Selasa, September 06, 2011

Kisah Mendaki Gunung Rinjani

Menjelang tanggal 17 Agustus yang lalu saya diajak rekan bisnis saya untuk mendaki gunung Rinjani yang terletak di Lombok Utara. Menurut informasi gunung Rinjani adalah gunung ketiga tertinggi di Indonesia, dengan ketinggian puncak di 3726 m. Gunung tertinggi di Indonesia adalah Puncak Jayawijaya sedangkan yang kedua adalah Gunung Lauzer di Aceh. Keduanya saat ini tidak mungkin didaki karena faktor keamanan dan keselamatan. Mendaki gunung adalah kosa kata yang tidak akrab dalam kehidupan saya. Seumur hidup saya belum pernah mendaki gunung. Tetapi kali ini saya menerima tantangan tersebut. Antusiasme memotret pemandangan yang indah begitu menggelora. Lagian rekan-rekan anggota team pendaki berusaha meyakinkan bahwa pendakian ini adalah pendakian eksekutif di mana kita benar-benar hanya membawa badan saja. Seluruh barang bawaan kita akan digotong dan dipikul oleh porter. Dari 10 anggota team pendakian kelompok kami, kami didampingi oleh 11 orang porter dan 2 orang guide, jadi total 13 orang team pendamping.

Pendakian dimulai jam 9 pagi dari desa Sembalun Lawang setelah malam sebelumnya kita menginap di Villa Senaru. Awalnya perjalanan relatif datar dengan melewati sawah dan ladang. Setelah berjalan 2 jam, baru mulai terasa agak menanjak melewati padang ilalang. Senda gurau masih mewarnai awal perjalanan ini karena kondisi fisik yang masih sangat bugar dan matahari pagi yang belum terlalu menyengat. Tepat jam 12 siang kami istirahat setelah melewati pos pemberhentian 1. Sementara porter mempersiapkan makan siang nasi goreng, kami leyeh-leyeh beralaskan tikar biru memandang birunya langit di pulau Lombok.

Selesai makan siang kami melanjutkan perjalanan menuju ke pos 2. Kali ini tanjakan sudah semakin tinggi dan terik matahari mulai menyengat. Setelah sampai di pos 2 dan beristirahat sejenak kami melanjutkan perjalanan menuju ke pos 3. Padang savana yang kering kerontang dan tanjakan curam tiada habis-habisnya. Sampai di pos 3 terpaksa kami beristirahat lagi selama 30 menit untuk mengembalikan stamina untuk memulai pendakian melewati bukit penyesalan menuju ke puncak. Perjalanan ini benar-benar menyita seluruh energi yang kami miliki. Tanjakan bebetuan yang sangat curam, disertai kerikil-kerikil yang licin untuk dipijak benar-benar menjadikan ini adalah bukit penyesalan. Dinamakan bukit penyesalan karena sudah terlanjur jalan jauh dan tidak mungkin untuk kembali ke titik asal, sementara tanjakan di depan masih terlalu sulit dan melelahkan untuk didaki. Kekompakan anggota team pendaki dan dukungan dari team porter pendampinglah, serta semangat juanglah yang memaksa kami untuk terus melangkah. Hampir tiap 5 langkah saya menyender di pohon atau merebahkan badan di jalanan, menarik nafas terengah-engah untuk tidak nggelondor lagi ke bawah. Kaki sudah sama sekali tidak terkontrol dan punggung pegal membungkuk demi sekedar tidak melorot. Tanjakan terakhir yang menukik lebih dari 45 derajat sepanjang hanya 200 m, saya tempuh dalam waktu lebih dari satu jam. Ketika anggota rombongan lain sudah sampai di puncak dan berteriak-teriak memberikan semangat kepada saya, pikiranku cuman satu. Saya ndak boleh larut dalam ephoria dengan memacu pendakian lebih cepat karena bisa-bisa malahan melorot lagi ke bawah. Konsisten dan persisten dengan sisa-sisa tenaga yang ada, satu demi satu rayap (bukan langkah lagi karena memang kaki sudah tidak mampu untuk melangkah) aku mendaki dan mencapai puncak tetap jam 18.00. Pelukan semua anggota team pendaki sedikit mengobati kepenatan tiada tara. Apalagi melihat pemandangan sekeliling yang begitu indah menjelang turunnya matahari di ufuk barat. Dua botol pocari langsung ludes masuk ke perut.

