Jumat, Agustus 23, 2013

Reuni Perak Batalyon Adhi Pradana

22 Agustus 2013 Reuni Perak Batalyon Adhi Pradana Dua puluh lima tahun bukanlah waktu yang singkat dalam perjalanan karier seseorang. Bahkan boleh dikatakan inilah masa-masa di mana seseorang menapaki karier tertinggi dalam kehidupannya. Hari ini rekan-rekan Polri alumni Akpol tahun 1988 yang tergabung dalam Batalyon Adhi Pradana merayakan puncak acara reuni perak pengabdian selama 25 tahun. Acaranya sendiri sebenarnya sudah dimulai sejak semalam, yaitu diawali dengan makan malam bersama di hotel Patra Jasa Semarang. Kebetulan saya mendapatkan kehormatan untuk bisa menjadi anggota kehormatan Batalyon Adhi Pradana, maka saya hadir pada acara istimewa ini. Dari total anggota Batalyon Adhi Pradana sebanyak 220 orang, 150 orang di antaranya hadir pada acara reuni kali ini. Sungguh satu prestasi yang luar biasa. Di kalangan sipil saja sulit sekali mengumpulkan alumni satu angkatan sebanyak itu dalam suatu acara reuni. Bahkan buat kalangan Polri sendiri, ini juga suatu persentase kehadiran yang istimewa bila dibandingkan dengan rekan-rekan seniornya yang sudah pernah merayakan reuni perak di tahun-tahun sebelumnya. Sebagian besar anggota Batalyon Adhi Pradana, yaitu lebih dari 170 orang sudah menyandang pangkat Kombes, bahkan ada 3 orang di antaranya sudah menyandang satu bintang di pundaknya dan satu orang lagi sudah menduduki job bintang satu juga. Bagi seorang prajurit, pangkat Kombes (atau kolonel di TNI) sebenarnya adalah pencapaian pangkat tertinggi. Lambangnya saja 3 melati di pundak. Melati itu tumbuh dari bumi, maka pangkat Kombes memang harus diraih dari prestasi dan perjuangan dari bawah. Sedangkan bintang (baca: Jenderal) khan turunnya dari langit. Berarti sudah berada di luar kendali kita. Di sinilah makna LUCK (keberuntungan) berperan. Tentu yang saya maksud keberuntungan adalah suatu kombinasi dari kompetensi (di dalam kontrol kita) dan kesempatan yang muncul (di luar kendali kita). Jadi para "Melati di Tapal Batas, Menanti Bintang Jatuh" ini sebenarnya memang harus banyak berdoa dan bekerja sebaik mungkin agar "Semesta Mendukung". He... Dari pengamatan saya pribadi yang sudah bergaul cukup lama dengan rekan-rekan polisi, saya yakin dalam waktu dekat akan ada beberapa lagi rekan Batalyon Adhi Pradana yang akan ketiban bintang. Semoga mereka-mereka yang terbaiklah yang segera mendapatkannya, sehingga bisa lebih memberikan warna yang lebih baik bagi Polri secara keseluruhan. Keikut-sertaanku dalam acara reuni perak Batalyon Adhi Pradana ini sebenarnya berawal 14 tahun yang lalu, ketika aku mengambil studi lanjut di program pascasarjana Kajian Ilmu Kepolisian. Saat itu 12 dari 30 mahasiswa program KIK tersebut adalah anggota Batalyon Adhi Pradana. Semuanya rekan AP saat itu masih berpangkat Kapten. Kami sering bergurau dengan saling menyebut "kutu kupret" untuk melambangkan bahwa mereka memang masih kelas "kutu kupret" alias bukan siapa-siapa. Saya masih ingat ketika kami sama-sama merayakan kenaikan pangkat mereka menjadi Mayor di tahun 1999. Masih terbayang betapa bangganya mereka menyandang sebuah melati di pundaknya sebagai simbol dari Perwira Menengah. Bahkan sampai saat ini saya masih sering memanggil mereka dengan pangkat MAYOR. Dari situlah saya jadi sering mengikuti kegiatan-kegiatan Batalyon Adhi Pradana dan akhirnya secara resmi diakui sebagai anggota kehormatan Batalyon Adhi Pradana. Terima kasih rekan-rekan atas penghargaan yang diberikan kepada saya. Acara reuni pagi ini diawali dengan penyambutan resmi peserta reuni perak Batalyon Adhi Pradana oleh Gubernur Akpol di Lapangan Bhayangkara Akpol. Semua rekan-rekan mengenakan baju PDH Polri lengkap dengan baret Sabharanya. Saya sendiri sebagai anggota kehormatan mengenakan jas lengkap dengan baret Sabhara. Waktu difoto tampak keren juga ya kalau saya pakai baret. He... Sesudah penyambutan dilanjutkan dengan menyaksikan parade dan permainan drumband taruna Akpol tingkat dua. Wow, mereka benar-benar profesional dalam memainkan drum tersebut. Beberapa rekan cerita bahwa Batalyon Adhi Pradana adalah satu-satunya Batalyon yang tidak memiliki tim drumband akibat perubahan sistem di pendidikan Akpol di tahun 1988 dari 4 tahun pendidikan menjadi 3+1 tahun pendidikan dan pasis. Perubahan sistem itulah yang juga membuat adanya 2 Batalyon di tahun 1988, yaitu yang masuk tahun 1984 dan lulus 1988, batalyon AW, dan yang masuk tahun 1985 dan lulus juga tahun 1988, batalyon Adhi Pradana. Kedua batalyon ini dilantik bersama oleh Presiden Soeharto. Kembali ke soal pertunjukan drumband taruna-taruni, gerakan-gerakan mereka sangat gesit dan trengginas. Beberapa atriksi khayang sambil mukul drumb, bas yang diputar-putar sampai mayoret yang melempar-lempat stick komando diperagakan dengan sangat baik. Kalau ada pertandingan drumband, saya yakin tim Akpol dan Akmil akan menjadi yang terbaik. Di swasta sulit sekali menciptakan kedisiplinan dan punya waktu sebanyak itu untuk latihan. Acara dilanjutkan dengan seremoni serah terima Aula Adhi Pradana yang sudah direnovasi oleh rekan-rekan Batalyon Adhi Pradana. Di samping kiri dan kanan Aula nan megah itu berdiri masing-masing 8 buah pohon palem yang melambangkan angka 88. Acara pelepasan burung juga mewarnai seremoni ini yang melambangkan anggota Batalyon Adhi Pradana yang sudah melanglang buana bumi nusantara dalam berkarya. Selanjutnya kami memasuki beberapa ruangan tempat rekan-rekan dulu kuliah. Semuanya duduk berbanjar mencoba menirukan gaya-gaya taruna mereka 28 tahun yang lalu. Lucu sekali karena beberapa kursi kuliah sudah ndak muat mereka duduki. Tetapi akibat dipaksa maka kursinya tetap menempel di bokong ketika mereka berdiri. Ha..... Acara selanjutnya adalah seremoni upacara di lapangan di mana masing-masing rekan dibagi menjadi 5 kompi tempat asal mereka dahulu. Acara diawali dengan laporan dari masing-masing kumandan kompi kepada mantan kumandan batalyon Adhi Pradana. Sang Kumendan Batalyon kelihatannya sudah purna tugas dengan pangkat terakhir Kolonel Polisi, sementara 2 dari 5 Kumendan kompi yang lapor adalah seorang Brigadir Jenderal. Karena ini hanya seremoni, maka laporannya lucu-lucu. Salah satu yang saya ingat adalah laporan dari kompi 2 dimana komendan kompi melaporkan, "Lapor, kompi dua jumlah 27 hadir 23, 2 nyuci piring dan 2 sakit, siap mengikuti upacara." Lalu diperagakan bagaimana seorang kumandan batalyon dulu menggampar salah satu anggota kompi satu, rekan Kombes Rio, sampai berputar seperti gasing. Celotehan-celotehan lucu dari mantan Kumendan Batalyon yang memanggil tarunanya dengan sebutan "Hai Monyet" juga lucu-lucu. Semua saat ini tertawa, tapi saya yakin "sang monyet" 28 tahun yang lalu pasti tergopoh-gopoh bahkan mungkin terkencing-kencing di"sapa" sang DanYon. Ha..... Upacara dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Mars Batalyon Adhi Pradana dan foto bersama. Sesaat sebelum bubar, kebetulan ada mayor taruna beneran (taruna Akpol tingkat 3) yang lagi upacara siang menjelang makan siang. Beberapa rekan iseng ngerjain sang taruna-taruni itu dan menyuruh mereka untuk berguling-guling di tengah lapangan upacara yang panasnya audubilah. Tanpa berani membantah sepatahpun mereka berguling seperti bola. Beberapa yang sedang jalan disetop dan ditanya siapa nama bapaknya sambil ngomong "nah sekarang saatnya balas dendam". Yang ditanya hanya bungkam dan paling teriak "siap, siap dan siap". He... satu sisi pembentukan budaya disiplin dan kepatuhan organisasi yang tidak pernah saya alami dalam sepanjang karier saya. Sesudah selingan keisengan beberapa rekan, acara dilanjutkan dengan makan siang bersama taruna-taruni tingkat tiga. Kebetulan saya satu meja dengan Kombes Eky Heri, Kombes Jan de Fretes, Kombes Ari (Mayor Lemu), 4 orang taruna dan seorang taruni. Format tempat duduknya memang diset demikian. Begitu sampai meja makan aku langsung nengguk minuman yang tersedia. Maklum haus sesudah panas-panasan di lapangan. Tapi aku lihat kiri dan kanan ternyata ndak ada yang nyentuh makanan atau minuman. Oooo ternyata aturannya adalah makan bersama dan selesai bersama. Aku cuman nyengir kuda. Kombes Jan de Fretes cerita bahwa ketika menjadi taruna junior dulu, acara makan adalah acara yang paling menyiksa, di mana dia dan rekan-rekan lainnya pasti dikerjain oleh para seniornya. Perintah menyantap kulit pisang dan kulit jeruk bahkan menjadi menu wajib kalau diperintah senior. Ndak ada kata menolak. Para taruna dan taruni yang makan bersama kami siang itu duduk dengan sikap sempurna. Tidak bergiming, tidak bersuara, tidak tersenyum sama sekali. Hanya berkata bila ditanya, itupun jawaban pendek-pendek khas militer. Sesudah beberapa sambutan, dan laporan yang diikuti tiupan terompet, baru acara makan dimulai. Yang menarik adalah cara para taruna dan taruni makan. Setelah mohon ijin dari senior, mereka mengambil menu makanan di meja satu persatu bergiliran secara tertib. Setelah menu terbagi adil dan habis, baru mereka minta ijin untuk makan. Makannya bersamaan dan tidak ada satupun yang mendahului. Jadi jatah makanan terbagi adil dan tidak ada yang mendapatkan lebih. Selesai makanpun berbarengan dengan aba-aba meletakkan sendok dan garpu. Lalu minta ijin lagi berhenti makan. Wow.... satu pengalaman yang belum pernah saya saksikan sepanjang hidup saya. Saya pikir siang ini saya makan dengan 5 orang robot tanpa ekspresi sama sekali. Tapi begitu kami meninggalkan meja untuk keluar dari ruang makan, saya amati mereka mulai bisa ngobrol dan bercanda ceria. Ternyata mereka bukan robot. He.... Sebelum naik ke bus untuk menuju ke tempat acara "Rembug Adhi Pradana" kami kebetulan melihat taruna-taruni Akpol tingkat satu yang sedang latihan. Mereka membawa ransel, tas cangklong, dan senjata panggul dan diminta berlarian mengelilingi lapangan. Lalu berjalan jongkok menanjak sejauh hampir 300 m. Beberapa diantaranya sampai ngesot-ngesot ndak kuat lagi jongkok dengan beban sebegitu berat. Tetapi mereka tetap tabah dan pantang menyerah. Yang terkapar pun bangkit lagi karena akibatnya bakalan lebih parah kalau menyerah. Sementara para senior dan pelatih berteriak-teriak di samping barisan. Mirip petani menggiring itik menuju sawah. Dengan seragam warna tanah dan topi baja, mereka ngengsot sampe elek. Begitulah kehidupan di dunia Akademi Kepolisian. Di sinilah dibina calon-calon perwira polisi di masa yang akan datang. Saya yakin, jaman dulu ketika Polri masih bagian dari ABRI maka tempaannya lebih berat lagi. Tapi tentu saja bukan cuman fisik yang dibentuk, tetapi juga mental dan intelektual. Yang tidak kalah penting adalah pendidikan mengenai HAM yang memang sudah dimasukkan kedalam kurikulum Akpol. Dengan pola pembinaan, pelatihan dan pengajaran yang baru, diharapkan Para perwira Polri yang dihasilkan akan jauh lebih baik dan bermartabat. Acara malam hari ditutup dengan makan malam bersama di Akpol. Dalam acara itu diputar ulang perjalanan kilas balik rekan-rekan Adhi Pradana ketika mereka mulai masuk ke Akmil tahun 1985. Walaupun saya tidak ikut mengalami kejadian tersebut, tetapi tetap bisa ikut tertawa menyaksikan kisah-kisah lucu ketika rekan-rekan masih pada kurus dan elek. Tempaan fisik yang begitu hebat tergambarkan secara jelas dan gamblang dalam video kilas balik tersebut. Sebuah pengakuan dari rekan yunior lulusan 1989 dari Batalyon Dharana Lakstarya, mengatakan bahwa hanya dengan satu jari telunjuk yang diputar-putar, seorang tokoh keren mas Riper (Kombes Rio Permana) dan mas Argat (Kombes s Ario Gatut) bisa membuat seluruh anggota Batalyon Dharana Lakstarya berguling-guling dan berputar. Ha..... kelihatannya mas Riper dan mas Argat dalah maskot yang paling menakutkan bagi para junior saat itu. Yah itulah bagian dari kehidupan rekan-rekan sebagai ex taruna Akpol. Saya terkesan dengan sambutan Jenderal Polisi (Purn) Dai Bahtiar, mantan Kapolri dan Dubes Indonesia di Malaysia. Dengan lugas dan gamblang beliau menyampaikan bahwa semenjak keluar dari struktur Polri, mata beliau sebagai purnawirawan semakin tajam menyoroti kinerja Polri saat ini, telinganya semakin peka terhadap semua kritikan yang dulu hampir tidak terlihat dan terdengar. Beliau mengungkapkan contoh ketika mewawancarai masyarakat perbatasan Indonesia - Malaysia di Kalimantan Utara. Betapa sekarang masyarakat merasakan perhatian pemerintah sudah semakin jauh dari harapan. Maka beliau berpesan bahwa reformasi ini belum selesai. Beliau menitipkan kepada para perwira Batalyon Adhi Pradana yang sebentar lagi akan menduduki pucuk-pucuk pimpinan di Polri, agar jangan sampai mengabaikan saudara-saudara kita di luar pusat kekuasaan di pulau Jawa. Beliau juga menitipkan agar rekan-rekan Batalyon Adhi Pradana mampu menjaga 2 pilar penyangga keutuhan NKRI, yaitu Polri dan TNI agar tetap solid. Suatu pesan moral yang sangat dalam arti dan maknanya. Sesudah dendang lagu terakhir dari Yuni Shara, acara puncak reuni perak Batalyon Adhi Pradana di Akpol Semarang ditutup. Rekan-rekan besok masih akan melanjutkan reuni gabungan Werving 1985 dengan rekan-rekan TNI di Magelang. Saya sendiri memilih untuk tidak mengikuti acara yang lintas angkatan, karena ndak enak dengan rekan-rekan TNI. Akhirnya malam ini kutulis pengalaman yang sangat indah dan mengesankan ini dengan satu harapan agar rekan-rekan Batalyon Adhi Pradana semakin sukses menapaki puncak karier sebagai anggota Polri yang rata-rata masa dinasnya tinggal 10-12 tahun lagi. Jangan sampai ada yang terpeleset di puncak karier rekan-rekan. Di tangan rekan-rekanlah sebentar lagi merah dan putihnya republik ini akan ditentukan. Di tangan rekan-rekanlah sebentar lagi citra Polri akan dipertaruhkan. Semoga semakin banyak bintang bersinar dari rekan-rekan Batalyon Adhi Pradana. Semoga Polri menjadi semakin berwibawa dan dicintai di bawah pimpinan rekan-rekan Batalyon Adhi Pradana. Salam Adhi Pradana. Loyal Everywhere. Dr. Harris Turino Anggota Kehormatan Batalyon Adhi Pradana

