Senin, Juli 27, 2015

Ramadhan Holiday 2015 - Day 15 - Enroute Istanbul Jakarta


   
Ramadhan Holiday 2015 – Day 15 – Enroute Istanbul Jakarta

Kami mendarat di Istanbul jam 10 malam, berarti ada waktu 4 jam sebelum kami terbang lagi ke Jakarta jam 2 pagi. Tentu saja waktu ini tidak disia-siakan bagiku untuk “mengambil napas” di smoking area dan buang air di toilet. Jujur buat saya ini satu kenikmatan karena toilet di dekat Food Court bandara Attaturk Istanbul memiliki semprotan air buat bersih-bersih. Rasanya belum tega kalau hanya diusap-usap pakai kertas tisue. Ha… Dasar aku memang orang kampung, belum bisa cebok pakai tisue.

Makanan yang paling ngangeni di Istanbul adalah ice cream dan Turkish Delightnya. Turkish Ice Cream di lidah saya kok rasanya lezat sekali. Bentuknya molor seperti karet dan rasanya macam-macam. Namanya “dondurma” dan konon ice cream ini berasal dari daerah Maras, maka juga terkenal dengan nama “maras ice cream”. Walaupun ice cream Turki memang popular, tetapi data menunjukkan bahwa konsumsi ice cream per kapita di Turki masih tergolong rendah kalau dibandingkan dengan USA apalagi New Zealand, the heaven of ice cream. Di New Zealand orang mengkonsumsi 22 – 24 l ice cream per kapita per tahun dan di US 18,3 l sedangkan di Turki hanya 2,8 l. Saya ndak tahu data di Indonesia. Rasanya sih angkanya di bawah 1 l per kapita per tahun. Ice cream di Indonesia hanya popular di kalangan anak kecil kelas menengah dan beberapa orang dewasa tertentu saja. Bahkan saya masih ingat waktu masih kecil dilarang makan ice cream karena dipercaya bisa menyebabkan pilek dan batuk.

Turkish Delight adalah semacam permen gel kenyel-kenyel yang rasanya macam-macam. Bentuknya kubus kecil ukuran 1,5 cm dan ditaburi gula putih. Saya sih paling suka yang rasanya (isinya) double roasted pistachios. Ndak terlalu manis, tetapi rasanya unik. Konon “cemilan” ini berasal dari Arab dan sudah mulai diperkenalkan di Turki sejak tahun 1777. Saya beberapa kali mendapatkan oleh-oleh dari rekan yang jalan ke Turki. Dan di pesawat juga diberi “sample” satu potong. Pintar strateginya, biar penumpangnya belanja di bandara. Buat oleh-oleh ini memang yang paling praktis dan mengena. Bawanya pun ndak terlalu repot.

Di bandara Attaturk Turki kami juga sempat bertemu beberapa rombongan tour, di antaranya dari ATS juga. Langsung deh kita saling berkenalan dan bercerita seputar perjalanan tour yang mengasyikan. Kelihatannya banyak orang Indonesia yang mengakhiri tournya di hari ini. Banyak pula para pekerja Indonesia yang menumpang pesawat yang kami tumpangi. Mungkin separuh dari pesawat terisi orang Indonesia. Maklum ini khan perjalanan ke Jakarta, jadi banyak orang Indonesianya.

Perjalanan panjang dari Istanbul ke Jakarta yang memakan waktu 13 jam banyak saya isi dengan tidur. Badan terasa remuk redam setelah digelandang selama 15 hari angkut koper dari satu hotel ke hotel lain. Ingin segera merasakan nyamannya kasur sendiri dengan guling kesayangan sesudah menyiram badan dengan air hangat dan cebok dengan jet washer yang kencang. Sudah terbayang pula makan sayur asam dengan ikan asin dan tentu saja tempe serta tahu goreng aci yang menjadi menu wajib tiap hari di rumahku. Maklum aku khan berasal dari Slawi (Tegal) yang terkenal dengan tahunya.

Tepat pukul 6 sore kami mendarat di bandara Soekarno Hatta Jakarta. Setelah bersalam-salaman kami berpisah. Ini adalah akhir dari sebuah perjalanan bersama selama 15 hari yang menyenangkan sekaligus melelahkan. Kita sekarang kembali ke tanah air untuk kembali menimbun pundi-pundi agar bisa dipakai buat liburan berikutnya.

Kisah perjalanan ini saya buat dan posting, bukan untuk memamerkan bisa liburan ke luar negeri. Tetapi sekedar berbagi cerita kepada rekan dan sahabat. Siapa tahu ada rekan yang akan menempuh rute yang sama, sehingga bisa mempelajarinya lebih awal. Terima kasih buat seluruh rekan-rekan peserta tour buat kebersamaannya. Sebuah pengalaman yang indah untuk dikenang.

Jumat, Juli 24, 2015

Ramadhan Holiday 2015 - Day 14 - Copenhagen


   
Ramadhan Holiday 2015 - Day 14 - Copenhagen

Ini adalah hari terakhir liburan yang cukup panjang ini. Tidak ada acara khusus dan hari ini hanya diisi dengan buang waktu sambil menunggu penerbangan menuju ke Istanbul dan lanjut ke Jakarta. Kami hanya menghabiskan waktu berjalan-jalan di tempat di mana kami kunjungi kemarin sambil makan siang.
Liburan selama 15 hari memang melelahkan dan rasanya agak terlalu panjang. Kami atau tepatnya saya sendiri mulai merasakan kejenuhan sejak hari ke 9 - 11. Kebetulan perjalanan di hari ke 9 dan 11 banyak didominasi oleh naik bus, mulai dari kota Hamar ke Voss lalu menuju Bergen dan lanjut ke Oslo. Kalau seandainya saya harus mengulangi lagi tour Ruscan ini, saya akan terbang dari Stockholm menuju ke Bergen, tinimbang menghabiskan waktu 2 hari penuh di perjalanan bis. Dan juga menginap di kawasan Gelio, instead of Bergen. Bisa banyak pengalaman menarik yang dialami di kawasan Voringfoss dan Taman Nasional Hardangervidda dekat kawasan Gelio. Dengan beberapa penyesuaian dan tentu saja sedikit tambahan biaya, perjalanan akan jauh lebuh efisien dan tidak melelahkan. Mungkin ini bisa menjadi masukan bagi ATS.

Secara umum Tour Ruscan ini menyenangkan dan worthed for the value of money. Di samping penerbangan jarak jauh menggunakan Turkish Airline, ada juga penerbangan pendek dari Moscow menuju ke Saint Petersburg. Ada 1 perjalanan dengan kereta api, yaitu dari Saint Petersburg menuju ke Helsinski. Ada 2 overnite cruise, yaitu Helsinki menuju Stockholm dan dari Oslo menuju ke Copenhagen. Sisanya perjalanan menggunakan bus. Makanan seluruhnya disediakan oleh ATS kecuali makan siang di hari terakhir. Ini buat sebagian orang sangat menguntungkan karena kalau makan sendiri maka budgetnya bisa sangat membengkak. Tetapi bagi sebagian lainnya yang kepingin lebih banyak mencicipi "nuansa lokal" menjadi kurang pas, terutama dalam soal alokasi waktu. Ya tetapi ini sih soal selera. Ndak mungkin bisa memuaskan seluruh pihak. Yang perlu diperbaiki adalah pilihan menunya terutama di Russia yang tiap hari kita makan dengan menu "stroganoff". Chinese food di beberapa lokasi juga perlu di tambah menu dagingnya, bukan melulu ijo royo-royo dengan secuil daging aja. Pilihan hotelnya sih sudah ok. Hanya di 2 hotel terakhir, yaitu di Oslo dan Copenhagen ruangan dan ranjangnya terlalu kecil untuk 2 orang. Di luar semua masukan itu, tour ini sangat menyenangkan. Beragam karakter peserta tour yang berbeda-beda bisa tidak timbul konflik yang signifikan. Ndak gampang menyatukan 26 orang yang berbeda dalam 1 kepentingan. Ini semua tentu tak lepas dari peran kepemimpinan Jerry, the Tour Leader, yang memang mumpuni. Jerry juga sangat helpful dalam soal tamu, terutama dalam menangani perpindahan dari satu hotel ke hotel lainnya. Saya berani mengatakan "he is one of the best Tour Leader yang pernah saya ikuti".

