupa, seperti BMW fokus pada bahan bakar hidrogen, Nissan pada fuel-cell dan hybrid, Renault pada mesin diesel berbahan bakar bioetanol.
Apa yang menjadi kunci keberhasilan Toyota dan Honda meraih kesuksesannya pada masa transisi hingga sekarang? Toyota dan Honda memiliki tradisi kuat yang diturunkan dari semangat founding father-nya merumuskan visi masa depan dan secepat mungkin mewujudkannya. Kekuatan Toyota terletak pada down-to-earth style management yang diturunkan dari Sakichi dan Kiichiro Toyoda (co-founding father). Mereka merumuskan lima filosofi yang mendasari mentalitas karyawannya, yaitu: challenge, improvement, reality, respect, teamwork yang intinya adalah continuous improvement and respect others. Filosofi ini yang pada tahun 2001 diuraikan kembali oleh Presiden Fujio Cho menjadi The Toyota Way (koryo). Sedangkan Honda didasarkan pada mentalitas pursuit of dream. Soichiro Honda sebagai founding father merumuskan filosofi The Three Joys: Joy of Producing, Joy of Selling, Joy of Buying. Mereka fokus pada inovasi produk yang diyakini sebagai jembatan untuk memimpin masa depan.
Yozo Hasegawa adalah mantan jurnalis majalah bisnis dan luar negeri, khususnya yang menyangkut dunia otomotif dan telah bertemu dengan banyak CEO dari GM, Toyota, Honda, Nissan dan lain-lain. Buku ini merupakan hasil pengamatan dan pengalamannya selama lebih dari 20 tahun. Saat ini dia bekerja sebagai dosen di Univesitas Teikyo, asisten profesor di Universitas Gakushin dan komentator di televisi dan radio.

Tanggapan
* Menurut saya, dalam buku ini ada beberapa bagian yang seharusnya bisa dikembangkan menjadi lebih baik, yaitu:
* Pada bab terakhir, analisa winning strategy-nya terlalu singkat atau bisa dikatakan dangkal. Apakah faktor terbesar keberhasilan Toyota dan Honda memang hanya pada corporate value yang diturunkan dari founding father-nya atau kemulusannya dalam suksesi pimpinan? Jauh lebih baik bila pada analisa tersebut juga diuraikan faktor-faktor lain seperti struktur organisasi, sistem managemen, business strategy, budaya perusahaan, perbandingan kaizen dan six-sigma dan lain-lain. Hasegawa sebagai orang Jepang, terlalu Japan centre. Bila memang corporate value adalah sebagai differentiator utama, seharusnya dia juga menyajikan corporate value-nya GM dan Ford sehingga pembaca bisa membandingkan isinya. Usia GM dan Ford lebih tua dibanding kedua perusahaan Jepang tersebut, dan seharusnya memiliki budaya dan value yang mengakar kuat juga (diturunkan dari founding father-nya). Apakah Henry Ford tidak menurunkan filosofi kepada keturunannya seperti Bill Ford yang saat ini berada di perusahaan tersebut?
* Kesan yang ditimbulkan setelah membaca buku ini adalah seolah-olah The Detroit’s Big-Three (GM, Ford, DaimlerChrysler) bersikap pasif paska Clean Air Act 1970. Penulis tidak menguraikan aktivitas yang mereka lakukan secara detail selain disinggung sangat sedikit dibeberapa bagian, seperti GM melakukan kerja sama dengan Toyota tahun 1984 (apa hasilnya?), apa reaksi Ford dan DaimlerChrysler setelah Honda menemukan sistem CVCC, dan sebagainya.
Selain itu, GM baru mengembangkan sistem hybrid pada pertengahan 1990-an, sementara Ford baru tahun 2000-an dengan mengadopsi Prius. Tidak ada penjelasan detail apa penyebab GM dan Ford terlambat mengembangkan sistem hybrid dan electric vehicle. Sebagai perusahaan kelas dunia, rasanya tidak masuk akal bila GM dan Ford tidak memahami tren pasar otomotif, setidaknya mereka memperoleh informasi agresivitas kompetitornya di Jepang. Hasegawa yang sering melakukan interview dengan para CEO seharusnya bisa mendapatkan jawabannya dari mereka.
* Akan lebih menarik bila penulis juga menampilkan angka-angka perbandingkan dalam bentuk grafik seperti: pasar otomotif tiap kawasan, data aktual peningkatan emisi dari masa ke masa, standar emisi tiap revisi Clean Air Act atau Earth Summit, penjualan mobil antar automaker, perbandingan penjualan beberapa green car paska dikeluarkannya Prius.
Sorotan yang saya sebutkan di atas bukan untuk mengatakan bahwa analisa penulis tidak benar, namun alangkah lebih baik bila disajikan secara berimbang dari masa ke masa sehingga obyektivitasnya terjaga dan lebih meyakinkan bagi pembacanya. Pembaca yang ingin mendalami rahasia masing-masing brand tersebut bisa membaca buku seperti Toyota Way (2001), Honda Way (2007) dan sebagainya
* Terlepas dari hal tersebut, buku ini memberikan banyak sekali informasi tentang perkembangan tren otomotif dunia. Pembaca yang awam biasanya hanya mengerti Prius sebagai mobil ramah lingkungan. Padahal beberapa model walaupun tetap menggunakan nama lama, telah menggunakan teknologi semi electric vehicle seperti Ford Escape, New CRV, Chevrolet Volt, Mercury Mariner dan lain-lain. Pembaca juga mendapat informasi seperti mengapa Toyota Prius menjadi sangat terkenal, apa perbedaan green car keluaran GM, Ford, Toyota, Honda, gambaran perkembangan teknologi mobil masa depan (electric vehicle dengan fuel-cell dan/atau biofuel) dan masing-masing teknologi yang dikembangkan para automaker.
* Sebagaimana bisa disaksikan pada film Gung Ho (1986) yang dibintangi Michael Keaton dan Gedde Watanabe arahan sutradara Ron Howard, terlihat bahwa rata-rata mental kerja keras orang Jepang cenderung lebih tinggi dari orang Amerika. Dalam film digambarkan bagaimana pekerja Amerika lebih banyak menuntut fasilitas sebelum menunjukan hasil kerjanya. Sementara pekerja Jepang cenderung serius, kaku dan sangat fokus terhadap pekerjaannya. Menurut saya ini bukan sekedar skenario film, namun merupakan gambaran fakta yang sebenarnya. Salah satu penyebabnya bisa dilihat dari faktor sejarah, yaitu keinginan kuat orang Jepang untuk bangkit paska kekalahannya pada Perang Dunia II dan kenyataan bahwa mereka hampir tidak memiliki sumber daya alam, seperti minyak bumi yang sangat dibutuhkan dalam industri. Perusahaan Jepang seperti Toyota, Honda, Sony selain maju dalam bidang teknologi mereka selalu menekankan efficiency (waktu, biaya, tenaga dan resources). Dan seperti disebutkan juga oleh Hasegawa, mereka lebih mengutamakan kerjasama tim dan melihat karyawan sebagai mitra kerja. Para eksekutif Jepang cenderung tidak menonjolkan kemewahan dan ke-ekslusif-an yang mencolok.
Sebaliknya perusahaan-perusahaan di Amerika yang merasa memiliki teknologi lebih maju dan standar kehidupan tinggi, mengalami problem kesenjangan sosial yang hebat. Tidak mengherankan saat krisis global seperti sekarang ini, The Big-Three menjadi limbung dan menuju keruntuhan (bangkrut). Harga saham mereka anjlok drastis, S&P 500 bahkan menurunkan bond rating mereka menjadi junk bond (dibawah BBB), dan saat ini mereka sedang meminta bantuan progam bail out dari pemerintah Amerika lebih dari r $50 milliar (Rp. 500 triliun). Yang menarik adalah saat pertemuan di Capitol Hill (sehubungan dengan bail out tersebut), semua eksekutif datang dengan pesawat jet pribadi masing-masing yang merupakan fasilitas perusahaan. Hal ini sempat disindir oleh anggota konggres, Brad Sherman dengan mengatakan “Acungkan tangan bagi mereka yang datang tidak menggunakan pesawat pribadi”.
Toyota dan Honda juga terimbas krisis global karena sekitar 60% penjualan mereka ada di pasar Amerika. Bila GM mengalami penurunan penjulan 16% pada triwulan III-2008, penjualan Toyota justru anjlok 32% lebih di pasar Amerika. Namun mental efisiensi dan kearifan berperilaku pada eksekutifnya yang membuat mereka masih kokoh bertahan. Ini adalah salah satu contoh kecil implementasi corporate value seperti diuraikan Hasegawa dalam buku ini. Contoh tersebut bisa memberikan sedikit gambaran tentang perbedaan aktivitas bisnis dan etos kerja di perusahaan Jepang dan Amerika yang tidak sempat diuraikan penulis sebagai bahan perbandingan bagi pembacanya.