Kamis, Agustus 15, 2013

Day 8 - Vienna

14 Agustus 2013 Day 8 - Vienna Hari ini tour kami menyusuri kota Vienna, yang terkenal sebagai "the city of music" karena disinilah "pusat musik" dunia, dimana tokoh-tokoh musik klasik berkembang dengan pesat, seperti Mozart, Ludwig van Beethoven, Strauss dan masih banyak lagi. Kota ini juga dikenal dengan nama "the city of dream" karena di kota inilah lahir dan dibesarkan tokoh psiko-analis yang sangat terkenal, yaitu Sigmund Freud. Di samping itu, pemimpin German yang sangat terkenal sepanjang masa, Adolf Hitler, juga dilahirkan dan dibesarkan di kota ini sebelum Hitler migrasi ke German dan menjadi penguasa yang membantai jutaan orang Yahudi pada masa sebelum sampai saat Perang Dunia kedua. Kota ini juga menjadi pusat kekuasaan Dinasti Habsburg yang pernah menguasai hampir seluruh daratan Eropa Tengah, yang wilayahnya meliputi 17 negara (Astro Hungaria). Salah satu pemimpin Dinasti Habsburg yang paling terkenal dalam menaklukkan bangsa-bangsa di Eropa Tengah adalah Maria Teresa, anak perempuan dari Raja Charles I. Posisi Ratu Maria Teresa sebagai pemimpin negara jelas melanggar pakem yang saat itu berkembang di Eropa di mana kekuasaan kebanyakan ada di tangan seorang Pangeran. Di samping sebagai penguasa, Maria Teresa juga dikenal sebagai istri yang produktif. Dari perkawinannya dengan Pangeran Franks Stephen, dia memiliki total 16 anak, yang terdiri dari 4 orang anak laki-laki dan 12 anak perempuan. Mamamia..... kalau anak pertama lahir pada usia 24 tahun, dan tiap tahun beranak, maka baru berhenti beranak pada usia 40 tahun. Sulit dibayangkan bagaimana kesibukan memimpin peperangan dan penahlukkan musuh dari atas ranjang persalinan. He.... Di samping rajin berperang, Maria Teresa juga rajin membangun istana. Total dinasti kerajaan ini memiliki 17 istana di wilayah yang dikuasainya. Pagi ini kami berkesempatan mengunjungi salah satu istana musim panasnya yang terkenal, yaitu Istana Schonbrunn. Istana Schonbrunn ini dibangun 320 tahun yang lalu dan merupakan replika dari istana Versailess di Paris. Istana ini sempat luluh lantak dihajar tentara sekutu dalam perang dunia kedua dan direstorasi sesudah perang. Sekarang istana ini digunakan sebagai obyek wisata yang menarik hampir 10.000 pengunjung setiap harinya. Istana Schonbrunn ukurannya jauh lebih kecil dibandingkan dengan istana musim dingin yang terletak di pusat kota Vienna. Istana musim dinginnya sendiri saat ini masih digunakan sebagai tempat kediaman dan pusat pemerintahan Austria saat ini. Tour di dalam istana musim panas Schonbrunn berlangsung hanya 40 menit dan sama sekali tidak diizinkan untuk memotret. Walaupun ornamen-ornamen istananya cukup megah, tetapi menurut saya masih jauh lebih sederhana dibandingkan dengan istana Versailess di Paris. Ruangan-ruangannya pun relatif lebih kecil. Sesudah tour di dalam istana, dilanjutkan dengan melihat taman di halaman istana yang luas. Saya membayangkan bahwa kekuasaan Dinasti Habsburg ini mungkin mirip dengan kekuasaan kerajaan Majahpahit di Indonesia pada jaman dahulu. Bahkan mungkin wilayah kekuasaan Majapahit jauh lebih luas, bahkan pernah sampai ke daerah Monggol. Sayang peninggalan Majahpahit tidak sedahsyat peninggalan kerajaan-kerajaan di Eropa. Saya juga membayangkan orang-orang hebat yang dimiliki Indonesia pada jaman dahulu, seperti Ronggowarsito. Seandainya dia hidup di benua Eropa, pasti namanya jauh lebih melegenda. Pada jaman itu seorang Ronggowarsito sudah mampu menulis ramalan yang menggemparkan dunia. Sayang dia hidup di budaya Indonesia. Buat perbandingan yang ekstrim, jaman baheula seorang Albert Einstein kejatuhan buah apel akhirnya mampu menemukan gravitasi. Di Indonesia saat ini, orang kejatuhan cecak masih dianggap mau kena petaka. Betapa ironisnya ya. Menurut local guide, Dinasti Habsburg runtuh sejak kekalahan Austria dalam perang dunia pertama. Keluarga Habsburg sendiri saat ini sudah tercerai berai dan banyak yang tinggal di luar Austria. Mereka memang masih memiliki kekayaan yang cukup besar, tetapi tidak memiliki kekuasaan secara politik sama sekali. Bahkan di antara mereka banyak yang saling bertengkar memperebutkan harta yang tersisa. Austria sendiri menelan kekalahan pada perang dunia kedua melawan pasukan sekutu. Akibatnya kota Vienna nasibnya sama dengan Berlin, yaitu di bawah kekuasaan 4 pihak, yaitu Uni Soviet di satu sisi dan kekuasaan Inggris, Perancis dan Amerika Serikat di sisi yang lain. Masih beruntung bahwa kotanya tidak disekat oleh tembok seperti yang terjadi di Berlin. Dan lebih beruntung lagi bahwa sejak runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1989, banyak investasi asing yang masuk besar-besaran ke Austria dibandingkan dengan ke negara-negara ex Komunis murni yang di bawah kekuasaan Uni Soviet murni seperti Ceko, Slovakia, Estonia, Burgaria, Hungaria. Sehingga Austria bertumbuh sangat pesat sejak saat itu dan data yang diterbitkan oleh The Economist Intelligent Unit, menempatkan kota Vienna sebagai the most livable city di tahun 2005 bersama dengan kota Vancouver di negeri kulkas Canada dan di tahun 2012 menduduki ranking kedua sesudah Melbourne. Ketika data ini saya konfirmasi ke local guide, dia menjelaskan bahwa tingkat kejahatan di kota Vienna memang sangat rendah dan tingkat penganggurannya juga hampir nol. Rata-rata pendapatan penduduk kota Vienna adalah EUR 2500 per bulan netto dengan tingkat pajak yang cukup tinggi. Di Austria sendiri ada 4 jenis industri yang menunjang pertumbuhan ekonominya saat ini. Industri yang pertama adalah industri pariwisata. Austria memiliki minimal 3 kota yang menjadi tujuan utama wisatawan mancanegara, yaitu Vienna, Insburg dan Salsburg. Insburg letaknya di timur Austria dekat dengan Switzerland dan terkenal sebagai resort musim dingin. Ada sebuah rumah kecil beratap emas yang menjadi point of interest. Insburg sendiri pernah menjadi tuan rumah olimpiade musim dingin. Sementara Salsburg terletak di utara dekat perbatasan dengan German. Di kota inilah tempat kelahiran Mozart dan terkenal dengan kota tempat film legendaris "Sound of Music". Kedua kota kecil itu penduduknya hanya sekitar 300.000 jiwa, tetapi jumlah turisnya bisa mencapai 5 juta per tahun. Di samping industri pariwisata, sektor lain yang menopang pertumbuhan ekonomi Austria adalah industri besi dan baja, industri kimia serta industri elektronik. Seusai dari istana Schonbrunn, kami mengunjungi alun-alun Santo Stephen (Saint Stephen Platz). Di alun-alun ini berdiri sebuah gereja kuno yang sangat indah, yaitu Katedral Saint Stephen. Tinggi menaranya mencapai 137 m dan saat dibangun, ini menjadi salah satu bangunan tertinggi di masanya. Di gereja itu terdapat makam Raja Frederick yang terkenal. Acara city tour berakhir tengah hari dan seperti biasa dilanjutkan dengan acara bebas alias shopping. Saya sendiri sudah benar-benar bosan dengan acara shopping ini. Jadi saya hanya menunggu di satu cafe dan pindah ke cafe lain sambil jagain anak-anak yang punya selera toko yang berbeda dengan mummynya. Secawan anggur merah dan kopi expresso Dopio menjadi teman yang setia. Akibat bosan menunggu keluarga yang shopping, iseng-iseng saya mencoba jeprat-jepret foto menggunakan lensa medium. Ternyata banyak obyek candit yang menarik dan lucu-lucu. Tentu saja yang bening-bening ndak lewat dari jepretanku. Supaya subyeknya ndak sadar difoto, aku pura-pura motretin bangunan toko dan gedung-gedung sekitar. Sayang ndak bawa lensa tele. Kalau pakai tele hasilnya akan lebih muantap lagi. He.... Acara jalan-jalan tour ke Eropa Timur berakhir malam ini dan ditutup dengan makan malam bersama di restaurant Thailand, walaupun acara tournya masih dilanjutkan besok pagi sebelum malam harinya persiapan kembali ke Jakarta. Secara simbolik saya diminta mewakili rekan-rekan peserta tour untuk menyerahkan tip kepada pengemudi bus, Mr. Sdenek, yang sudah menemani kami selama 7 hari berturut-turut. Sdenek orangnya cukup ramah, walaupun nyetirnya kadang agak ugal-ugalan untuk standard pengemudi bus wisata di Eropa. Sdenek bercerita bahwa besok dia harus menempuh perjalanan sejauh 1500 km menuju ke Bucharest untuk menjemput rombongan tamu dari Korea yang akan memulai tournya dua hari lagi. Total tournya 9 hari dan total perjalanan dengan rombongan Korea adalah 6.000 km. Gile berarti menjadi supir bus wisata benar-benar ndak bisa ketemu keluarga secara rutin. Hidupnya habis di atas roda kalau siang hari dan di hotel kalau malam hari. Suatu perjuangan yang tidak mudah dan tentunya sangat melelahkan. Terima kasih Sdenek. Hati-hati dijalan karena nyawamu dipertaruhkan setiap hari. Ini adalah malam terakhir di kota Vienna. Suatu perjalanan panjang yang indah. Semoga malam ini bisa tidur nyenyak agar besok fit menghadapi perjalanan panjang kembali ke tanah air.