Ritual photo stop, yaitu mampir, foto dan jalan lagi adalah ritual rutin orang mengikuti perjalanan wisata pakai tour. Dalam tour jenis ini yang paling diutamakan adalah "orang"nya bisa berfoto ria di depan bangunan atau obyek yang dikunjungi, baik itu dijepret orang lain, maupun selfie dengan atau tanpa tongsis. Trus yang lebih "penting" lagi adalah upload foto di facebook, instagram atau media sosial lainnya. Soal sejarah tempat yang dikunjungi dianggap "tidak penting".  Dan saya amati fenomena ini bukan hanya fenomena turis Indonesia, tetapi turis dari seluruh dunia tanpa kecuali. Saya yakin jumlah upload foto di facebook atau instagram mengalami peningkatan traffic yang drastis selama bulan liburan ini. Jarang orang yang kepingin tahu latar belakang obyek yang dikunjungi, apalagi menuliskannya dalam sebuah kisah perjalanan secara runut dan tertib. Lebih banyak yang berprinsip "Foto mewakili seribu kata dan cerita." Bener juga sih. Cuman saya mencoba keluar dari pakem ini dan saya menikmati ketika membaca ulang kisah perjalanan wisata dari blog saya. Ini sekaligus sebagai latihan olah bahasa tulis popular, agar ndak melulu bergumul dengan bahasa tulis akademis atau malahan hanya bahasa lisan.

Soal photo stop, aku sampai di"bully rekan fotografer senior waktu beliau melihat fotoku lagi nenteng kamera pakai flash "kok bisa-bisanya motret landscape pakai flash yang nangkring di body kamera". Ha... suatu komentar yang jenius dari seorang pakar. Persoalannya adalah istri dan anak-anakku yang selalu siap "jadi model" di hampir semua spot. Jadi ya kudu selalu siap dengan flash untuk fill in biar ndak back lit. Kalau dilihat ama fotografer senior ya jadi lucu. Motret landscape kok pakai flash. He…

Belajar dari pengalaman soal kamera, menenteng kamera big body seperti 1 Dx di acara seperti ini rasanya kurang pas. Di satu sisi kabotan sekali, karena body kamera dan lensa bisa mencapai sekitar 4 kgs. Ndak praktis dan bikin badan pada pegel menenteng kamera segedhe bagong. Tetapi kalau dipikir lagi, sudah pergi sejauh ini, kenapa ndak mau diabadikan dengan kamera terbaik. Ya akhirnya komprominya adalah dengan memakai belt perut agar ndak terlalu capai dan cukup hanya membawa 1 lensa. Yang ndak perlu dibawa adalah segala macam filter beserta seluruh pendukungnya, wong emang ndak bakalan punya waktu buat ambil moment bagus dan setting tripod + filter segala. Kalau emang perginya khusus ama tukang potret baru ini merupakan perlengkapan wajib bawa.

Soal pakaian, saya juga belajar sesuatu bahwa untuk trip selama 15 hari, cukup dipenuhi 14 hari pakaian dalam, maksimal 7 buah kaos dan sandal yang nyaman. Kaos dan sweater dengan mudah kita bisa beli di tempat-tempat wisata yang kita kunjungi. He… dari seluruh peserta tour ternyata saya yang pakai sandal sendirian. Lainnya pakai sepatu keren-keren. Saya sengaja pakai sandal karena jauh lebih nyaman buat jalan-jalan, walaupun juga bawa sepatu, tapi ternyata ndak pernah dipakai.

Tepat jam 2 siang kami sudah memasuki bandara Copenhagen. Terpaksa menunggu karena check in counternya baru mulai buka jam 3 sore. Saya perhatikan dalam perjalanan menuju ke Istanbul hampir semua peserta terlelap dalam tidur. Mungkin kelelahan atau menyesali, kenapa perjalanan ini cepat berakhir. He…

 

Kamis, Juli 23, 2015

Ramadhan Holiday 2015 - Day 13 - Copenhagen

Ramadhan Holiday 2015 - Day 13 - Copenhagen
Tepat pukul 9.45 pagi DFDS Cruise merapat di kota Copenhagen, ibukota Denmark. Denmark sendiri adalah kerajaan paling tua di rumpun Scandinavia. Jumlah penduduknya sekitar 5 juta orang, di mana 1.2 juta di antaranya tinggal di kota Copenhagen. Negara Denmark terdiri dari 400 buah pulau dan daratannya relatif flat. Tidak terdapat gunung-gunung tinggi seperti di Norwegia dan Swedia. Garis pantainya adalah yang terpanjang di Scandinavia. Maka tidak heran bila jajaran sailing boat juga banyak terparkir di sepanjang pantai menjelang kota Copenhagen.
 
Kalau mendengar kata Denmark, yang selalu terngiang di ingatan masa kecil saya adalah nama Morten Frost Hansen. Dia adalah pemain bulutangkis pertama yang mampu mendobrak tradisi kemenangan dan dominasi pemain-pemain Indonesia di kancah turnamen utama dunia. Pada masanya di era 1982 - 1987, Morten sering mengalahkan Lim Swie King, pemain bulutangkis Indonesia yang sangat terkenal dengan jumping smashnya, Misbun Sidek dari Malaysia dan Icuk Sugiarto yang terkenal dengan lob-lob panjangnya. Di masa-masa itu, saya memang menjadi seorang atlit serius di bulutangkis, jadi kenal semua nama yang mendominasi kancah dunia perbulutangkisan. Salah satunya adalah Morten Frost Hansen. Orangnya tinggi, kurus dengan wajah yang tanpa senyum. Waktu saya tanyakan ke local guidenya, ternyata memang bulu tangkis saat ini menjadi salah satu olah raga terpopuler di Denmark di samping sepak bola dan bola tangan. Kalau saat ini saya ndak tahu apakah Denmark masih memiliki jagoan hebat di tingkat dunia. Jalanan di Denmark relatif lebih besar dibandingkan di Norwegia. Ada beberapa jalan toll di seputaran kota Copenhagen.
 
Jalanannya relatif sangat lancar karena memang tidak banyak kendaraan yang berlalu lalang. Di Denmark pajak kendaraan sangat tinggi, yaitu sebesar 183 persen. Harga bensin juga dikenakan pajak yang cukup tinggi, sebesar USD 2.0 per liter. Hal ini memicu orang untuk memilih menggunakan sepeda sebagai alat transportasi dalam kota. Maka hampir di semua ruas jalan di bangun bicycle lane yang khusus untuk pengemudi sepeda. Sama sekali tidak terlihat motor berkeliaran di Copenhagen. Aneh juga ya, di Jakarta bersepeda adalah ajang membentuk komunitas dan tidak jarang sarana pamer harga sepedanya yang mencapai puluhan juga, atau minimal sebagai sarana untuk berolah raga. Sementara di Denmark yang punya pendapatan perkapita 20 kali dari Indonesia menggunakan sepeda sebagai alat transportasi. Sebuah ironi yang menggelikan.
 
Bersepeda sebagai alat transportasi di Copenhagen emang paling nyaman. Jalanannya flat, tidak naik turun, ada fasilitas special lane, bisa dibopong naik kereta api tanpa ada tambahan biaya apapun, parkir mudah di dekat tempat kita beraktivitas, dan tentu saja jadi sehat. Saya jarang melihat orang "gendhut" alias obesitas di Copenhagen, berbeda dengan di Amerika yang jumlahnya jauh lebih banyak. Menurut local guide kami, yang namanya Nuri dan berasal dari kota Lima di Peru, bersepeda di Copenhagen kudu mematuhi rambu-rambu lalu lintas, seperti lampu lalu lintas, tata cara berbelok ke kiri dan ke kanan, harus memiliki lampu putih di depan dan merah di belakang, dan masih banyak lagi. Kalau rambunya dilanggar, dendanya sangat mahal. Jadi di Copenhagen kalau sepeda mau belok kanan/kiri harus ngasih sign dengan mengangkat dan melambaikan tangan kanan/kiri. Tidak melakukan ini dendanya sebesar EUR 100,- atau setara dengan Rp. 1.5 juta. Wow.... bisa buat beli sepeda lagi donk.
 