* Peningkatan polusi udara sudah mulai terjadi sejak pertengahan tahun 1800-an. Namun isu baru ramai dibicarakan pada tahun 1950-an. Amerka, Eropa Barat dan Rusia merupakan negara penyumbang emisi gas karbon terbesar di dunia. Hal ini disebabkan karena selain sebagai negara industri, Amerika juga merupakan pasar otomotif yang sangat besar. Berdasarkan data 2007, pasar otomotif dunia sekitar 73 juta unit, dimana 19,4 juta berada di Amerika dan Kanada, Eropa 22,9 juta, Asia Pasifik 21,4 juta, Amerika Lation 2,4 juta. Sedangkan selama tahun 1990-an pertumbuhan terbesar berada di China, India, Brasil dan China. Pada tabel di bawah ini bisa dilihat perubahan emisi gas CO2 terbesar di beberapa negara.
* Selain isu polusi udara yang memicu lahirnya beberapa Clean Air Act beserta revisinya, isu krisis energi tahun 1973 akibat embargo minyak dari negara-negara Timur Tengah membuat Amerika mengeluarkan regulasi standar efisiensi bahan bakar tahun 1975 yang disebut Corporate Average Fuel Economy (CAFÉ). Salah satu parameter yang digunakan adalah mpg (miles per gallon).



Gambar-1 di atas adalah standar CAFÉ untuk light truck dan passenger car. Sedangkan gambar-2 adalah standar dan aktual CAFÉ vs. harga minyak dunia per gallon. Terlihat bahwa sejak regulasi dikeluarkan, rata-rata CAFÉ per kendaraan menjadi lebih efisien. Regulasi kemudian direvisi pada Maret 2006 untuk menentukan standar CAFÉ yang baru berdasarkan ukuran mobil (footprint).



---o0o---