Rabu, Agustus 14, 2013

Day 7 - Bratislava

13 Agustus 2013 Day 7 - Enroute Budapest - Bratislava - Vienna Sesudah 6 hari berturut-turut sarapan di hotel dengan menu yang mirip-mirip, hari ini anakku bawa turun "makanan andalannya", yaitu indomie. Bisa dimaklumi, mungkin dia udah mulai bosan makan sosis, roti, telur, bacon, yogurt, dan oatmeal. Katanya dah kangen ama tempe goreng. Jenis menu makan pagi di hotel-hotel bintang 4 di Eropa emang relatif terbatas. Jauh sekali dibandingkan dengan breakfast di hotel-hotel bintang 5 di Jakarta dan Bali. Hampir segala macam menu tersedia, mulai internasional, Japanese, Vietnamese, Balinese, gudheg, lontong opor sampai sambal terasi. Apalagi hotel-hotel bintang 5 di Indonesia relatif murah menurut patokan orang asing. Soal makanan jelas hotel-hotel di Indonesia ndak kalah. Apalagi kalau bicara dinner buffetnya restaurant Sailendra (JW Marriott Kuningan), restaurant Asia (Ritz Carlton Kuningan), Satoe (Shangrila Hotel) dan Hotel Mulia menurutku adalah buffet dinner yang sangat lengkap dan enak dengan harga yang relatif ok. Apalagi kalau weekend pakai BCA Platinum yang menawarkan buy 1 get 1 free. Di hotel-hotel tersebut aku pernah dengar banyak pegawai restorantnya yang nakal. Konon kalau pas rame, kita bisa makan berdelapan cuman bayar 3 orang ke restonya dan beri tip seharga 1 orang ke pelayannya. Mbuh sejauh mana kebenarannya. Kota Budapest kalau pagi hari ternyata macet lumayan parah. Walaupun lalu lintas mengalir, tapi tetap cepatan cuman 0 - 20 km/h gara-gara kebanyakan lampu merah. Dari sejak keluar jam 9 pagi, baru jam 10nya kami bisa lolos dari kemacetan. Pagi ini kami meninggalkan Budapest untuk menuju ke Bratislava, ibukota Slovakia. Dalam perjalanan dari Praha ke Budapest kami memang sudah melewati wilayah negara Slovakia, tetapi tidak mampir ke Ibukotanya. Siang ini kami mampir untuk makan siang dan mengunjungi kota tua Bratislava. Kotanya tidak sebesar Budapest. Di mataku ya mirip kota Brno lah. Bangunan-bangunan kunonya tidak semegah dan seartistik di kota Budapest dan Praha. Penduduknya hanya sekitar 600.000 orang dari total 5 juta orang penduduk Slovakia. Perjalanan dari Budapest sampai Bratislava ditempuh dalam waktu hampir 3 jam. Dalam pemberhentian terakhir untuk rutin toilet di perbatasan Hungaria, kami sempat ketemu dan ngobrol dengan 3 orang yang mengemudikan motor BMW series F800. Ternyata mereka jalan naek motor dari Istambul Turki, menyusuri Bulgaria, Slovakia, Hungaria dan sekarang dalam perjalanan menuju Ceko. Mereka sudah jalan selama 5 hari. Mereka sangat ramah begitu tahu kami dari Indonesia, sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia. Mereka cerita bahwa kondisi politik di Turki sekarang sudah stabil dan bahkan ketika terjadi krisis bulan lalu pun keadaannya tidak separah yang diberitakan media seperti CNN. Tampang mereka keren-keren dan mereka sangat tertarik ketika saya ceritakan tentang Indonesia, khususnya Bali. Motor BMW F800 yang mereka kendarai di Turki harganya sekitar EUR 17.000 atau sekitar 210 jutaan. Ndak tahu berapa harganya di Indonesia. Naek motor seperti itu keliling-keliling negara mungkin enak ya. Sayang saya sudah terlalu tua buat jenis avonturir seperti itu. Takutnya jatuh dan koit. He.... Dalam perjalanan di bus, istriku terima sms dari Jakarta yang mengabarkan bahwa 3 dari 6 pekerja rumah tangga belum balik dari liburan lebaran dan kemungkinan mereka bertiga tidak balik lagi. Ini pengalaman kami pertama kali kalau benar mereka madol. Selama ini para pekerja rumah tangga kami biasanya betah bertahan bertahun-tahun dan kalaupun keluar pasti ada alasan yang jelas seperti kawin dan beranak. Tahun lalu kami kehilangan 3 orang yang sudah ikut kami selama 7 - 9 tahunan. Yang dua karena beranak dan satunya kawin ikut suami. Nah 3 pengganti yang baru inilah yang kemungkinan madol. Wah repot nih. Bakalan mesti cari pengganti dan ngajarin lagi dari awal. Inilah susahnya kalau mengambil pekerja rumah tangga dari satu kampung. Satu madol, yang lain ikutan madol. Tapi itulah dinamika mengelola rumah tangga di Indonesia. Buat rekan-rekan yang migrasi (kaburwan) ke luar negeri dan sudah terbiasa mengerjakan seluruhnya sendiri, ndak bakalan punya masalah seperti ini. Yah masing-masing ada plus minusnya. Soal international BlackBerry roaming, selama di German dan Ceko saya menggunakan paket prabayar XL untuk BlackBerry 10 seharga Rp. 50.050 per hari dan ndak pernah ada masalah. Sementara anak saya pakai prabayar 3 yang lebih murah Rp. 30.300 untuk paket BlackBerry biasa. Sayang sejak masuk Hungaria, XL ndak punya kerja sama, jadi saya ganti pakai kartu Satelindo yang paketnya lebih mahal, yaitu Rp. 100.000 per hari. Sayang sudah diaktifkan ternyata hanya dapat signal BlackBerry cuman sebentar dan sisanya signalnya pakai simbol g kecil, jadi ndak ada paket datanya. Terpaksa deh hanya mengandalkan wifi gratisan. Letak Bratislava sebagai ibukota Slovakia cukup unik. Letaknya diujung barat daya negara tersebut dan jaraknya hanya 30 menit dari perbatasan dengan Hungaria dan Austria. Obyek wisata pertama yang kami kunjungi di Bratislava adalah Bratislava Casttle. Bentuknya kotak seperti meja terbalik. Casttle tersebut sebenarnya adalah Castle tua yang dibangun oleh dinasti Habsburg dari Austria. Tetapi Castle tersebut hancur luluh lantak dan baru selesai direstorasi ulang pada tahun 1980an. Bangunan lain yang terkenal di Slovakia adalah gereja katedral St. Martin yang puncaknya berbentuk replika mahkota kerajaan Hungaria. Dari castle kami menyusuri kota tua Bratislava yang teduh dan makan siang di sana. Kota tua itu dikelilingi benteng yang dahulunya adalah benteng pertahanan untuk mencegah serangan musuh. Sebuah jembatan cantik yang menyeberangi sungai Danube dan menghubungkan kota tua dengan kawasan baru. Namanya jembatan Novemost (Jembatan Baru). Di atas jembatan tersebut ada sebuah restorant yang menyajikan makanan lokal dan pemandangan yang indah ke kota Bratislava dari ketinggian. Selesai makan siang dalam perjalanan menuju ke Pusat factory outlet di kota Pandorf tiba-tiba sebuah mobil polisi menggiring bisa kami ke rest area dan memeriksa supir. Ternyata yang diperiksa adalah sebuah CD yang berisi rekam jejak perjalanan kendaraan ini sejak awal mulai tour tanggal 7 Agustus 2013. CDnya dimasukkan ke dalam komputer si polisi dan polisi menemukan kesalahan yang dilakukan oleh supir waktu di Praha, yaitu kami jalan selama 12 jam 20 menit. Menurut UU di Eropa ini jelas melanggar karena maksimum hanya boleh jalan selama 12 jam. Maka polisi mengenakan denda sebesar EUR 35 dan memberikan tanda terima. Wow.... hebatnya sistem pengawasan di Eropa ya. Bisa-bisanya ya mereka memantau lewat CD yang berisi log perjalanan. Beberapa hari lalu waktu tour leader, Marcel, menjelaskan tentang hal itu aku ndak percaya blas. Ternyata laen ladang laen belalang ya. Tehnologi memungkinkan pengawasan hal ini demi keselamatan penumpang. Rasanya di Indonesia masih jauh sekali dari kondisi ini ya. Wong supir montor mabur ae iso nggelek dan bawa pesawat. Opo neh supir bis. Kawasan Pandorf yang kami kunjungi, adalah kawasan factory outlet. Ada ratusan toko dalam sebuah kawasan yang nyaman di luar kota Vienna. Konsepnya mirip dengan tempat serupa di dekat Disneyland di Paris atau Woodbury di dekat New York. Ini benar-benar tempat buang duit. Toko-toko international branded menawarkan diskon gedhe-gedhean untuk barang-barang yang off season. Bagi pengunjung yang tidak belanjapun tempat duduknya nyaman. Seperti biasa toko Samsonite menjadi favorit karena belanjaan para peserta tour semakin banyak sehingga kopernya beranak pinak di Samsonite. Sepulang dari Pandorf kami melanjutkan perjalanan memasuki kota Vienna dan kami makan malam local Austria Food di kawasan kota tua. Selesai makan langsung check in di hotel Kavelier. Hotelnya bintang 4 dan terletak di pinggiran kota. Kamarnya jauh lebih nyaman dibandingkan dengan hotel Ibis di Budapest, apalagi hotel Panorama di Praha. Dan yang lebih penting lagi ada tempat mojok di jendela kamar yang bisa buat rokok-an dan wifi yang tersedia sampai di kamar.