Setelah menikmati makan malam nasi goreng yang terasa sangat enak, tanpa perlu mandi, kami tidur di tenda yang sudah dipersiapkan oleh porter. Menjelang jam 11 malam angin sangat kencang menerpa. Bunyi tiupan angin bagiku yang tidur sendirian di tenda benar-benar sangat mengerikan. Jujur aja saya takut kalau tenda terbawa terbang masuk ke jurang, karena permukaan rata tempat kami menginap hanya selebar kira-kira 20 meteran dengan sisi kiri dan kanan sudah menukik tajam ke bawah. Akibat tiupan angin posisi tenda sampai miring. Saya bangunkan tour guide untuk memastikan bahwa pasak-pasak tenda terpasang sempurna. Ternyata anggota team yang lain juga didera ketakutan yang sama. Tapi tour guide setelah mengecek semua pasak-pasak tenda, memastikan bahwa semuanya aman sentosa. Emang sih anginnya ndak masuk ke dalam tenda, tapi hanya meniup tenda sampai miring 45 derajad. Untung kelelahan badan membuat tidur tetap pulas.

Jam 3 pagi kami dibangunkan untuk melihat terbitnya matahari dari puncak Rinjani. Beberapa di antara kami yang berminat melihat sunrise dari bukit masih harus mendaki lagi kira-kira 2 jam untuk melihat terbitnya matahari. Jalanan menuju puncak benar-benar mengerikan. Jalan setapak sempit yang berisi bebatuan besar dengan sisi kiri dan kanan jurang. Di tengah kegelapan pagi, dengan senter di kepala, satu demi satu langkah semua merayap, kadang rebah menghidari tiupan angin. Maju dua langkah, terpeleset 5 langkah. Ediun tenan.

Menjelang siang kami turun ke Danau Segara Anakan. Perjalanan ditempuh dalam waktu 4 jam, terus turun menukik sampai ke ketinggian 2200an m. Satu jam pertama relatif masih ok, tetapi 2 jam berikutnya benar-benar neraka. Turunan sangat terjal di samping jurang melewati bebatuan besar memaksa kami menggunakan punggung, pantat dan kadang-kadang terpaksa tangan bergelantungan. Terpeleset sedikit bisa bubar jalan terjun ke jurang. Untung kami semua bahu-membahu selamat. Satu jam terakhir jalanan turun di tepian sawah yang bisa ditempuh dengan bernyanyi-nyanyi kecil. Sesampainya di Danau Segara Anakan, kami langsung mandi di kolam alami air panas, merendam kaki dan badan, serta tidak lupa mencari pojokan buat boker. Tidak tersedia tempat buang air di Rinjani, tapi ketika tekanan perut sudah semakin tinggi, di manapun nikmat rasanya. Malam itu kami bermalam di tepian danau. Angin tidak sekencang waktu di puncak Rinjani, tapi tikus-tikus kecil banyak berkeliaran di sekitaran tempat kami menginap. Kembali lagi keletihan badan membuat kami tetap bisa tidur dengan sangat nyenyak.

Ketika subuh menjelang, kami siap-siap kembali mendaki ke sisi lain dari gunung Rinjani, yaitu menuju Plawangan Senaru di ketinggian 2641 m. Tepat jam 7 pagi kami mulai menyusuri tepian danau yang begitu indah. Lalu kembali menanjak melalui bebatuan yang sangat terjal. Bagi kami ini adalah tanjakan yang paling berbahaya karena jalanan setapak yang begitu sempit di lereng gunung yang curam dengan jurang yang menganga. Setelah berjalan 3 jam, kami beristirahat di Batu Datar, lalu melanjutkan lagi pendakian menuju Plawangan Senaru. Tepat pukul 12 kami sampai di Plawangan Senaru dan ini adalah tanjakan terakhir. Dari ketinggian kami memandang di kejauhan rute-rute yang kami lalui selama 2 hari. Sungguh tidak bisa dipercaya bahwa kami akhirnya mampu melaluinya dengan selamat.