Data Indeks Kebahagiaan penduduk suatu kota/negara menempatkan Copenhagen dan Denmark di deretan posisi tertinggi di dunia. Kota ini memang relatif aman, makmur dan nyaman. Pendidikan di Denmark gratis, bahkan sampai ke level PhD. Mahasiswa bahkan diberi "santunan" pendidikan sebesar EUR 700 per minggu apabila bersedia bekerja di lingkungan kampus selama 10 jam dalam seminggu. Biaya kesehatan juga gratis. Jam kerja maksimal 37 jam seminggu dan setiap karyawan berhak atas cuti hamil selama 12 bulan untuk ibu melahirkan dan 3 bulan untuk bapaknya. Kalau ini diterapkan di Indonesia, bisa-bisa ada karyawan mendapatkan cuti panjang 6 tahun dan dibayar oleh perusahaan, karena setiap tahun beranak 1. He.... di Denmark anak sesudah memasuki usia 20 tahu lebih memilih untuk tinggal terpisah dari orang tuanya. Si anak bisa mandiri dengan mengandalkan subsidi pemerintah. Ini mengingatkan saya pada satu artikel tentang "bangkrutnya" sebagian besar sarjana di Amerika akibat beratnya cicilan hutang yang harus ditanggung mereka untuk membayar pendidikan, mencicil rumah, cicilan mobil, dan masih seabreg kewajiban lainnya. Dengan jumlah penduduk yang relatif kecil, rasanya Denmark tidak terlalu kesulitan menjalankan peran sebagai welfare country.
 
Konsekuensi dari semua kenikmatan itu adalah tingkat pajak yang tinggi. Rerata tingkat pajak di Denmark adalah 48 persen, masih di bawah Norwegia yang reratanya 55 persen, sedangkan Swedia 40 persen. Untuk higher income family bahkan tingkat pajaknya mencapai 63 persen. Dan tingkat kepatuhan membayar pajaknya pun sangat tinggi. Ini semua yang mendanai semua "kenikmatan" sebagai warga negara. Saya jadi ingat di pelajaran macro economy yang mengatakan bahwa tingkat pajak yang sangat tinggi akan menurunkan produktivitas karena orang menjadi malas untuk berkarya lebih selama hasil kerjanya sudah cukup untuk hidup nyaman. Bahkan orang cenderung untuk membatasi jam kerja menjadi lebih pendek lagi, menurunkan usia pensiun. Tadinya saya sulit memahami statement ini. Dengan tingkat pajak yang seperti ini emang bisa dimaklumi. Ngapain kerja lebih keras lagi dimana sebagian besar hasilnya akan dinikmati oleh pemerintah. Selama sudah cukup hidup enak ya sudah leyeh-leyeh aja menikmati hidup dan waktu untuk keluarga. Orang juga lebih senang untuk menikmati liburan di luar negeri yang relatif lebih murah dibandingkan hidup di Denmark. Banyak orang Denmark yang memiliki rumah peristirahatan musim panas di Italia dan Spanyol, karena kedua tempat tersebut jauh lebih murah dan juga lebih hangat. Destinasi wisata di Asia adalah Thailand dan Cambodia. Miris juga mendengarnya, padahal Indonesia memiliki obyek wisata yang jauh lebih eksotik dibandingkan dengan Thailand dan Cambodia. Dan dari Denmark, jarak ke Indonesia ya tidak terlalu jauh berbeda dibandingkan dengan ke Thailand atau Cambodia.
 
Denmark juga terkenal sebagai kota yang “green”. Energi bersih dari air, angin dan sinar matahari saat ini berkontribusi sebesar 20% dari total energi nasional dan dalam waktu 10 tahun ke depan akan ditingkatkan menjadi 30%. Angka ini memang masih jauh di bawah Norwegia yang mendekati 98% dipasok oleh hydro power. Di Norwegia khan memang kondisi alamnya yang bergunung-gunung memungkinkan mendapatkan energi air dari air terjun dan melelehnya es. Taman juga ditata dan terus di tambah. Targetnya di tahun 2025 setiap 500 m harus terdapat lahan terbuka untuk taman kota. Ini mirip dengan jumlah mall yang terus bertambah di Indonesia. He…
 
Tempat pertama yang kami kunjungi adalah Istana Kronborg yang terletak 46 km dari pusat kota Copenhagen. Istana yang juga benteng pertahanan ini juga dikenal dengan nama Hamlet Castle. Di dinding luar benteng berjajar meriam yang mengarah ke jalur laut yang memisahkan Denmark dengan Swedia selebar hanya 4 km. Jalur laut inilah yang dari sejak dulu menjadi sumber konflik kedua kerajaan tersebut. Keduanya memperebutkan akses strategis dari jalur laut tersebut. Dulu setiap kapal yang lewat diwajibkan membayar upeti kepada kerajaan Denmark. Kalau menolak maka akan ditembak dengan meriam. Benteng sekaligus istana ini terdiri dari 3 bagian utama, yaitu museum tempat tinggal keluarga kerajaan Denmark tempo dulu, penjara dan kapel. Di Museum sekitar 70 persen barangnya adalah asli, yaitu hasil pengumpulan ulang barang-barang milik kerajaan yang dijarah habis dalam penyerbuan pasukan Swedia di tahun 1600an. Bagian kedua adalah penjara bawah tanah. Memang cukup menyeramkan, tetapi menurut saya kok masih belum seberapa dibandingkan dengan beberapa penjara terkenal dunia seperti di Auswitz di Polandia, Arkansas di California, bahkan Lawang Sewu di Semarang. Di Lawang Sewu ada sel isolasi "duduk" di mana tahanan hanya bisa duduk saja di sel dan tidak bisa berdiri karena ketinggian sel emang hanya memungkinkan orang untuk duduk. Bagian ketiga dari istana dan benteng adalah sebuah kapel Lutheran tempat di mana biasa para keluarga istana beribadat.
 
Dari istana Kronborg, kami menyusuri garis pantai melihat patung Little Mermaid. Bentuknya seperti seorang perempuan duduk dan kakinya berupa sirip. Patung setinggi 1.25 m ini adalah sumbangan dari Carl Jacobsen, anak pendiri pabrik bir terbesar di dunia Carlberg yang didirikan pada tahun 1913. Patung ini terinspirasi oleh cerita dongeng Hans Christian Andersen tentang seorang gadis mermaid (puteri duyung) yang ingin mengakhiri hidupnya di laut dan menjadi seorang manusia utuh yang menikah dengan seorang pangeran. Cerita dongeng itu ditulis dan dipublikasikan tahun 1837 dan masih menjadi sebuah dongeng yang "hits" sampai saat ini. Dongeng lain yang sangat dikenal adalah "Ugly Duckling", yang sebenarnya menceritakan kisah hidup Hans sendiri sebagai seorang penulis. Dia yang datang dari keluarga miskin di pedesaan dan mencoba mengadu nasib ke Copenhagen sebagai seorang penari. Tetapi karena kesan "kampungan" dan jelek, maka dia ditolak di beberapa tempat di mana dia melamar. Lah dalam keputus-asaan itu dia menulis kisah-kisah dongeng dan akhirnya menjadi salah seorang yang sangat terkenal di Denmark dan Scandinavia.
 
Oya di samping Carlberg, ada beberapa nama perusahaan multi nasional yang berasal dari Denmark, di antaranya Lego, perusahaan farmasi Novo Nordisk, perusahaan pelayaran terbesar di dunia Maersk Line, serta Royal Copenhagen Ceramics. Perusahaan-perusahaan inilah yang menopang pertumbuhan ekonomi Denmark, di samping Denmark juga menghasilkan oil and gas yang cukup besar di kawasan Scandinavia dan juga eksportir terbesar untuk daging babi di kawasan Scandinavia. Melihat gonjang ganjing Uni Eropa dalam kasus Yunani, Denmark mensyukuri bahwa walaupun negaranya menjadi bagian dari Uni Eropa tetapi mereka memutuskan untuk tetap menggunakan mata uang sendiri, yaitu Danish Krona. Mata uangnya relatif stabil pada kurs EUR 1 = DKr 7.30.
 
Berbeda dengan negara-negara di kawasan Scandinavia lainnya, Denmark menerapkan kebijakan free alkohol untuk dijual dan diminum di manapun juga. Kalau di Swedia dan Nowegia hanya boleh dijual di toko-toko tertentu dan di minum di dalam ruangan. Orang Denmark juga cenderung kelihatan "angkuh" di awal karena memang relatif "tertutup". Budaya hugging juga ndak umum di Denmark. Orang-orang juga berteman akrab hanya dengan rekan-rekan satu almamater di SMA atau di Universitas. Jarang sekali pertemanan akrab terjadi dalam lingkungan kerjaan. Satu hal lagi yang menarik adalah kebanggaan orang Denmark terhadap benderanya. Di banyak rumah-rumah peristirahatan saya melihat bendera Denmark dipasang. Menurut local guide kami, di acara-acara ulang tahun atau acara-acara personal lainnya juga lambang bendera mendominasi hiasan. Kebetulan desain bendera seluruh negara Scandinavia sama, hanya dibedakan warnanya saja. Mengingat kerajaan Denmark adalah yang tertua, maka diyakini desain bendera negara-negara lain di kawasan Scandinavia meniru bendera Denmark dan hanya di bedakan warnanya saja.
 