Day 6 - Budapest

12 Agustus 2013 Day 6 - Budapest Pagi ini kami memulai tour di kota Budapest. Sejauh pengalaman saya, kota Budapest adalah kota paling indah dan romantis yang pernah saya kunjungi. Budapest sendiri adalah gabungan antara kota Buda di bagian barat yang agak berbukit dan kota Pest di bagian timur yang relatif rata. Kedua kota ini dipisahkan oleh sungai Danube yang lebarnya di daerah tersempit mencapai 213 m. Sungai Danube adalah sungai terpenting yang membelah kawasan Eropa Tengah dan melintasi 17 negara di kawasan Eropa, di antaranya Ceko, Slovakia, Austria, German, Rumania. Panjangnya lebih dari 2000 km dan 300 km di antaranya ada di Hongaria. Ada 8 jembatan yang menghubungkan kedua kota ini dan yang paling terkenal dan tertua adalah Jembatan Rantai (Chain Bridge). Jembatan ini dibangun pada tahun 1842. Sebelum ada jembatan ini penduduk menggunakan jembatan ponton (jembatan apung). Jembatan ponton ini hanya bisa dipakai bila arus sungai Danube tenang. Sementara di musim dingin sebagian sungai Danube membeku sehingga akses hubungan kedua kota mudah dilakukan melalui sungai yang membeku. Penduduk kota Budapest berjumlah 2 juta orang dari total 10 juta penduduk Hungaria. Penduduk aslinya adalah bangsa Magyar. Penduduk asal Hungaria sebenarnya berasal dari Siberia, yaitu bangsa Mongol, yang datang ke Hungaria pada abad ke 7. Kerajaan Hungaria sendiri berdiri pada akhir abad ke 10. Awalnya bangsa Hungaria menganut agama Pagant dan baru pada masa pemerintahan Raja Stephen, Hungaria menjadi negara Katolik dan sejak itulah kemajuan Hungaria sangat pesat dan bahkan pernah menjadi salah satu kerajaan yang cukup besar di Eropa sebelum ditaklukkan oleh invasi pasukan muslim Ottoman dari Turki. Turki sempat menguasai Hungaria selama 140 tahun, sebelum kekuasaan beralih ke kerajaan Austria. Orang yang paling berjasa dalam pengembangan agama Katolik di Hungaria adalah seorang biarawan yang bernama Gallert. Dialah yang memperkenalkan agama katolik kepada rakyat Hungaria. Sejak meninggalnya Raja Stephen, posisi Gallert semakin terpojok dan akhirnya dia dibunuh oleh penguasa berikutnya dengan cara dimasukkan ke dalam tong yang diberik paku-paku dan digelundungkan dari bukit menuju ke Danube River. Maka di atas bukit tersebut kini dibangun Menara Perdamaian, yang melambangkan perdamaian antara kerajaan Hungaria dengan pusat kekuasaan katolik di Roma. Bahkan Raja Hungaria diberi otoritas oleh kepausan di Roma untuk mengangkat Kardinal dan Uskup Agung sendiri sebagai perwakilan Vatican di Hungaria. Di lapangan Hero Square berdiri patung besar Malaikat Gabriel yang tangannya satu membawa mahkota kerajaan Hungaria dan satunya membawa salib yang melambangkan restu kepausan di Roma terhadap kekuasaan Raja di Hungaria. Di monumen ini juga terdapat 7 patung bangsa Mongolia yang melambangkan 7 suku bangsa Mongolia yang pertama kali datang ke Hungaria. Di samping bangsa Hungaria bangsa Yahudi pernah memiliki populasi yang dominan di Budapest, sampai-sampai Budapest dijuluki sebagai Jewish of Mecca atau Judapest. Tetapi populasinya menurun drastis akibat pembantaian bangsa Yahudi oleh German sebelum perang dunia kedua berakhir. Sesudah perang dunia, Hungaria adalah negara komunis di bawah pengaruh Uni Soviet dan baru menjadi negara yang merdeka setelah runtuhnya Uni Soviet dan menjadi Republik Hungaria. Obyek wisata yang pertama kali kami kunjungi pagi ini adalah Matthias Church yang terletak di Castle Hill. Ini adalah sebuah bangunan gereja kuno yang bergaya neo Gothic dan didirikan pada abad ke 14. Dari situ kami menuju ke Monument King Stephen yang digambarkan menunggang kuda. Di sekitar monumen Steven terdapat 7 tower yang melambangkan 7 suku Mongol yang pertama kali menemukan Hungaria. Pemandangan di sekitar Cassle District ini luar biasa indah, khususnya di Fisherman Bastion, yang dulunya adalah tempat nelayan Hungaria berkumpul untuk saling memperdagangkan hasil tangkapan ikannya di sungai Danube. Daerah ini sekaligus digunakan sebagai benteng pertahanan. Dari Fisherman Bastian tampak jelas Parliament Building yang merupakan gedung parlemen ketiga terbesar di Eropa dan dihubungkan oleh Jembatan Margaret dengan kawasan Castle District. Di gedung parlemen itulah disimpan mahkota raja Hungaria. Di Hungaria, mahkota lambang kekuasaan raja jaman dahulu cuman satu dan bukan berganti-ganti seperti raja-raja pada wilayah Eropa lain pada umumnya. Sayang kita tidak diizinkan masuk ke Gedung Parlemen dan mengabadikannya pun agak kesulitan karena jaraknya cukup jauh menyeberangi sungai dan cuaca sangat panas. Apalagi saya ndak bawa lens tele. Selesai dari Castle District di kawasan Buda, kami berjalan menuju ke Hero Square untuk foto bersama. Cuaca sama sekali tidak mendukung karena di tengah teriknya mentari tepat jam 12 siang dan suhu udara sekitar 34 derajad celcius. Ndak banyak obyek fotografi yang bisa dijepret dalam suasana seperti itu. Dalam perjalanan menuju Hero Square, kami melewati jalanan yang punya nilai sejarah tinggi, yaitu Jalan Joseph Attila. Pada jaman sesudah perang dunia kedua, jalanan nan cantik dan rindang ini banyak digunakan oleh penduduk Budapest untuk melepaskan stressnya akibat tekanan perang. Maka setiap akhir pekan banyak warga Budapest duduk-duduk di sepanjang jalan tersebut dan mengenakan pakaian yang bagus-bagus, karena pada kesempatan itulah para muda-mudi akan saling berkenalan dan para orang tua mencari jodoh buat anaknya. Wow berarti mirip jalan Sudirman - Thamrin kalau pas car free day di weekend donk. Cuman bedanya di Jakarta bukan ajang cari jodoh dan mantu seperti jaman baheula. Cukup tempat buat ngowes sambil mejeng. Siapa tahu ada yang nyantol. He... Jalanan lain yang terkenal dan bersejarah yang kami lewati adalah Andrasi Avenue. Di jalanan ini sekarang tempat bercokolnya butik-butik ternama dunia. Mirip dengan Champ Ellise di Paris lah. Pada waktu peresmian jalan ini, para petinggi German yang menjajah Hungaria pada tahun 1896 diundang hadir. Mereka sangat terkesan dengan jalanan ini dan menginspirasi mereka membangun jalan sejenis di Berlin yang bernama Utterden Linden. Obyek wisata yang terakhir kami kunjungi siang ini adalah Basilica St. Stephen. Ini adalah gereja terpenting di Hungaria karena semua raja-raja jaman dahulu dan bahkan presiden dan perdana menteri diambil sumpahnya di gereja ini. Gereja ini dibangun pada tahun 1838 atas prakarsa rakyat sesudah rakyat Hungaria merasa terselamatkan oleh banjir besar yang meluluh lantakkan kota Budapest. Sayang pembangunannya memakan waktu lama sekali dan baru selesai tahun 1896, yaitu pada saat peringatan 1000 tahun berdirinya kerajaan Hungaria. Ada 3 orang arsitek yang merancang bangunan itu. Arsitek pertama meninggal dunia sebelum menyelesaikan bangunannya, demikian pula arsitek kedua. Maka bangunan itu terdiri dari campuran tiga gaya yang berbeda. Tinggi kubahnya 96 m yang melambangkan tahun berdirinya kerajaan Hungaria. Yang menarik adalah adanya patung raja Steven di altar utama gereja. Ini jelas menyalahi pakem gereja katolik di mana di altar utama biasanya hanya ada patung Yesus dan Bunda Maria. Di sebelah kiri gereja juga terdapat sisa bongkahan tangan kanan Raja Steven yang diawetkan di singgasana kecil berlapis kaca. Mbuh kenapa alasannya hanya tangannya yang diawetkan. City tour berakhir jam 13.30 dan dilanjutkan dengan makan siang masing-masing dan acara bebas. Acara bebas adalah istilah lain dari shopping time. Seperti biasa, perempuan tampak antusias berburu apa yang menurut mereka layak "dibeli", mulai dari sepatu sampai beha. Mungkin inilah bedanya Indonesian tour operator dengan yang kelas internasional. Kalau pakai Indonesian tour operator emang akan banyak waktu bebas alias shopping, karena pasarnya memang seperti itu. Beberapa kali ikutan tour dan rasanya emang prioritas para tamu adalah shopping. Padahal barang-barang yang dibeli ya bikinan Indonesia, China, Vietnam dan Bangladesh. Ada satu obyek yang tidak sempat kami kunjungi kali ini, yaitu sub way station. Saya masih ingat bahwa sub way stationnya di Budapest bentuknya masih orisinal, kuno dan penuh ornamen. Ini mirip dengan sub way station di Moscow. Budapest juga merupakan negara kedua di dunia yang memiliki sistem transportasi sub way setelah London. Subway station di Budapest ini juga termasuk dalam warisan budaya dunia yang harus dipelihara. Dan Hungaria seperti Ceko adalah negara yang memiliki paling banyak cagar budaya yang dilindungi. Malam harinya sesudah makan malam kami mengikuti acara tour tambahan Danube River Cruise, yaitu menyusuri sungai Danube dan melihat pemandangan sepanjang bantaran sungai Danube. Kapalnya sendiri sebenarnya cukup besar dan bisa muat lebih dari 100 orang, tetapi kali ini hanya dipakai group kami sendiri. Pemandangan sepanjang sungai Danube di malam hari cukup bagus, tetapi emang permainan lighting di gedung-gedungnya jauh dibandingkan di Eropa Barat. Kalau di Paris menyusuri sungai kita bisa melihat laser show dan lampu warna-warni yang jauh lebih gemerlapan. Di atas cruise kami ngobrol ringan sambil menenggak wine lokal Hungaria yang rasanya lebih manis. Tepat pukul 23.30 kami sampai kembali di hotel. Oya ada satu hal yang menarik tentang Hungaria yang belum diungkapkan. Walaupun secara politis Hungaria sudah menjadi bagian dari Uni Eropa, tetapi mata uang yang digunakan masih mata uang lokal, yaitu Forint. Visa masuk Hungaria pun sudah termasuk dalam visa Schengen. Nilai tukarnya EUR 1 setara dengan Forint 282, atau kalau dirupiahkan Forint 1 setara dengan kira-kira Rp. 45 rupiah. Harga barang-barang branded di Budapest relatif lebih mahal dibandingkan dengan di Paris, tetapi barang-barang local brand relatif lebih murah. Tentu saja ini hanya pengamatan saya secara sepintas yang perlu di cek lagi kebenarannya.