Setelah istirahat makan siang, kami mulai perjalanan 6 jam turun terus menuju ke desa Senaru. 2 jam pertama perjalanan turun penuh dengan pasir halus dan debu yang begitu menyiksa. Beberapa kali kami terpeleset dan jatuh terduduk. Buat saya pribadi, turun jauh lebih ringan dibandingkan menanjak, terutama dari segi nafas. Ketika menanjak nafas benar-benar tersengal-sengal akibat menguapnya asap marlboro yang selama ini aku hisap. Turunan memang bikin kaki, terutama jempol dan lutut pegel, tapi minimal saya sudah terbiasa jalan minimal 6 kilometer per minggu di golf course. Ini benar-benar membantu. Kalau soal tanjakan, nyerah deh. 4 jam berikutnya kami berjalan memasuki hutan dan melangkah di antara akar-akar pepohonan tinggi. Kembali lagi ini adalah rute turun yang menyenangkan. Ndak terlalu banyak istirahat di masing-masing pos pemberhentian menuju ke desa Senaru. Akhirnya tepat jam 18.30 kami tiba di desa. Setelah membereskan barang barang dan upacara perpisahan dengan team pendamping, kami langsung naek mobil menuju ke hotel di kawasan Senggigi. 2 jam perjalanan dengan mobil dipenuhi dengan cerita-cerita dan pengalaman lucu sepanjang 3 hari pendakian Rinjani. Sesampai di kawasan Senggigi, kami langsung menuju ke rumah makan. Tekadnya cuman satu, yaitu makan enak. Ternyata begitu turun dari mobil, kami kami semua sulit untuk digerakkan. Dengan terpincang-pincang kami tertatih-tatih. Orang-orang yang melihat kami, mungkin bertanya-tanya, tapi kami tidak perduli. Satu kebanggaan yang terpancar dibalik kepincangan kami, yaitu “Kami baru menakhlukkan Rinjani”. Ha…

Dari pengalaman yang begitu indah dan mengesankan selama 3 hari, saya melihat ada beberapa hal yang perlu diperbaiki oleh Pemda di Rinjani, yaitu:
1. WC umum harus disediakan, sehingga pendaki tidak perlu buang air besar/kecil di sembarang pojokan.
2. Tempat pembuangan sampah perlu disediakan sehingga kebersihan Rinjani bisa lebih terjaga.
3. Beberapa area pendakian atau penurunan, terutama dari penurunan dari puncak Rinjani menuju ke Danau Segara Anakan serta pendakian dari Danau Segara ke Plawangan Senaru perlu diberi pengaman. Rute ini sangat berbahaya. Meleset sedikit bisa benar-benar menghadap giam loo ong.
4. Perlu dikoordinir trekking tour pendakian ke Rinjani sehingga bisa dilakukan kerja sama antar tour agar perlengkapan dasar seperti alat-alat memasak, alat-alat perkemahan bisa ditinggal di puncak atau pos-pos tertentu, sehingga tidak setiap kelompok pendakian membawa perlengkapan tersebut dari bawah sendiri-sendiri.
5. Sebagai salah satu tambahan bagi pendapatan daerah bisa dipikirkan untuk dibuatkan Sertifikat yang dijual kepada para pendaki yang berhasil menyelesaikan proses pendakian. Jika 1 sertifikat bisa dijual 100 rebu rupiah, maka sehari bisa didapatkan tambahan penghasilan 50 juta rupiah bagi Pemda, karena saya amati paling sedikit ada 500 orang yang mendaki setiap hari selama musim pendakian dari Juni sampai September. Dana ini bisa digunakan untuk menambah fasilitas bagi pendaki. Yang menarik lainnya adalah 70 – 80 % dari pendaki adalah orang asing.
Semoga sharing ini bermanfaat.

Silahkan nikmati beberapa foto dari Rinjani di http://harristurino.multiply.com/