Selesai makan siang di sebuah restaurant yang tua sekali dengan menu khas Denmark berupa beberapa varian seafood dan sayuran yang disajikan dalam 1 piring besar, kami menikmati acara bebas di pusat kota Copenhagen. Bagi cewek-cewek acara bebas itu identik dengan "shopping". Padahal secara logika, harga barang-barang yang dijajakan baik itu branded maupun local brand, jauh lebih mahal dibandingkan di Indonesia. Bagi saya jelas, bahwa Scandinavia is not the place for shopping.
 
Menjelang masuk ke bis untuk menuju hotel kami dikejutkan oleh tertangkapnya seorang "penjahat" yang sudah dikejar-kejar polisi dari tempat lain. Kebetulan penjahatnya mengendarai sepeda motor ke arah rombongan kami dan terguling tepat di depan tempat berkumpulnya rombongan. Lalu berlari menghindari polisi yang mengejarnya. He... ternyata ada juga ya penjahat di kota sedamai Copenhagen. Yang saya cermati dari kejadian ini adalah tingkat keperdulian masyarakat tidak terlalu tinggi melihat kejadian ini. Kalau di Jakarta sudah pasti penjahatnya bakalan bonyok dihajar massa dan bahkan bisa-bisa di "sate" hidup-hidup. Kejadian "maling yang tertangkap" menyebabkan kami saling bercerita menurut versinya masing-masing. Minimal bisa buat "tombo kantuk" di sore hari. Sepanjang makan malam topik maling masih menjadi trending topic yang hangat. He.... malam ini kami bermalam di Scandic Hotel Copenhagen.

Ramadhan Holiday 2015 - Day 12 - Oslo

Ramadhan Holiday 2015 - Day 12 - Oslo
 
Pagi ini perjalanan wisata kami dilanjutkan dengan city tour di kota Oslo. Tempat pertama yang kami kunjungi adalah City Hall. Bentuknya sangat mirip dengan Stockholm City Hall, yaitu ada tangga memanjang di salah satu sisinya. Di tempat inilah pemenang hadiah Nobel perdamaian diumumkan pada tanggal 10 Desember. Seperti sudah dijelaskan ketika mengunjungi Stockholm, khusus untuk Nobel Perdamaian memang tetap diumumkan di Oslo karena dulunya Norwegia adalah bekas jajahan Swedia. Tidak ada hal istimewa lain di Oslo City Hall, yang sampai saat ini masih dipakai sebagai pusat pemerintahan kota Oslo.
 
Dari situ kami mengunjungi Opera House, yang terletak di sebelah stasiun kereta api utama kota Oslo. Dari kejauhan bentuknya menyerupai kapal. Bangunan "miring" ini relatif masih sangat baru, dan selesai dibangun tahun 2007. Di theater utamanya, Opera House ini mampu menampung 1364 penonton, di samping ada 2 theater kecil yang bisa menampung 200 dan 400 penonton. Kami tidak sempat masuk dan hanya berfoto ria di depan bangunan tersebut. Buat orang Indonesia gedung opera adalah sesuatu yang terasa "asing". Dalam benak hati, sayapun bertanya, apaan tuh, karena ini bukan hal yang jamak di negeri kita. Yang saya tahu di Jakarta kalau nonton pertunjukkan biasanya di Gedung Dewan Kesenian Jakarta atau di Taman Ismail Marzuki. Kita rasanya ndak punya tradisi "theater" yang kuat deh, padahal kita punya sekolah tinggi seni yang cukup beken, yaitu Institut Kesenian Jakarta. Dan aku sendiri sudah jadi pengajar tetap di Pascasarjana IKJ untuk mata kuliah Entrepreneurship, atau istilah kerennya "Business for Artists", sejak tahun 2010. Keren khan? Tapi tentu saja tidak semua mahasiswanya adalah artis-artis sinetron yang bahenol. He....
 
Tempat ketiga yang kami kunjungi adalah Vigeland Park, atau nama sebenarnya adalah Frogner Park. Taman ini terdiri dari 3 lantai. Total di dalam taman terdapat 212 patung yang terbuat dari granit yang kesemuanya patung telanjang yang dibuat oleh Vigeland Gustav dan selesai tahun 1944. Keseluruhan patung itu menggambarkan kehidupan manusia mulai dari lahir sampai meninggal. Yang paling terkenal adalah patung Angry Boy, yaitu patung seorang anak usia belasan tahu yang telanjang dan wajahnya menunjukkan ekspresi kemarahan. Patung lain yang menarik adalah patung sepasang laki-laki yang bisa dipersepsikan sebagai pasangan "gay". Ini menarik karena di kota Oslo orang dijamin tidak akan mengalami diskriminasi hanya karena soal gender ataupun orientasi seksualnya. Jadi benar-benar setiap orang punya hak yang sama. Bahkan di brosur yang saya temukan semalam di Hotel Scandic Oslo, ada iklan bar dan nite club yang positioningnya emang buat LGBT. Yah, itulah Norwegia, yang memang terkenal sangat anti diskriminasi.
 
Memasuki "lantai kedua" terdapat air mancur (atau mungkin lebih tepatnya air muncrat kali ya). Yang menjadi point of interest adalah Monolith yang terletak di "lantai ketiga". Monolith adalah semacam monumen dengan ketinggian 14,12 m yang tersusun dari 121 patung tersusun menjadi satu membentuk sebuah monumen. Kebetulan cuacanya pagi ini sangat bagus, sehingga bagus sekali buat berfoto ria di taman tersebut.
 
Sebelum makan siang kami mengunjungi Viking Ship Museum yang terletak di kawasan Bygdoy Oslo. Museum ini adalah bagian dari Museum of Cultural Art dari Universitas Oslo, sebuah Universitas terbesar di Norwegia. Bangunan museumnya sendiri relatif sederhana dan koleksi 3 buah perahu dan artefak lainnya juga tidak terlalu istimewa. Yang paling menarik tentu saja perahu perang Viking yang konon sangat terkenal. Bagi kita orang Indonesia, terutama yang tidak tertarik pada sejarah tentu tidak mengenal siapa yang dimaksud dengan Viking. Ya maklum, waktu jaman Viking kita semua belum lahir. Ha...
 
Bagi bangsa Scandinavia, khususnya bagi bangsa Norwegia, Viking adalah sebuah catatan sejarah yang tidak bisa diabaikan. Viking adalah sekelompok orang Scandinavia yang menjelajah sampai ke kawasan Inggris, Russia, German, Eropa Timur, Afrika Utara, Constantinopel, Mediterania, Asia Tengah, bahkan sampai ke Amerika Utara pada abad ke 8 sampai abad ke 11. Bahkan beberapa temuan arkeologi menunjukkan bahwa bangsa Viking pernah menakhlukan Bagdad (Irak) pada abad ke 10, yang saat itu menjadi pusat penyebaran agama Islam. Bangsa Viking terkenal karena kekejamannya dalam menguasai daerah yang sudah ditahlukannya. Prajurit Viking yang biasa digambarkan sebagai seorang prajurit yang tinggi besar, wajah anggun dan bertopi baja, dengan pedang di tangan kanan menjelajah melalui laut Baltic dan laut Norwegia menggunakan perahu karena memang sangat terkenal keahliannya dalam bidang pelayaran.
 