Day 5 - Brno

11 Agustus 2013 Day 5 - Enroute Praha - Brno - Budapest Pagi ini cuaca sangat cerah menyambut pagi yang lumayan dingin. Setelah semalaman tidur nyenyak sehabis jalan kaki laksana 36 holes di lapangan golf kemarin, badan terasa segar. Sesuai jadwal kami melanjutkan perjalanan menuju kota Budapest dengan melewati kota Brno di bagian Tenggara Ceko. Perjalanan menuju kota Brno sejauh 195 km ditempuh dalam waktu 2.5 jam, termasuk pemberhentian rutin di toilet. Sebelum berangkat, saya memperhatikan deretan 13 bus wisata yang berjejer di parkiran hotel. Di bagian kiri plat nomor ternyata ada bendera Uni Eropa dengan logo sama tapi huruf yang berbeda-beda. Kalau hurufnya E berarti dari Espana (Spanyol), I dari Italia, D dari German, SV dari Slovakia, dan CZ dari Ceko. Bus yang kami tumpangi kebetulan berasal dari Ceko. Supirnya pun orang Ceko bernama Sdenek. Mungkin kalau di Indonesia itu ibarat nomer depan plat mobil seperti B (Jakarta), D (Bandung), H (Semarang) dan seterusnya ya. Maklum negara-negara di Eropa khan ngak gedhe-gedhe amat. Apalagi dengan konsep Eropa Bersatu maka bus dari semua negara anggota bebas berkeliaran ke mana-mana. Hampir sepanjang perjalanan Praha - Brno kami melewati jalan tol yang bergelombang. Sama sekali ndak bisa tidur karena jalanan sangat bumpy. Bentuknya seperti gundukan kejut di jalan tol di Indonesia kalau mau mendekati pintu tol. Tapi ini terjadi hampir sepanjang perjalanan. Aneh sekali, kok bisa jalan tol seperti ini. Waktu aku tanyakan ke Sdenek, the driver, dia cuman tertawa dan mengatakan dengan bahasa Inggris yang terpatah-patah, "Welcome to the first and best high way in Czech Republic". He... dia menjelaskan bahwa jalanan ini sedang under rekonstruksi, sehingga digaris-garis. Ntar 5 tahun lagi (hopefully) akan selesai proyek perbaikan jalan ini dan jadi mulus seperti otoban di German. Lalu mereka akan garis-garis lagi untuk persiapan rekonstruksi 5 tahun mendatang. Suatu proyek yang tiada akhir. Ha... sangat mirip dengan proyek perbaikan pantura di pulau Jawa. Kota Brno sendiri ada kota kecil, walaupun merupakan kota terbesar kedua di Ceko. Brno adalah ibukota Propinsi Moravia dan menjadi pusat kekuasaan yudikatif di Republik Ceko. Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung dan Komisi Ombusman berkantor pusat di Brno. Jumlah penduduknya hanya sekitar 400.000 orang, di mana 75.000 di antaranya adalah pelajar. Kalau dipikir-pikir mirip dengan kota Salatiga, tempat saya dulu menempuh studi S1 di kawah candradimuka FTJE UKSW. Kota ini dilalui oleh 2 sungai besar, yaitu Svitava dan Svratka. Alun-alun kota yang berbentuk segitiga menjadi pusat keramaian kota Brno. Sayang ini hari minggu sehingga sebagian besar toko dan restaurant tutup. Hanya ada beberapa orang lokal yang berkumpul di depan sebuah gereja katolik. Selebihnya adalah serombongan turis backpacker yang mungkin berasal dari negara-negara sekitar Ceko. Di hari minggu ini alun-alunnya sangat lengang. Trem yang berseliweran pun relatif tidak penuh penumpang. Ndak banyak juga mobil yang berkeliaran. Mungkin mirip seperti kota Jakarta yang dua hari lalu ditinggal mudik oleh para penduduknya. Tidak banyak yang bisa dieksplor dari kota ini. Terik mentari musim panas cukup menyengat. Beberapa gelandangan kota tertidur di bangku-bangku panjang yang disediakan di alun-alun. Sebenarnya agak sia-sia juga membuang waktu hampir 2 jam di kota ini. Mungkin lebih asyik kalau mengunjungi kota kecil Kutnahora yang terletak kira-kira satu jam perjalanan dari Brno. Di Kutnahora ada sebuah gereja antik yang semua ornamen hiasannya dari tengkorak manusia. Beberapa rombongan tour Indonesia dari Golden Rama, Panorama dan Vaya yang ambil paket 15 hari dan menginap di Brno malam ini, mereka mengunjungi kota kecil tersebut. Satu lagi yang mereka kunjungi adalah Istana Zameklabertine, sebuah istana kecil yang menjadi tempat tinggal Pangeran Non Mahkota kerajaan Ceko jaman dahulu. Kedua obyek tersebut tidak kami kunjungi dalam tour kali ini. Perjalanan dari Brno menuju ke Budapest sejauh 320 km ditempuh dalam waktu 4 jam. Ternyata kualitas jalanannya bener-bener bumpy sama seperti rute dari Praha menuju ke Brno, sampai-sampai seluruh isi bus bergoyang akibat getaran tersebut. Sepanjang perjalanan dengan bus yang membosankan ini, kami seisi bus saling ngobrol dan mengenal lebih jauh. Ternyata dari 24 anggota rombongan kami ada yang dari Makasar, Lampung, Surabaya, Semarang dan Bandung serta Jakarta. Peserta tertua adalah seorang nenek yang berangkat dengan keluarga anaknya dan cucu-cucunya. Usianya mungkin sekitar 70 tahunan. Cukup sehat untuk berjalan jauh, walau kemarin sempat keok juga waktu menyusuri kota tua Praha. Sedangkan peserta termuda berusia 7 tahun. Ternyata di rombongan ini ada 3 orang yang bernama Gaby, yaitu satu berasal dari Bandung, satu si peserta termuda dan satunya anakku. Nama Gaby ternyata adalah nama pasaran. Tour leader kami masih muda. Lelaki berusia kurang lebih 30 tahun dan bernama Marcell. Dari kesan saya pribadi dan juga beberapa anggota tour yang lain, Marcell adalah sosok tour leader yang mumpuni dan teliti. Penguasaan dia atas obyek yang dikunjungi juga bagus. Cerita-cerita yang dia bawakan yang berhubungan dengan obyek wisata yang kami kunjungi menarik. Dia juga cukup tertib dalam mengawal anggota tour yang berpencaran. Petunjuknya jelas dan terarah, sehingga selama ini tour berjalan lancar. Separuh perjalanan sudah kami nikmati. So far kekompakan para peserta tour terasa. Ada seorang pengusaha textil dari Bandung, koh Oce, yang menjadi ikon melucu di setiap kesempatan. Kebosanan jadi sirna mendengar lawakan-lawakannya. Semoga lima hari kedepan suasana ini bisa semakin terjaga. Dan yang lebih penting lagi tentu juga cuaca yang bersahabat. Beberapa ramalan cuaca menyebutkan Budapest dan Vienna sangat panas cuacanya. He... mungkin mirip maen golf siang hari di tengah terik mentari ya. mestinya sih buat saya ndak masalah. Tapi para peserta cewek pasti banyak yang akan komplain kalau terlalu terik, takut mukanya gosong. Dalam perjalanan menuju kota Budapest kami melewati negara Slovakia. Ini adalah sebuah negara kecil dengan jumlah penduduk yang hanya sekitar 5 juta orang. Ibukotanya adalah Bratislava. Negara ini adalah negara baru yang baru merdeka tahun 1993 dari Cekoslovakia. Tadinya negara ini merupakan bagian dari Cekoslovakia. Lalu pecah menjadi Czech Republic, Slovakia, Slovenia dan Estonia. Ketiga negara baru bekas komunis ini menjadi bagian dari Uni Eropa dan menggunakan mata uang EUR sebagai mata uang negaranya. Wilayah Slovakia yang kami lewati, jalanannya relatif mulus, walaupun tentu saja tidak semulus otoban di German. Sebagai pembanding di Indonesia ya mirip lah dengan tol Jakarta Cikampek, cuman ini hanya 2 lajur per arah. Jumlah kendaraan yang melintas tentu jauh di bawah tol Cikampek, sehingga tentu saja relatif lancar. Walaupun lancar tetapi tetap saja kecepatan maksimum bus adalah 100 km/jam. Saya lihat juga ndak ada kendaraan yang speeding di jalanan yang relatif sepi ini. Saya ndak tahu apakah ada speed radarnya. Kalau di Jakarta investasi speed radar bagi Polri emang tidak dibutuhkan. Lah wong jalan tol siang hari maksimum cuman bisa 40 km/jam. Itupun kalau hoki. Kebanyakan nggeremet seperti siput. Dalam kondisi lalu lintas nggeremet, tentu investasi speed radar ndak bakalan balik modal. Tepat pukul 4 sore kami memasuki perbatasan Hungaria. Sama seperti perbatasan Ceko dan Slovakia, kali inipun perbatasannya hanya berupa papan nama ucapan selamat datang tanpa penjagaan sama sekali. Mungkin jaman dulu ketika Eropa masih terpisah-pisah bakalan ribet kalau lewat perbatasan. Sepanjang jalan di wilayah perbatasan Hungaria, padang tanaman menghias pemandangan. Ternyata itu adalah perkebunan bunga matahari yang sekarang sedang beken diproses menjadi sun flower oil dan bijinya menjadi kwaci. Ladang bunga matahari ini bentuknya seperti padang ilalang dengan warna kuning merangas di musim panas. Bunganya menunduk. Mungkin ini bisa jadi pemandangan yang menakjubkan di musim semi. Di samping ladang bunga matahari saya juga melihat banyaknya kincir angin yang dipasang di sisi kiri kanan jalanan. Jadi mirip pemandangan di utara Amsterdam. Aku ingat waktu tahun lalu pergi ke Belanda sepulang dari business trip ke Nigeria, kami diajak jalan-jalan menuju bagian utara kota Amsterdam. Di situ kami melewati jalanan yang membelah laut dan dibangun pada tahun 1930an, yaitu ketika dunia menghadapi great depression. Konon pembangunan jalan ini melibatkan banyak sekali penduduk dan menyediakan lapangan kerja yang mampu mengurangi dapat negatif dari great depression buat Belanda. Seumur hidup, itulah pertama kalinya aku melihat angin yang sedemikian kencang, sampai-sampai berdiri aja ndak bisa tegak. Dari situlah aku mengerti kenapa banyak kincir angin di utara Amsterdam. Di Hungaria ternyata anginnya juga kenceng banget. Terasa sekali waktu kami turun untuk rutin toilet menjelang masuk kota. Pokoknya urusan toilet selalu jadi bahan tertawaan. Mulai dari yang masuk dempet, melangkahin pintu revolving stick ampai yang kencingnya kudu banyak gara-gara tarifnya mahal, yaitu EUR 0.50 per orang. He.... aku jadi membayangkan pernah travelling bareng rekan senior yang tiap 30 menit selalu kebelet pipis. Khusus buat dia bisa abis budget EUR 20 per hari kali. Malam ini kami dinner di Restaurant Citadela, sebuah restaurant kuno yang terletak di daerah bukit kota Buda. Citadela sendiri adalah satu kompleks yang luas di mana di situ didirikan benteng perdamaian dengan monumennya. Pemandangannya sungguh fantastic. Sayang kami datang terlalu cepat, yaitu jam 7 malam dan matahari masih mencorong di ketinggian ufuk barat. Seandainya saja bisa menikmati malam di Citadela tentu akan bisa menikmati kelap-kelip lampu kota Budapest dari atas. Menu makanannya lumayan enak, semacam ayam fillet disiram dengan semacam saus dan nasi putih. Sayang porsinya terlalu kecil buat ukuranku. Dan lebih sayang lagi ndak mungkin bisa nambah karena restaurantnya fully book oleh 250 orang rombongan tour dari berbagai bangsa. Selama makan kami dihibur oleh orkestra sederhana 3 orang menggunakan alat musik biola dan bass petik. Lagu-lagu kuno favorit dilantunkan sehingga banyak peserta tour yang ikutan bersenandung. Saya sendiri sibuk mengabadikan suasana restaurant yang berkesan kuno dan antik, seolah-olah kita ada di dalam gua. Selesai makan kami kembali ke hotel. Malam ini kami menginap di hotel Ibis yang terletak kira-kira 7 km dari pusat kota. Kamarnya emang kecil, tetapi kasurnya jauh lebih nyaman dibandingkan dengan hotel Panorama di Praha. Menjelang tengah malam ketika saya sedang menikmati supper dan menenggak secawan red wine, saya lihat beberapa peserta tour yang masih bujangan pergi ke kota. Mereka ajakin minum dan supper di Hard Rock Cafe Budapest. Aku sudah terlalu tua buat begadang lagi. Ntar malah besok ndak bisa bangun pagi. He....

Day 4 - Praha

10 Agustus 2013 Day 4 - Praha Praha adalah ibukota dari Republik Ceko. Kota cantik ini adalah salah satu kota yang mengalami kehancuran paling minimal dalam perang dunia kedua. Sehingga sisa-sisa bangunan kuno bersejarah masih banyak yang utuh seperti semula. Ndak seperti Berlin, Dresden, dan Warsawa serta beberapa kota lain yang luluh lantak dihajar tentara sekutu dalam perang tersebut. Jumlah penduduknya 1.3 juta orang dan merupakan kota terbesar di Ceko. Kota ini terletak di barat laut Ceko dan dialiri sungai Vltava. Sungai ini merupakan terusan dari sungai Elbe di kota Dresden. Buat saya ini bukan kunjungan pertama kali ke Praha. Terakhir 11 tahun yang lalu, saya pernah mengunjungi Praha bersama pak Hendra Purnomo saat bersamaan dengan berlangsungnya NATO Summit tahun 2002. Masih terbayang dalam ingatanku bahwa kami tinggal di sebuah hotel tua di pusat kota tua Praha di mana mungkin hanya beberapa tamu hotel di luar delegasi NATO yang tinggal di hotel tersebut. Saat itu demo besar-besaran melanda kota Praha dan jalanan menuju hotel diblokade oleh ratusan bahkan mungkin ribuan tentara yang mengamankan gelaran akbar tersebut. Para demonstran, yang konon berjumlah 15.000 orang, berdatangan dari banyak negara yang intinya menentang hasil pertemuan NATO. Buat orang Indonesia yang baru beberapa tahun menyaksikan demo ratusan ribu massa mengepung Gedung MPR/DPR di tahun 1998 menjelang runtuhnya regim Soeharto, jumlah 15.000 tidaklah besar. Heran juga bahwa ternyata di Eropa jumlah itu sudah tergolong signifikan. Di beberapa ruas jalan kami bertemu dengan demonstran yang sedang saling dorong dengan aparat, bahkan beberapa kejadian baku pukul menjadi tontonan yang benar-benar menegangkan saat itu. Sebagai tamu hotel kami diberi pass khusus untuk bisa menerobos barikade aparat yang bersiaga penuh. Hanya beberapa blok dari hotel tempat kami menginap waktu itu, Presiden George Bush tinggal selama pertemuan puncak NATO. Beberapa helicopter berseliweran dan suaranya memekakkan telinga. Yang paling serem adalah ketika saya membuka pintu balkoni hotel tempat kami menginap. Ternyata di dekat teras balkoni tersebut ada 2 orang tentara penembak jitu yang bersiaga. Saya juga mengintip masih ada puluhan pasukan sniper yang bertengger di atap-atap bangunan. Oleh kedua tentara tersebut kami dilarang duduk di balkoni. Suasana benar-benar tegang, mungkin mirip kondisi perang di Serajevo. Untunglah ketegangan itu tidak berlangsung lama. Sesudah Presiden Bush meninggalkan Praha, suasana kembali normal. Para demonstran pun balik kanan, bubar entah kemana. Barikade jalanan juga dicabut dan Praha kembali menjadi kota yang aman dan nyaman. Itulah seklumit ingatan dalam kunjungan ke Praha pada tahun 2002. Salah satu orang yang paling berjasa di kota Praha adalah Charles IV yang menjadi Kaisar Holy Roma pada akhir abad ke 14 (1346 - 1378). Charleslah yang membangun Kota Baru Praha di dekat kota tua dan membangun jembatan yang dinamai Charles Bridge yang melintasi sungai Vltava. Jembatan ini adalah jembatan batu tertua di kawasan Eropa. Charles juga mendirikan Charles University pada tahun 1347 dan merupakan universitas tertua di daratan Eropa. Dia jugalah yang memerintahkan pembangunan The Hunger Wall, sebuah tembok pertahanan yang terletak mengelilingi area Castle Czech. Konon tujuan pembangunan tembok pertahanan ini juga sebagai penyedia pekerjaan pada para kuli-kuli bangunan dan keluarganya. Hari ini tournya diisi dengan Walking Tour menyusuri Praque Castle sampai ke Astronomical Clock. Praque Castle konon adalah castle terbesar di dunia. Luasannya mencapai 7 hektar, sekitar 570 x 130 m. Bangunan pertama yang didirikan di kawasan Praque Castle ini adalah gereja Santa Perawan Maria pada tahun 870. Bangunan itu sekarang sudah tidak tersisa dan hanya tinggal reruntuhannya saja. Yang berdiri kokoh adalah Basilica St. Vitus yang didirikan pada pertengahan abad 14. Ini adalah obyek pertama yang kami kunjungi hari ini, sebuah gereja besar tua dengan ornamen yang sangat indah di bagian altar dan kubah. Pada sisi kiri dan kanan ada beberapa hiasan dinding yang menggambarkan jalan salib. Salah satu bagian paling penting dari gereja ini adalah Kapel Santo Wenceslas. Konon Wenceslas adalah Kardinal Praha yang dihukum mati oleh raja dengan cara dilemparkan dari atas Charles Bridge dan kemudian jenasahnya dimakamkan di kapel tersebut. Kawasan Praque Castle saat ini digunakan sebagai pusat pemerintahan Republik Ceko. Presiden Ceko berkantor di salah satu bangunan di kawasan Castle. Sejak jaman dahulu Castle tersebut juga digunakan sebagai kediaman resmi Raja-Raja di Ceko. Menurut catatan sejarah, pada tahun 1541 pernah terjadi kebakaran besar yang menghanguskan hampir semua bagian Castle. Tetapi Castle tersebut dibangun kembali bahkan diperluas dengan didirikan istana musim panas oleh Raja Ferdinand I. Istana itu diperuntukkan bagi sang permaisuri Puteri Anne. Dari Praque Castle kami menuruni jalanan dan menyeberang sungai menuju ke kawasan kota tua Praha. Ada 18 jembatan menghubungkan castle district dengan old town. Salah satunya yang paling terkenal adalah Charles Bridge. Di atas jembatan legendaris ini puluhan artis lukis menggelar dagangannya berupa lukisan pensil dan sketsa. Beberapa pemusik jalanan juga beraksi, mulai dari yang solo sampai yang rombongan bertujuh dengan peralatan musik yang cukup komplit. Sulit untuk mendapatkan obyek foto yang bagus di tengah kerumunan begitu banyak orang. Walking City Tour dilanjutkan ke kawasan Astronomical Clock (Orloj menurut bahasa Praha). Tower ini dibangun pada tahun 1410 dan merupakan astronomical clock tertua ketiga di dunia, tetapi sekaligus satu-satunya yang masih berfungsi. Mbuh aku ndak ngerti apa sih yang namanya astronomical clock itu sak jane. Nek lihat bentuknya ya mirip dengan jam yang dipajang di Plaza Senayan. Ketika jam itu berdenting tiap waktu menunjukkan pergantian jam ratusan orang berkumpul menyaksikan patung-patung yang mengawal jam tersebut bergoyang. Menurutku sih masih lebih keren yang di Plaza Senayan, karena ada patung yang maen drumband segala. Selesai makan siang, acara di lanjutkan dengan acara bebas. Semua peserta tour hanya diminta berkumpul lagi di depan Astronomical Clock tepat jam 6 sore. Buat saya acara bebas alias shopping ini adalah acara yang paling ndak enak. Aku ndak demen belanja, tetapi anggota keluargaku ketiganya cewek semua. Mereka masuk dari satu toko ke toko yang lain dan pasti keluarnya bawa tentengan baru yang lalu dimasukkan ke tas gledek yang aku tarik atau ransel yang aku panggul. Sampai tas gledek dan ransel penuh, tetep aja ketiga perempuan itu ndak berhenti memilih dan memilah. Perempuan emang makhluk yang aneh menurutku. Kok bisa-bisanya masuk toko perhiasan dengan tujuan membeli bandul kalung berbahan batu bohemian yang emang khas dari kota Praha, tetapi keluarnya membawa anting. Sementara kaum laki khan sebelum masuk ke toko sudah tahu dulu apa yang mau dibeli. Akhirnya aku ketiban sial menjadi kedi dan tukang angkut barang. Mungkin inilah yang namanya "kutukan" punya anak perempuan semua. Mereka kompakan dengan ibunya dalam soal belanja. Malam ini acara makan malam di restoran Chinese yang juga terletak di kawasan kota tua. Dengan beban yang semakin berat dan perut dah mulai keroncongan, kami masih harus berjalan kira-kira 1 km menuju ke restorantnya. Celakanya menu makanan malam ini benar-benar mengecewakan. Dari 7 lauk yang dikeluarkan menurutku ndak ada satupun yang layak dimakan. Rasanya benar-benar hambar, ndak manis, ndak asin, apalagi pedes. Terpaksa deh malam ini aku bergerilya di hotel mencari pengganjal perut. Kebetulan kelemahanku adalah sulit tidur kalau perut keroncongan. Mungkin kebiasaan ini pulalah yang bikin perutku sekarang buncit. Aku jadi inget kata-kata seorang rekanku sesama alumni Satya Wacana yang juga berbadan subur, bahkan jauh lebih subur. Kalau aku makan sedikit aja perut buncit, dia bahkan angop dan bernafas aja pun bisa bikin perut buncit gara-gara sistem pembakaran dan metabolisme yang sangat sempurna. He.... ya udahlah terima aja kenyataan ini. Mau apa lagi. Wis payu inih. Dalam perjalanan menuju tempat parkiran bis yang cukup jauh, kami kembali lagi menyeberangi sungai Vltava. Beruntung sekali aku dapat obyek foto yang bagus banget menjelang matahari terbenam, kira-kira jam 8.30 malam. "Keberuntungan" ini minimal mengobati sedikit kekecewaanku atas makanan yang ndak karuan. Kalau dalam hal fotografi yang merupakan salah satu hobbyku di luar golf, menemukan momen yang tepat adalah keberuntungan. Sayang aku emang ndak punya jiwa seni sama sekali, sehingga sulit sekali menghasilkan foto yang masuk kategori "art" dalam dunia fotografi. Mugo-mugo kali ini hasilnya ndak mengecewakan ach. Apalagi cuaca di kota Praha hari ini sangat bersahabat. Mentari bersinar walau suhu hanya di kisaran 22 derajad aja. Pas bener buat jalan-jalan dan motret. Si kecil Eugenia juga sibuk mencari spot foto yang pas menurut dirinya. Dia sekarang ikutan seneng motret dan aku beri kamera DSLR Canon yang peruntukannya khusus buat anak kecil. Di samping bodinya mungil cocok untuk handgrip anak kecil, Canon 100D juga ringan. Untuk lensanya saya sengaja pilih non L series agar tidak berat. Saya belikan dia lens 18-135 mm f3.5-5.6 yang praktis dan multi fungsi. Secara teknis Eugenia emang belum menguasai soal-soal rumit fotografi seperti iso, focal length, depth of field, speed, tapi sudut pengambilan gambarnya kadang mengejutkan. Beberapa foto yang berhasil dia jepret hasilnya sangat baik menurut standarku. Si kecil ini emang sangat mirip diriku, baik dari segi hobby (sudah mulai belajar dan senang golf dan motret), kegemaran baca, sampai pada bentuk tengkorak muka. Jadi tanpa DNA test, ndak perlu diragukan bahwa dia emang benar-benar nurun dari bapaknya. Sementara Gaby sangat mirip dengan ibunya, baik dari bentuk wajah, karakter maupun hobbynya. Cuaca inipulalah yang sekali lagi menyelamatkanku malam ini. Sesampainya di hotel, anak-anak udah minta jalan lagi menuju mall yang terletak di samping hotel. Mamamia, apa seharian ndak cukup borongannya. Untung secara tiba-tiba kota Praha dilanda angin yang sangat kencang dan sebentar kemudian dilanjutkan dengan hujan turun dengan derasnya. Alhamdulilah, nemu alasan yang sangat kuat untuk menolak "kerja lembur" sebagai kedi. Akhirnya kami cuman bercengkerama di hotel. Bahkan aku dapat bonus dipijitin kedua anak gadisku dengan cara bergantian menginjak-injak punggung dan kakiku. Baru terasa seperti raja. Sementara istri udah tepekur teler kena alergi gara-gara tadi siang nenggak rum campur rosemary tea. Benar-benar hari yang melelahkan.