Sampai saat ini masih menjadi perdebatan antar sejarawan di Norwegia, apa sebenarnya motivasi dari Viking. Satu teori mengatakan bahwa Viking muncul sebagai bentuk perlawanan atas kekuasaan Charles the Great yang dinobatkan menjadi the "Emperor of Europe" oleh Paus Leo III dan bermaksud mengkristenkan seluruh wilayah Eropa, termasuk Scandinavia. Teori lain mengatakan bahwa Viking muncul semata-mata karena keinginan untuk berdagang dan memang bangsa Viking ini sangat ahli dalam tehnologi pelayaran pada masanya. Apalagi saat itu kerajaan Inggris sedang lemah akibat pertempuran internal antar anggota kerajaan dan ekspansi agama Islam ke Eropa menyebabkan menurunnya volume perdagangan di Eropa. Bangsa Viking memiliki kejayaan pada awal abad 8 sampai abad 11. Pada abad ke 11 sejak semakin merasuknya kekristenan di kalangan istana raja-raja di Scandinavia terutama di Denmark dan Nowegia, Viking semakin terdesak dan melemah. Salah satu benturan utama antara Viking dengan kekristenan adalah soal perbudakan. Viking mengandalkan konsep perbudakan dalam melakukan penahlukan wilayah dan itu ditentang oleh ajaran kekristenan yang saat itu dianggap sebagai satu-satunya kebenaran di kawasan Eropa. Di sisi yang lain semakin menguatnya agama Islam, terutama sejak kemenangan kekaisaran Islam di kawasan Spanyol Selatan, semakin melemahkan tentara Viking. Akhirnya pada akhir abad 11 Kerajaan Viking runtuh. Peninggalan-peninggalan historisnya dipamerkan di Viking Ship Museum yang kami kunjungi hari ini. Sebuah catatan sejarah yang menarik bagi bangsa Norwegia.
 
Tempat terakhir yang kami kunjungi adalah Holmenkollbaken Ski Jump yang terletak di kawasan Holmenkollen Oslo. Dari sini kita bisa melihat kota Oslo dari ketinggian. Ini adalah salah satu arena ski jump yang paling tua. Holmenkollen sudah menyelenggarakan Holmenkollen Ski Jump Festival sejak tahun 1892. Ini pernah juga digunakan sebagai arena ski jump di Olimpiade Musim Dingin tahun 1952 dan beberapa kali digunakan di ajang pertandingan ski jump tingkat dunia. Ketinggian Holmenkollen saat ini adalah 142.5 m, setelah mengalami renovasi selama 19 kali, termasuk renovasi total di tahun 2010. Karena ini musim panas, maka ndak ada aktivitas apa-apa di sana, kecuali flying fox menyusuri di atas arena luncuran ski. Seandainya punya waktupun aku ndak berani meluncur di ketinggian seperti itu. Sadar diri kalau aku dah tua dan ndak punya keberanian seperti dulu lagi. Ya jadinya kami hanya mampir berfoto sebentar di tempat itu.
 
Sore harinya kami langsung check in di DFDS Cruise menuju ke kota Copenhagen. Ini adalah overnite cruise kedua setelah sebelumnya kami naik kapal cruise juga dari Helsinki menuju ke Stockholm. Asyik juga sih perjalanan begini. Bisa ngirit waktu enrouting dan bagi tour operator juga bisa ngirit hotel. Bagi kita juga bisa mendapatkan pengalaman "tidur goyang-goyang" diterpa ombak di tengah lautan. Cuman kali ini emang goyangannya jauh lebih terasa dibandingkan rute sebelumnya. Istriku sampai terkapar di dalam kamar sementara aku kebingungan mencari anak-anakku yang entah "hilang" (baca: bermain) ke mana bareng ama peserta tour lain. Kebetulan jaringan wifi hanya ada di seputaran deck 7 aja, jadi tanpa alat komunikasi ya nyarinya mabok juga. Untung akhirnya ketemu. He....

Selasa, Juli 21, 2015

Ramadhan Holiday 2015 - Day 11 - Enroute Bergen Oslo

Ramadhan Holiday 2015 - Day 11 - Enroute Bergen Oslo
 
Setelah beristirahat semalam di Quality Edvard Grieg Hotel di Burgen, pagi ini kami melanjutkan lagi perjalanan panjang menuju ke ibukota Norwegia, Oslo. Data dari google map menujukan jarak Bergen ke Oslo 465 km dengan estimasi waktu tempuh 6 jam dan 44 menit tanpa berhenti. Kalau berikut makan siang dan berhenti wajib untuk kencing, ya total bisa mencapai 8 - 9 jam. Buat orang Indonesia di daerah dingin, pasti lebih sering membutuhkan toilet karena kademen.
 
Perjalanan ini seperti membelah Norwegia dari sisi barat ke sisi timur. Sudah bisa dibayangkan, bokong akan gepak (gepeng) menahan berat badan duduk seharian di dalam bus. Menurut informasi Andre, pengemudi kami asal Estonia yang sudah sejak dari Stockholm membawa kami, di Norwegia tidak ada jalan tol yang menghubungkan kota Oslo ke kota Bergen. Ini agak aneh karena keduanya adalah kota terbesar pertama dan kedua. Untuk negeri sekaya Norwegia , sebenarnya pembangunan jalan tol bukan hal yang sulit. Saya jadi bertanya-tanya dalam hati, apa ya sebabnya.
 
Aku mencoba menganalisa sendiri. Negara ini penduduknya memang sangat sedikit dibandingkan luas tanah yang ada. Jumlah penduduknya hanya 5 juta lebih dengan luas daratan 385 ribu km persegi. Jadi luasannya sekitar seperempat dari Indonesia, tetapi jumlah penduduknya seperlima puluh dari Indonesia. Dengan kondisi seperti ini, mungkin memang tidak dibutuhkan banyak jalan tol. Apalagi memang industri yang dominan adalah industri hasil laut yang juga tidak membutuhkan infrastruktur jalan darat seperti bila industrinya adalah industri manufaktur. Pemandangan alamnya juga sangat indah sehingga jalanan non tol melingkar-lingkar gunung, lewat tunnel dan mengitari danau menjadi suatu keasyikan tersendiri. Mungkin akan terlalu mahal membangun jalanan lurus bebas hambatan mengingat topografi tanahnya, kondisi geografis dan demografisnya, apalagi tidak ada urgensi untuk industri dominannya. Entahlah sejauh mana analisa saya itu benar. Kelihatannya masuk akal, tetapi tentu saja kudu dikonfirmasi dengan data yang lebih akurat dan dikonsultasikan dengan pakar yang lebih mumpuni.
 
Pemberhentian pertama kami adalah sesaat setelah melewati jembatan gantung Hardangervidda, sebuah jembatan gantung terpanjang di Norwegia. Panjangnya 1.5 km dan di salah satu sisinya langsung masuk ke dalam tunnel. Jembatan gantung ini dibangun pada tahun 2009 dan baru beroperasi tahun 2013. Data temperatur di bus menunjukkan suhu sekitar 12 derajad celcius, tetapi angin yang cukup kencang membuat saya merasa suhu seperti sekitar 5 derajad. Sambil antri di depan toilet, aku amati ternyata toiletnya yang pakai konstruksi baja ringan dan aluminium menggunakan atap dari batu belah, yang biasanya banyak digunakan sebagai lantai di Indonesia. Dari hasil ngobrol dengan So Yohanes Jimmy, saya mendapatkan informasi bahwa atap batu yang relatif berat ini juga banyak dipakai di rumah-rumah di kota Kobe Jepang. Tujuannya adalah untuk menahan rumah dari tiupan angin yang cukup kencang. Tanpa disangka ini menyebabkan jumlah korban yang meninggal akibat gempa Kobe jauh lebih banyak. Sebagian besar korban gempa adalah akibat tertimpa reruntuhan atap rumah, yang rata-rata beratnya mencapai 2 ton.
 
Pemberhentian kedua sebelum makan siang adalah di area semacam padang savana yang sebagian di antaranya tertutup salju dengan ketebalan 50 - 150 cm. Nama daerahnya adalah Voringfoss yang terletak di kawasan Taman Nasional Hardangervidda pada ketinggian 1240 m ASL. Di Taman Nasional ini adalah habitat bagi binatang-binatang artic seperti reindeer. Data menunjukkan bahwa jumlah reindeer di Taman Nasional ini mengalami penurunan drastis dari 15.000 ekor di tahun 1996, tinggal menjadi 8.000 ekor di tahun 2010 akibat pemburuan oleh manusia. Wah aku jadi menyesal makan daging reindeer di Helsinki minggu lalu. Di sini sebagian sungai sudah mulai membeku menjadi tumpukan salju yang mengapung. Angin bertiup sangat kencang, semakin menambah dingin sampai menusuk tulang, sampai-sampai menekan rana kamera saja susah sekali karena tangan bergetar menggigil. Padahal ini adalah di tengah musim panas. Lah kalau musim dingin bisa seperti apa ya rasanya. Andre, sang pengemudi tertawa terbahak melihat saya menggigil kedinginan dan bersembunyi di balik bus. Dia mengatakan di negaranya, Estonia, kalau puncak musim dingin suhunya bisa mencapai minus 30 derajad celcius. Wah "barangku" bisa mengkeret deh.
 