Day 3 - Dresden

9 Agustus 2013 Day 3 - Enroute Berlin - Dresden - Praha Pagi ini kami meninggalkan kota Berlin tepat jam 9 pagi. Tujuan berikutnya adalah kota Praha yang berjarak kira-kira 320 km dari Berlin. Dalam perjalanan dengan bis kami mampir di kota Dresden, sebuah kota di German yang hancur lebur dalam perang dunia kedua. Kota Dresden sendiri sebelumnya adalah kota yang sangat indah bergaya Baroach dan Roccoco yang mirip kota Florence di Itali. Kalau Berlin dilintasi oleh sungai Spree, Dresden dilintasi oleh sungai Elbe yang meluap dan membanjiri hampir seluruh kota pada bulan Juni 2013. Seperti biasa, kami mampir di pemberhentian bus untuk rutin pergi ke toilet. Toilet di Eropa kebanyakan tidak gratis alias mbayar EUR 0.50 per orang. Dasar turis Indonesia, selalu aja akalnya banyak. Satu tiket dipakai berdua dengan cara masuk ke revolving gatenya nempel. Jadi damage costs nya cuman separoh, sementara kencingnya banyakan dikit akibat cuaca yang rada dingin. Mirip orang maen golf pas lagi jelek. Mukulnya banyakan, sehingga cost per strokenya menjadi lebih murah. He.... Sebelum memasuki kota Dresden, kami mampir di Elbe Park yang terletak kira-kira 5 km di pinggiran kota. Kami makan siang di Elbe Park Mall. Mallnya sendiri jauh kalah dibandingkan mall-mall raksasa di Indonesia. Dalam tour kali ini emang semua makan siangnya tidak ditanggung oleh tour, sehingga kita bebas makan sendiri. Sayang pilihan tempatnya kurang pas, yaitu di dalam mall, sehingga hanya ada food court yang makanannya ndak enak. Coba kalau dilepas di alun-alun kota tua Dresden, pasti banyak pilihan resto yang menyajikan makanan lokal yang sangat menggeliurkan. Masak sudah jauh-jauh ke Eropa carinya makanan standard seperti burger King atau Chinese Food. Ya mendingan cicipin makanan lokal walaupun rasanya kadang agak aneh buat lidah kita. Ya tapi itulah dukanya tour. Ndak semua peserta senang mencicipi local cuisine. Kebanyakan lebih senang makan nasi di Chinese resto. Selesai makan siang kami memasuki kota Dresden. Kota ini dikelilingi oleh tembok bertingkat yang dulunya digunakan oleh tentara German sebagai tembok pertahanan kota. Di dekat tembok pertahanan terdapat sebuah jembatan yang terkenal bernama Agustus Brug. Nama ini diambil dari nama raja Saxoni pertama yang beragama katolik, yaitu Raja Agustus. Raja ini pula yang membangun sebuah gereja katolik Kraun Kris pada tahun 1726. Gereja tua ini juga ikut hancur lebur dibombardir tentara sekutu pada perang dunia kedua. Baru pada tahun 1994 gereja ini dibangun ulang dengan dana swadaya masyarakat. Konon salib bersalut emas di atas gereja ini adalah sumbangan dari salah satu anak pimpinan tentara sekutu yang menghancurkan gereja tersebut, sebagai bentuk penyesalan atas penghancuran gedung gereja tua tersebut. Perang dunia kedua memang dampaknya luar biasa bagi bangsa German, khususnya bagi kota Dresden. Ratusan ribu warga sipil binasa akibat bombardir tentara sekutu. Yang membuatku salut adalah keberhasilan German untuk bangkit kembali menjadi salah satu pusat kekuatan dunia setelah hancur di tahun 1945. Di kota tua Dresden, kami mengunjungi Teater Plats yang menjadi pusat opera nomer wahid di kota Dresden. Namanya Opera Semper, yang dibangun oleh tokoh kota Dresden yang bernama Semper pada tahun 1841. Teater ini hancur terbakar pada tahun 1869 dan didirikan kembali pada tahun 1990, sesudah reunifikasi German. Sampai saat ini teater Plats masih sering digunakan untuk pertunjukan seni seperti opera yang sangat terkenal. Uniknya, menurut tour leader, ada berbagai ragam tiket opera, mulai dari tiket normal yang harganya berkisar antara EUR 20 - 120, tiket berdiri yang dijual 60 menit sebelum pertunjukan seharga EUR 15, dan bahkan ada tiket "dengar tapi tidak lihat" yang dijual seharga EUR 5.50. Lucu juga ya. Di depan benteng kota Dresden, ada bangunan yang terkenal dengan nama Swinger. Pada jaman perang dahulu, di bangunan ini ditempatkan meriam-meriam German yang digunakan untuk menghalau tentara sekutu. Swinger inilah yang menjadi pusat kendali militer German di kota Dresden. Sama seperti yang lain, bangunan ini juga rata tanah akibat perang. Setelah direstorasi ulang dengan semaksimal mungkin menggunakan puing-puing sisa reruntuhan bangunan, kini Swinger digunakan sebagai Musium Seni. Sayang sekali cuaca tidak mendukung di kota Dresden. Bukan hanya matahari ngumpet di balik awan, tetapi hujan rintik juga merata sepanjang kunjungan kami di kota tersebut. Hal ini membuat kami kesulitan mengabadikan keindahan kita hasil restorasi yang sebenarnya banyak obyek fotografi arsitektural yang menarik untuk dibidik. Walaupun kamera Canon 1Dx dan lens dengan gelang merah memiliki water resistance, tetap aja sulit mendapatkan obyek yang bagus. Akhirnya kami habiskan sisa waktu dengan nongkrong di sebuah coffee shop untuk nyeruput expresso dupio sambil menghangatkan badan. Suhu udara di Dresden cukup sejuk, kira-kira 17 derajad celcius. Kalau ndak hujan, sebenarnya ini sangat enak buat jalan-jalan. Dari Dresden kami melanjutkan perjalanan darat menuju Praha, ibukota Czec Republic. Memasuki perbatasan Czec Republik tidak ada pemeriksaan apa-apa karena Ceko memang sudah menjadi bagian dari Uni Eropa. Kalau tidak diberitahu oleh tour leader, kami juga ndak tahu bahwa kami sudah melintasi negara lain. Yah seperti melintas dari Jakarta menuju Bekasi saja. Yang cukup terasa hanya jalanan di Ceko lebih bergelombang dibandingkan dengan Otoban di German yang sangat lebar dan mulus. Bahkan begitu beberapa kilometer memasuki wilayah Ceko, jalanan mengecil menjadi masing-masing satu lajur tanpa pemisah. Kecepatan bus pun berkurang dari rata-rata 100 km/h di Otoban, menjadi hanya 70 km/h. Kami menyusui sebuah sungai besar sepanjang jalan. Mungkin sungai ini merupakan terusan dari sungai Elbe yang membelah kota Dresden. Mungkin melalui sungai ini jugalah kapal river cruise melintas, yang menawarkan tour lewat river cruise selama 15 hari dengan rute yang sama dengan yang kami ambil. Mungkin enak juga ya ikutan river cruise. Jadi ndak perlu waktu habis di jalan raya. Siang bisa jalan-jalan di kota yang dikunjungi, lalu malam menginap di kapal yang berjalan menyusuri sungai menuju kota berikutnya. Ketika pagi menjelang, sudah tiba di kota berikutnya. Mirip seperti Star Cruise Virgo di Singapore yang menawarkan rute Singapore - Phuket - Langkawi selama 4 hari. Kapan-kapan pengin ikutan tur lewat air ach. Tepat jam 7 malam kami memasuki kota Praha dengan disambut kemacetan menjelang pusat kota. Hujan rintik yang merata sejak dari Dresden membuat suhu udara dingin. Mungkin sekitar 14 derajad, apalagi angin bertiup cukup kencang. Beberapa anggota tour termasuk saya dan Eugenia praktis seperti orang yang salah kostum. Kami pakai celana pendek dan kaos tipis tanpa lapisan jaket memadai. Celakanya restaurant untuk makan malam ndak bisa ditempuh pakai bus. Kami harus jalan sejauh kira-kira 600 m ditengah rintik hujan dan angin mendesir. Huh dinginnya. Malam ini kami makan di Pivovar a Restaurace, sebuah rumah makan tua khas Ceko. Menurut brosur kertas yang jadi tatakan makan, restauran ini berdiri tahun 1499. Mbuh bener po ora. Menu tradisional Ceko diawali dengan sup garlic yang rasanya aneh. Sajian segelas bir hitam yang menjadi minuman khas Ceko membuat badan sedikit lebih hangat. Rasa birnya cukup nikmat, walaupun biasanya saya ndak doyan bir hitam. Tapi kali ini rasanya segelas ndak cukup. Perlu order tambahan segelas lagi nih. Restaurant ini cukup besar dan terletak di bangunan tua yang bentuknya antik. Sayang saya tidak membawa turun gear saya. Banyak sekali tamu restaurant yang berasal dari beberapa group tour, baik dari Asia (Indonesia, Jepang, Korea dan tentu saja China) maupun dari Eropa. Yang menarik adalah seorang kakek renta yang menghibur kami selama kami santap malam, lewat alunan alat musik tradisional. Bentuk alat musiknya seperti harmonika besar yang ditarik-ulur dan ada tuts nada yang dipencet-pencet. Begitu mendekati rombongan kami, dia melantunkan lagu batak Sae Mama. Tanpa Perduli kualitas suaraku yang selalu kuanggap merdu, aku ikut mendendangkan lagu tersebut, yang mengundang tawa rekan-rekan anggota tour yang lain. Selesai sebuah lagu, mereka teriak "MORE.....". wah aku benar-benar tersanjung, sampai kudengar lanjutan dari teriakan mereka "MORE PRACTISE". Wah..... Selesai dari rombongan kami, sang pemusik menghampiri serombongan turis yang tampaknya dari Rusia. Mereka bahkan secara koor melantunkan lagu bersama-sama sambil berteput tangan dan menghentak-hentakkan kaki. Meriah dan berisik sekali. Menu utama makan malam kali ini adalah gulash. Konon makanan ini khas Ceko. Bentuknya berbeda dengan gulash soap yang pernah aku coba di German. Kali ini dagingnya terdiri dari potongan daging sapi dan babi dengan 4 potong roti bundar yang rasanya aneh. Saya lihat beberapa anggota tour ndak bisa menikmati hidangan "aneh" ini, termasuk Gaby dan Eugenia. Bahkan Eugenia langsung komen bahwa malam ini dia harus nyambung supper dengan indomie bawaannya dari tanah air. Buat aku sendiri, walaupun rasanya aneh, aku suka mencoba makanan lokal setiap kali berkunjung ke satu negara. Melihat makanan ini aku jadi ingat sup tradisional dan "suya" di Nigeria yang bentuk maupun rasanya sangat mirip dengan gulash Ceko. Selesai makan malam kami langsung menuju hotel. Pengemudi bus kami sempet bete karena terlambat 15 menit. Konon menurut aturan yang berlaku di Uni Eropa maksimum bus hanya bisa dipakai selama 12 jam sehari, dengan waktu kemudi maksimum 9 jam. Kalau lebih dari 12 jam, maka konsekuensinya besok pagi kami terpaksa menunda keberangkatan dari jam 9 menjadi 9.30 pagi. Ono-ono wae aturane. Malam ini kami menginap di Hotel Panorama Praha. Hotelnya terletak kurang lebih 5 km dari pusat kota. Kondisi kamarnya menurutku cukup parah untuk ukuran hotel bintang 4. Kasurnyapun udah melengkung di bagian tengah ndak mampu menyangga badan yang bobotnya hampir 1 kuintal. Ya mau apalagi. Ndak ada hal lain yang bisa dilakukan, kecuali mensyukuri tinimbang harus tidur di emperan mesjid. He.....