Kami makan siang di Vestlia Hotel, yang terletak 2 km dari stasiun kereta Geilo. Geilo adalah sebuah desa kecil tempat wisata ski di musim dingin. Letaknya sekitar 220 km dari Oslo atau Bergen. Vestlia Hotel adalah tipical ski resort yang didesain menggunakan konsep arsitektur Norwegia yang terbuat dari kayu. Bangunnya sangat antik dengan atap yang terbuat dari kayu. Ada lapangan golf 9 holes tepat di depan resort. Kalau maen golf di sini bayar green feenya NOK 600 untuk 2 x 9 holes. Saya lihat greennya kurang terawat, jauh dibandingkan dengan lapangan golf kelas atas di Indonesia. Di samping lapangan golf ada fasilitas kolam renang air panas dengan luncuran berkelak-kelok seperti di Water Boom Pantai Indah Kapuk. Ada juga sarana mainan anak-anak semacam children ground yang cukup komplit. Seharusnya tidur di Geilo sini jauh lebih asyik, tinimbang di Bergen.
 
Perjalanan yang panjang dan melelahkan dari Bergen ke Oslo akhirnya berakhir. Tepat jam 7 malam kami memasuki kota Oslo, ibukota Norwegia. Total perjalanan hari ini memakan waktu 10 jam, termasuk 2 kali stop dan makan siang. Suhu udara kota Oslo lebih bersahabat, sekitar 19 derajad celcius, walaupun matahari sama sekali tidak nampak karena tertutup awan mendung. Di samping kanan jalanan memasuki kota Oslo sebelum pelabuhan peti kemas, saya melihat ratusan kapal kecil dan sedang (sailing boat) terparkir dengan rapi di pelabuhan. Panjang parkirannya bisa mencapai hampir 3 km. Pemandangan mirip seperti ini pernah saya lihat di kota Auckland, Selandia Baru, di mana di Auckland adalah kota dengan jumlah yatch per kapita terbesar di dunia. Tebakanku di seputaran Oslo ada obyek wisata air atau pulau yang sering dikunjungi warga kota Oslo untuk menikmati akhir pekan.
 
Kota Oslo sendiri didirikan tahun 1048 dan merupakan kota dengan jumlah penduduk terbanyak di Norwegia. Jumlah penduduknya 650 ribu jiwa, atau kira-kira setara dengan 2 kecamatan di Ibukota Jakarta. Kota Oslo merupakan kota termahal kedua di dunia setelah Tokyo, serta merupakan pusat pemerintahan dan perdagangan Norwegia. Berbeda dengan di Moscow dan Saint Petersburg di mana di kedua kota tersebut 90 persen penduduknya tinggal di apartemen, di Oslo saya melihat banyak landed house di seputaran kota.
 
Kami makan malam di sebuah Chinese restaurant di dekat National Concert Hall Oslo. Makanannya lumayan enak, hanya variasinya kurang banyak. Waktu saya melirik daftar menunya, memang harganya lumayan menggigit. Rata-rata per porsi lauk seharga NOK 180 - 250 atau setara dengan Rp. 328.000 - 462.000,-. Harga ini jelas mahal untuk porsinya yang relatif kecil. Maklum ini khan kota yang termahal kedua di dunia.
 
Malam ini kami check in di Scandic Hotel Oslo. Hotelnya terletak di daerah kota, tetapi ini adalah hotel terjelek dari sepanjang perjalanan tour kami. Mungkin karena terbatasnya budget untuk hotel di salah satu kota termahal di dunia. Ranjangnya sama sekali tidak nyaman. Untuk kamar double hanya terdiri dari spring bed berdempet yang diberi lapisan kasur setebal 10 cm untuk menjadikannya sebagai "queen bed" instead of twin bed.
 
Tapi ada satu hal menarik di parkiran hotel. Saya melihat ada beberapa electric car yang diparkir dan sedang nge-charge listrik di beberapa colokan yang tersedia. Colokannya ditempelkan di tempat biasa kita isi bensin di mobil normal. Saya cuman membayangkan kalau di Indonesia, colokannya bisa di-embat orang dan besok terpaksa mobilnya ndak bisa jalan karena "low bat" belum di charge. Untung di negara ini ndak ada maling seperti itu. Atau minimal ndak ada orang iseng yang nyabut colokan. Rasanya kalau mau masuk ke Indonesia kudu dipikirkan agar colokannya bisa "digembok". Kalau ndak bisa digondol maling. Ha....

Minggu, Juli 19, 2015

Ramadhan Holiday 2015 - Day 10 - Voss Flam Bergen

Ramadhan Holiday 2015 - Day 10 - Voss Flam Bergen
 
Gara-gara postingan saya semalam di hari ke 8 soal pak Renold, banyak rekan peserta tour yang mengkonfirmasi ke saya, apakah benar pak Renold membawa rice cooker. Saya sampai ditegur istri karena dikira "memfitnah" demi sebuah sensasi. Tanpa perlu membuktikan kebenarannya, pagi ini saya dan beberapa rekan peserta tour menyaksikan bahwa pak Renold adalah satu-satunya peserta tour yang makan nasi buat sarapan. Pak Renold juga ternyata membawa 60 bungkus indomie dalam berbagai varian rasa, beberapa bungkus abon, dan sekantong besar obat obatan. Benar-benar well prepared rekan senior kita yang satu ini. Kita jadi terbahak bersama-sama. Ternyata Harris Turino ndak boong. Ha.... kalau dalam istilah matematika disebut QED (Quod erat demonstratum, kira-kira begitu tulisannya) yang artinya apa yang perlu dibuktikan sudah terbukti. Tentu saya ndak mungkin menulis mengada-ada. Ntar bisa kena sue orang donk.
 
Ada satu lagi yang menarik, yaitu kebiasaan pak Renold untuk membaca koran sambil makan pagi, dan tentu saja berdoa sebelum dan sesudah makan. Ada satu rekan yang sempat nyeletuk, "Dapat koran Indonesia dari mana pak?". Dengan santai pak Renold menjawab, "Ini koran minggu lalu, yang saya baca ulang untuk menemani makan pagi". Nah khan....
 
Pagi ini menu makanannya di Park Hotel Voss sih sebenarnya standard menu makan pagi di Eropa. Roti berbagai macam dengan teman-temannya, ham, sosis dan buah semangka. Tapi mungkin karena sudah 10 hari di perjalanan, banyak yang sudah mulai kangen dengan sambal goreng, soto ayam, sayur lodeh, tempe mendoan atau bahkan plecing kangkung. Maka ndak heran kalau banyak "indomie" rasa soto ayam, bakso, dan lain-lain bertebaran di meja makan. Ya minimal bisa buat tombo kangen.
 
Pagi ini acara kita naek kereta api, tut tut tut, siapa hendak turut. Dari depan hotel kami naik kereta selama 1 jam menuju ke Myrdal. Dari sisi kiri kanan jendela aku melihat dinding pegunungan yang sebagian dilapisi dengan es. Padahal ini musim panas. Bisa dibayangkan apa yang terjadi kalau winter. Di sini memang sangat terkenal sebagai tempat wisata musim dingin dengan bermain salju. Sesampai di Myrdal station pada ketinggian 866 above sea level (ASL) kami ganti menggunakan panoramic train yang terkenal dengan nama Flam Railway.
 
Kereta panoramic ini akan menyusuri gunung, meliuk-liuk melingkar punggung gunung untuk turun dan berakhir di station Flam yang terletak pada ketinggian 2 m ASL. Panjang perjalanan ini adalah 20 km dan ditempuh dalam kurun waktu 1 jam. Ini adalah jalur kereta normal yang paling terjal di dunia. Normal maksudnya menggunakan rel kereta api biasa dan bukan kereta bergerigi. Jalur kereta ini didirikan pada tahun 1909, dan sejak tahun 1944 sudah menggunakan lokomotif bertenaga listrik. Untuk mengurangi kemiringan-kemiringan yang drastis, terpaksa dibangun 20 buah tunnel sepanjang jalur ini dengan total panjang sekitar 6 km. Berarti sekitar 30 persen perjalanan di dalam tunnel. Ini menarik, sekaligus membuat bete. Pemandangan yang indah dan spektakular tidak bisa dinikmati gara-gara bolak-balik masuk goa.
 
Di tengah perjalanan panoramic train ini, tepatnya di stasiun Kjosfossen pada ketinggian 669 m, kereta dihentikan untuk memberikan kesempatan para penumpang untuk turun dan memotret air terjun Kjos yang arusnya sangat deras. Air terjun ini akan mengalir ke danau Reinunga dan dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik tenaga hydro yang cukup besar dan murah.
 
Tepat pukul 12 kami tiba di stasiun Flam yang terletak di tepi danau Fjord, tempat kemarin kita mengawali perjalanan Fjord Cruise selama 2 jam menuju Gudsvangen. Selesai makan siang, kami melanjutkan perjalanan menuju ke kota Bergen dan stop over di air terjun Tvindefossen yang memiliki ketinggian 152 m. Sayang tripod dan filter ND saya ada di koper besar yang susah dibongkar. Tanpa kedua alat itu, air terjun akan susah untuk "diolah" menjadi untaian kapas yang indah. Dengan peralatan yang ada, yaitu bongkahan batu besar, saya coba setting kamera di bukaan terkecil f 22, ISO terendah, agar bisa mendapatkan kecepatan rana yang paling rendah, yaitu 1/8 detik. Dengan bantuan timer dan ganjal batu, ya hasilnya lumayan. Kalau ada filter ND dan tripod, bisa di set pada 2 detik, hasilnya akan luar biasa. He....
 
Ada satu hal lain yang menarik ketika kami berhenti di air terjun ini. Di sini aada sebuah toko souvenir kecil yang tidak terlalu laku, dan juga menyediakan toilet dengan biaya Norwagian Krona NOK 10 atau setara dengan EUR 1.2 per orang. Busyet dah mau kencing aja harus bayar hampir Rp. 20.000,- rupiah. Welcome to Europe. Ha..... Saya menyaksikan serombongan turis China yang tadinya berbondong-bondong dan berebut mau masuk ke WC. Begitu ada papan pengumuman dan masuknya harus pakai koin, maka hampir semua yang tadinya kebelet kencing, langsung ndak jadi kebelet lagi. Tapi ada aja yang mencoba ngakalin sistem dengan cara memasukan 1 coin untuk berdua. Ya akhirnya bajunya kejepit. Padahal sudah jelas-jelas ditulis bahwa pintu masuk berputar ini dipantau pakai CCTV. Ha.... ada-ada saja. Tapi emang saya yakin penghasilan terbesar toko souvenir itu pasti dari jualan WC tinimbang jualan souvenir.
 
Kami lalu melanjutkan perjalanan ke kota Bergen yang terletak sekitar 160 km dari Flam. Kota Bergen adalah kota kedua terbesar di Norwegia, dengan jumlah penduduk 274 ribu jiwa. Kota ini terkenal dengan julukan "Kota Tujuh Gunung" (the Seven Mountains City). Kota Bergen ini terkenal sebagai pusat dari aqua-culture, shipping, pusat pengeboran minyak offshore, tehnologi kelautan dan pusat pendidikan serta turisme. Pelabuhan Bergen adalah pelabuhan tersibuk di Norwegia. Kota ini didirikan tahun 1070. Tempat pertama yang kami kunjungi di Bergen adalah Floibanen, semacam Peak Trem yang ada di Hong Kong, menuju ke gunung Floyen. Jalur ini didirikan tahun 1918 dan merupakan pusat atraksi turis di kota Bergen. Setiap tahun tidak kurang 1 juta pengunjung menaiki trem ini, untuk melihat kota Bergen dari ketinggian. Waktu tempuhnya sekitar 7 menit termasuk pemberhentian di beberapa stasiun antara. Hampir seluruh kota Bergen tampak dari atas dan memang dikelilingi oleh air. Bahkan kelihatannya airnya jauh lebih luas dari daratannya. Menurutku pemandangan ini tidak seindah Hong Kong yang didominasi oleh gedung-gedung pencakar langit dan dihiasi oleh bertaburan cahaya. Gedung-gedung di Bergen tidak ada yang tinggi menonjol. Dan cahaya lampunya juga tidak tampak karena ini baru jam 8 malam dan mentari masih bersinar di musim panas.
 
Setelah turun dari Gunung Floyen, kami menikmati pemandangan di pusat kota Bergen, tempat di mana banyak parkiran yatch, sambil menunggu makan malam. Malam ini aku memutuskan untuk skip makan malam bersama group karena kepingin nyobain giant crab dan lobster di Market Square. Ini adalah makan malam yang paling lezat selama di perjalanan. Rasanya benar-benar istimewa karena memang bahan bakunya fresh dan hanya direbus dan diungkep, serta diberi garam. Tentu saja saya minta pakai garam Nutrisalin yang memang saya bawa dari Jakarta. Garam ini rendah sodium dan aman dikonsumsi oleh penderita hipertensi dan juga sangat bagus untuk orang-orang seusia saya untuk pencegahan. Siapa sih yang mau dan berani resiko terkena stroke? Hi... ngeri. Iya kalau langsung mati, lah kalau jadi vegetatif khan merugikan seluruh anggota keluarga. Maka mumpung lagi cerita makanan dan garam, sekalian ngingetin agar orang-orang seusia saya harus mampu mengendalikan asupan garam dengan cara mengganti garamnya dengan garam Nutrisalin. Oya, kembali ke soal makan sea food, sayang Gaby ndak bisa ikutan makan karena dia emang ndak bisa makan kepiting dan udang akibat alergi berat.
 
Tepat pukul 10 malam kami tiba di Quality Hotel Edvard Greig yang terletak di pinggiran kota Bergen. Besok kudu siap-siap untuk perjalanan panjang menuju Oslo.

Sabtu, Juli 18, 2015

Ramadhan Holiday 2015 - Day 9 - Hamar Gudsvangen Voss

Ramadhan Holiday 2015 - Day 9 - Hamar Gudsvangen Voss
 
Hari ini kami meninggalkan kota kecil Hamar yang sepi tapi punya pemandangan yang luar biasa. Pepohonan di samping kiri kanan jalanan menambah eloknya pemandangan. Jalanan menuju ke Fjord berkelok-kelok seperti jalanan menuju ke Puncak. Rumah-rumah mungil yang terpisah jauh dengan tetangganya seolah "breaking the repetition" dari hijaunya pemandangan. Sangat udara sangat dingin dan hujan sehingga langit berwarna abu-abu. Kalau saja mentari bersinar, tentu akan menghasilkan pemandangan yang sempurna.
 
Satu lagi yang menarik perhatian saya adalah air. Sepanjang perjalanan aku menyaksikan danau, bendungan, atau sungai super besar di mana-mana. Sampai-sampai istriku berkomentar "kita sudah tahu harus lari ke mana kalau suatu ketika Indonesia kekurangan air penopang kehidupan". Ujar-ujar yang mengatakan bahwa Norwegia adalah negara 1000 danau terbukti. Data menunjukkan bahwa Norwegia adalah satu-satunya negara di dunia yang memiliki tingkat hydro electric plant mendekati 99 percent. Wow.... benar-benar sumber energi yang murah dan bersih.
 
Kami makan siang di desa Lardal dengan menu yang sangat istimewa, yaitu Norwegian salmon. Berbeda dengan frozen salmon yang biasa kita makan di Jakarta, di sini salmonnya benar-benar fresh, apalagi di musim panas seperti sekarang ini. Kalau musim dingin pemburuan salmon berhenti karena salmon hanya bisa didapatkan di laut dalam, sementara pada musim dingin lautnya membeku. Selesai makan siang kami berfoto ria di tepi danau Lardal. Daerah ini sekaligus sebagai parkiran mobil karavan. Kami menyaksikan banyak keluarga menggunakan karavan sedang bersantai di samping "rumah mobilnya". Asyik juga tuh kapan-kapan kita bisa berwisata keliling Eropa menggunakan karavan. Waktunya bisa lebih fleksibel dan bisa memilih tempat-tempat eksotik yang dikunjungi.
 