Day 2 - Berlin

8 Agustus 2013 Day 2 - Berlin Berlin adalah kota tujuan pertama dalam tour kami kali ini. Setelah menempuh perjalanan panjang dari Jakarta dan transit di Singapore dan Istambul (Turki), kami mendarat dengan selamat di Berlin tepat jam 10.25 pagi waktu Berlin. Sepanjang perjalanan dengan Turkish Airline, lumayan saya bisa tidur cukup nyenyak. Anak dan binipun kelihatannya juga bisa istirahat dengan cukup, walau badan tetap terasa remuk ditekuk hampir 16 jam di pesawat. Dalam tour ATS kali ini jumlah anggotanya 24 orang di bawah pimpinan tour leader Marcell yang tampaknya bersahabat dan mumpuni sebagai tour leader. Berlin adalah ibukota German, dengan jumlah penduduk 3.3 juta jiwa dan merupakan kota terbesar di German. Kota ini terletak di Timur Laut German dan berjarak kira-kira 60 km dari perbatasan dengan Polandia. Pada jaman jadul Berlin juga sudah menjadi ibukota Kerajaan Prussia, cikal bakal bangsa German. Pada tahun 1920 Berlin adalah salah satu kota terbesar di dunia. Dibandingkan kota-kota tua lainnya di Eropa, menurut saya Berlin tergolong kurang indah dan tidak seartistik kota-kota lainnya. Mungkin ini akibat hampir separuh bangunan kota hancur lebur pada Perang Dunia kedua. Sejarah mencatat ratusan ribu orang terbunuh dalam perang Berlin. Sejarah German juga tidak terlepas dari pembantaian Orang Yahudi. Sepanjang tahun 1933 ketika Adolf Hitler naik tahta dan menguasai Germany, lebih dari 80.000 Orang Yahudi tewas dibunuh. Dua camp concentration yang terkenal sebagai tempat pembantaian bangsa Yahudi adalah Sachsenhausen dan Auswitz. Kota Berlin adalah kota yang tercabik dan terkoyak akibat kekalahan German dalam perang dunia kedua. Secara politis kota ini terbagi dalam dua zona, yaitu Berlin Timur yang menjadi ibukota German Timur dan di bawah kekuasaan Uni Soviet dan Berlin Barat yang berada di bawah kekuasaan Amerika, Perancis dan Inggris. Sejalan dengan memuncaknya perang dingin antara blok Timur dan Barat, sejak tahun 1961 di bangun tembok Berlin sepanjang 176 km yang menjadi garis damarkasi antara Timur dan Barat. Tembok legendaris ini memiliki ketinggian hanya 3.4 m dan ketebalan sekitar 20 cm. Tampak ringkih dibandingkan dengan kesan sebagai "tembok pemisah" dua kubu yang berseberangan. Tetapi keringkihan itu ditopang oleh ribuan tentara dan meriam yang mengawal sepanjang tembok tersebut dari masing-masing pihak yang berlawanan. Melihat bekasnya dalam wisata kemarin, sulit membayangkan bahwa tembok inilah yang membuat sebuah bangsa terpisah secara de fakto dan de jure. Begitu banyak keluarga yang terpaksa terpisah akibat keberadaan tembok ini. Syukurlah pada 9 Nopember 1989, sejalan dengan berakhirnya perang dingin, tembok ini diruntuhkan dan disambut dengan ephoria warga Berlin menyambut bersatunya sebuah bangsa yang tercabik. Brandenburg Gate adalah obyek yang cukup menarik yang kami kunjungi. Di titik inilah konon juga menjadi titik awal berdirinya tembok pemisah. Inilah titik batas antara kubu Sosialis - Marxism Soviet dan Liberal Kapitalis Amerika. Begitu banyak orang yang mengabadikan dirinya lewat jepretan kamera di pintu gerbang yang dulunya sangat angker akibat perbedaan politik. Saya sempat ngobrol dengan sepasang suami istri yang berusia sekitar 60 tahunan dan mengayuh sepeda sepanjang 900 km dari Amsterdam. Wow ada juga ya orang-orang petualang yang unik di negeri ini. Di bagian belakang sepeda mereka ada semacam bagasi kecil buat tempat pakaian dan peralatan yang mereka bawa. Mungkin inilah cara mereka menikmati musim panas di Eropa di usia pensiunnya. Dalam tour kali ini, kami juga menyaksikan bekas zone demarkasi yang paling terkenal dengan nama Check Point Charlie. Di sinilah dulu yang menjadi salah satu pintu gerbang yang dijaga oleh tentara Amerika di satu sisi dan Soviet di sisi berlawanan. Konon ratusan orang menjadi korban akibat mencoba melintasi tembok bersejarah ini. Local guide kami menunjukkan bekas tembok tersebut, yaitu batu bata merah berbentuk garis yang melintang. Ada juga bongkahan bekas tembok yang dibiarkan berdiri selebar kira-kira 3 m yang menjadi obyek foto. Kami juga mengunjungi sisa "reruntuhan" tembok yang memang sengaja tidak dibongkar sepanjang 1.7 km di mana di dinding tembok tersebut dilukis mural dalam berbagai tema, salah satunya adalah dua pimpinan tertinggi Uni Soviet yang berciuman "mesra". Mbuh opo artinya. Saya jadi ingat rekan-rekan mahasiswa pascasarjana IKJ yang kampusnya juga dikelilingi dinding lukisan mural yang awalnya "sulit" saya mengerti di mana keindahannya. Kami juga mengunjungi Gedung Parlemen Reichstat Building yang terkenal dengan kubah solar cell panelnya. Gedung ini hancur total dalam perang dunia kedua dan direstorasi bagian luarnya untuk mengembalikan keasliannya. Dari tampak luar memang seperti bangunan bersejarah, tetapi konon di dalamnya adalah bangunan modern yang masih digunakan sebagai Gedung Parlemen sampai sekarang. Acara tour hari kedua ini ditutup dengan mengunjungi Katedral Berlin, sebuah gereja protestan yang dibangun pada abad ke 13. Sayang kami ndak sempat masuk ke dalam gereja itu. Malam ini kami bermalam di Berlin Hotel, sebuah hotel bintang 4 yang terletak kira-kira 2 km dari banhauf Posdamer Platz yang menjadi pusat kota Berlin. Hotel ini cukup nyaman dan kami langsung terlelap.

Day 1 - Jakarta - Berlin

Day 1 - Jakarta - Berlin Pada liburan lebaran kali ini, kami memutuskan untuk ikut tour ATS dengan Rute Eropa Timur, yang meliputi Berlin, Praha, Budapest dan Vienna. Sebenarnya saya sendiri sudah pernah mengunjungi kota-kota tersebut waktu masih bekerja di Dexa Medica. Tapi buat anak-anak dan istri, ini adalah pengalaman pertama berlibur ke Eropa Timur. Pilihan rute ini buat kami sebenarnya dilematis. Musim panas di belahan bumi utara sebenarnya membuat kami enggan berkunjung ke sono. Kalau sama-sama panas, di Indonesia juga sama aja. Tapi kalau ke selatan, pilihannya terbatas. Paling ke New Zealand, Ausy atau Amerika Latin. Baru bulan Maret kemarin kami berkunjung ke Ausy dan menurutku pemandangannya tidak seindah kota-kota tua di Eropa Timur. China Jujaikuo juga satu alternatif yang kami pertimbangkan. Tetapi konon saat musim panas pemandangannya kurang menarik. Buat saya sebenarnya lebih senang ngendon di Jakarta. Di samping bisa maen golf tiap hari, saya juga pengin menikmati Jakarta yang bebas dari kemacetan yang kian menyiksa. Tapi istri penginnya berkelana. Maklum jadwal liburan dia lebih sulit diatur mengingat jadwal makeup pengantin yang berjubel sepanjang tahun. Apalagi Gaby sudah mau menyelesaikan studinya di Junior College BBS. Maka mungkin ini adalah kesempatan liburan keluarga lengkap yang tinggal sedikit, sebelum Gaby melanjutkan study ke luar negeri. Menurut beberapa senior yang sudah pernah mengalami "kehilangan anak" yang studi ke luar negeri, moment kebersamaan selama mereka masih anak-anak tidak pernah akan kembali lagi seperti semula begitu mereka studi di luar negeri. Seperti kata Khairil Gibran, "Anakmu bukan anakmu. Dia bak anak panah yang sekali melesat dari busurnya, tak kan pernah kembali". Ya jadinya aku mengalah. Liburan inilah emang kesempatan bagi kami menikmati kebersamaan setelah sehari-hari disibukkan oleh rutinitas kerja tiada henti. Bandara Soekarno Hatta sudah relatif lengang ketika kami tiba di bandara untuk berkumpul. Maklum, lebaran sudah tinggal menghitung jam. Sidang isbat yang digelar sore ini memutuskan lebaran dimulai hari Kamis, 8 Agustus 2013. Jadi mestinya sudah banyak warga Jakarta yang mudik ke kampung halaman. Kami sendiri sudah lama sekali ndak ikutan mudik selama lebaran. Masih teringat siksa 20 jam di perjalanan yang harus ditempuh dari Jakarta ke Tegal lebih dari 10 tahun lalu. Belum lagi sulit mencari makanan dan repotnya ndak ada pegawai rumah tangga di rumah mertua. Mendingan emang minggat berwisata daripada ribet mudik. Tak banyak yang bisa diceritakan dalam perjalanan Turkish Airline dari Jakarta ke Berlin. Sempat transit sebentar di Singapore dan Istambul. Buat saya ini adalah pengalaman pertama naik Turkish Airline. Pesawatnya pakai airbus A 320 - 300 series. Jarak antar tempat duduk relatif sempit dibandingkan SQ atau Garuda. Layanan awak kabin juga jauh dari ramah. Mungkin "melayani" bukan merupakan budaya bangsa Turki yang merupakan titik temu budaya Barat dan Timur. Bahkan kawasan Turki dan Timur Tengah lah yang menjadi titik asal 3 agama besar, yaitu Yudea, Kristen dan Muslim. Mestinya banyak pemandangan eksotik yang menjadi penggalan sejarah peradaban manusia di Turki. Sayang situasi politiknya lagi memanas. Jadi ndak layak untuk dikunjungi. Lah mau seneng-seneng mosok golek susah, seperti keluarga rekan seniorku yang nekad "naek haji" ke Mesir dan Israel minggu lalu. Padahal situasi di Mesir masih ndak karuan paska tumbangnya Presiden Mursi dalam kudeta militer. Dah ratusan bahkan mungkin ribuan warga sipil yang menjadi korban konflik tersebut. Jelas, ini bukan tujuan wisata yang nyaman dan aman buatku.