Bicara soal fresh salmon, saya masih ingat kira-kira 3 bulan lalu saya diundang menghadiri acara Norwegian Nite oleh salah satu mahasiswa doktoral saya yang emang memiliki kaitan bisnis dengan Norwegia. Saat itu Dubes Norwegia di Jakarta menjelaskan bahwa Norwegia adalah negara pengekspor minyak terbesar di dunia di luar Timur Tengah. Kalau secara keseluruhan nomer 5 di dunia. Kontribusi minyak sebesar 33 persent dari total ekspor Norwegia. Negara ini juga eksportir terbesar ketiga untuk gas. Kontribusi gas adalah sekitar 24 persen. Jadi total kontribusi migasnya sekitar 57 persen dari total ekspor Norwegia, atau hampir 20 persen dari total GDPnya. Padahal jumlah penduduknya hanya 5,1 juta jiwa. Ini yang membuat Norwegia menjadi negara dengan pendapatan per kapita tertinggi kedua di Eropa sesudah Luxemburg, dan keempat terbesar di dunia. GDP per kapitanya mencapai USD 80,500. Bandingkan dengan Indonesia yang saat ini memiliki GDP per kapita hanya di kisaran USD 3,500. Ini juga menjadikan Norwegia sebagai negara dengan jumlah cadangan devisa per kapita terbesar di dunia. Human Development Indeksnya juga tertinggi di dunia. Ekonominya adalah kombinasi antara kapitalis ekonomi dan welfare state.
 
Persoalannya adalah hampir seluruh ladang minyak Norwegia adalah ladang minyak laut dalam yang biaya eksplorasinya mahal. Dengan turunnya harga minyak mentah dunia saat ini di kisaran USD 50 - 60 per barel, praktis tidak mungkin lagi Norwegia melakukan eksplorasi minyak. Sehingga income negara tersebut turun sangat drastis. Ekspornya saat ini praktis hanya mengandalkan hasil laut dan ekspor hydro power. Kondisi ini sangat menyulitkan Norwegia. Atas dasar itulah Norwegia mengundang Menteri Kelautan, Susy Pudjiastuti, dalam acara Norwegian Nite tersebut. Tujuannya adalah menjalin kerja sama dengan Indonesia di bidang kelautan, sesuai dengan konsep Negara Maritim yang diusung Jokowi. Norwegia memang negara yang memiliki tehnologi penangkapan ikan, pelestarian samudra dan pengolahan hasil laut yang paling canggih di dunia. Saya masih ingat jawaban Menteri Susy saat itu sangat sederhana dan lugas, "Kalau cuman mau nangkap ikan di Indonesia, ijin sudah tertutup karena Indonesia sudah menetapkan moratorium ijin baru untuk kapal-kapal asing. Tetapi kalau akan investasi di pengolahan hasil laut, tentu saja Indonesia sangat terbuka. Syaratnya harus ada proses transfer tehnologi. Mantap pisan ya menteri kita yang cuman lulusan SMP. Pak Dubes Norwegia sampai tersenyum dengan kecut.
 
Beruntung bahwa Norwegia adalah satu-satunya negara di kawasan Eropa yang memiliki surplus pada Neraca Pembayarannya selama bertahun-tahun, sehingga memiliki Soverieghty Wealth Fund terbesar di dunia. Passive income Norwegia dari hasil investasinya di luar negeri menyelamatkan perekonomian negara tersebut sehingga tidak terlalu terpuruk ketika banyak negara di kawasan Uni Eropa yang bermasalah, seperti Yunani, Portugal, Italia dan Spanyol (PIGS).
 
Setelah makan siang kami melewati tunnel 24.51 km. Ini merupakan tunnel jalan raya terpanjang di Dunia. Ini lebih panjang dari Gotthard Road Tunnel di Switzerland yang hanya 17.5 km. Kalau untuk tunnel kereta api sudah ada yang panjangnya 50 km lebih. Namanya Lardal Tunnel yang terletak 175 km sebelah timur laut kota Bergen. Lardal Tunnel didirikan tahun 1995 - 2000 dengan biaya USD 125 juta. Tunnel ini menjadi jalur utama yang menghubungkan kota Oslo dan Bergen, di samping tentu saja ada transportasi ferry melalui sungai atau jalanan mengitari puncak gunung. Pada saat musim dingin jalur mengitari puncak gunung sulit untuk dilewati karena akan tertutup salju. Sehingga tunnel ini adalah jalan satu-satunya yang mungkin untuk dilewati. Di dalam tunnel terdapat permainan lampu berwarna biru yang memberikan kesan kita berada di planet lain. Kami sempat berhenti untuk memotret, tetapi suasananya kurang aman dan nyaman. Sehingga tidak terlalu lama kami jalan lagi menuju ke pelabuhan Fjord.
 
Acara dilanjutkan dengan menaiki Fjord Cruise selama 2 jam menyusuri danau Fjord yang berada pada ketinggian 1000 m di atas permukaan laut. Air dari danau ini berasal dari lelehan es di puncak gunung pada musim panas. Sehingga tampak banyak sekali air terjun kecil dan besar yang mengalirkan air ke danau. Dari atas kapal bahkan terlihat beberapa aliran air di daerah puncak kembali lagi membeku menjadi salju. Ini adalah pemandangan yang menakjubkan. Mirip dengan perjalanan menyusuri danau Guilin di China, cuman di Fjord udaranya jauh lebih dingin. Suhu udara sih hanya menunjukkan 12 derajad celcius, tetapi tiupan angin kencang membuat serasa udara di kisaran 5 derajad. Apalagi bagi orang tropis seperti kami. Tapi saya dan pak Hendra Purnomo tetap bertahan di geladak kapan mencoba mengabadikan pemandangan yang luar biasa. Jadi ingat kata-katanya Ustad Jefry, "Nikmat apalagi yang kau ingkari, wahai manusia?".
 
Setelah 2 jam berlayar, kapalnya mendarat di pelabuhan Gudsvangen. Tepat pukul 19.15 kami tiba di Park Hotel Vossevangen di kota Voss. Ternyata kota Voss lebih sedikit penduduknya dibandingkan dengan Hamar. Di Voss cuman ada 14.000 penduduk. Kota ini hanya hidup dari turis. Di musim panas seperti ini Voss menawarkan arena Rafting, tandem skydiving, sea kayaking, river cruise dan golf course walau cuman 9 holes. Sedangkan di musim dingin yang ditawarkan cuman satu dan sejenis, yaitu ski dan atraksi-atraksi ikutannya. Malam ini kami makan malam sangat istimewa, yaitu buffet dinner. Menunya sea food, mulai dari udang, kerang, dan tentu saja ikan salmon dengan segala macam variancenya, yaitu raw (sushi), smoke, half cook, dan lain-lain. Pokoknya dipuas-puaskan makan sea food selama di Norwegia.
 
Kembali lagi malam ini kita "bersaing" dengan rombongan turis dari China yang makannya ganas-ganas. Yang selalu membuat saya miris ketemu rombongan turis China bukan pada banyaknya makanan yang diambil, tetapi nyerobotnya dalam antrian dan sisa makanan yang tidak mereka makan. Emang sih bukan urusan kita, tetapi adalah sebuah etika universal untuk hanya mengambil makanan yang bisa kita habiskan. Jangan-jangan budaya nyerobot dan mengambil sebanyak-banyaknya itulah yang membuat bangsa China sukses merantau di manapun di seluruh ujung bumi. Walaualam.

Jumat, Juli 17, 2015

Ramadhan Holiday 2015 - Day 8 - Enroute Stockholm Hamar

Ramadhan Holiday 2015 - Day 8 - Enroute Stockholm Hamar
 
Hari ini 15 Juli 2015 adalah hari ke 8 tour Russia Scandinavia. Separuh dari 15 hari total perjalanan telah kita lalui. Masih separuh lagi yang mesti kita jalani dengan senyum. Paruh pertama perjalanan yang banyak diwarnai dengan city tour, monumen, museum, istana dan sejarah telah kita lalui. Meninggalkan hotel Clarion kota Stockholm menuju ke Norwegia untuk memasuki paruh kedua tour ini akan membawa warna yang berbeda. Di Norwegia konon kita akan lebih banyak melihat keindahan alam yang luar biasa. Jadi singkatnya kalau paruh pertama kita mengagumi ciptaan manusia, di paruh kedua kita mengagumi ciptaan Tuhan. Entahlah apakah tour ini memang dirancang seperti itu atau ini sebuah kebetulan belaka.
 
Acara hari ini adalah nggelinding selama 7 jam di atas bus dari Stockholm sampai ke Hamar. Tidak ada tempat yang kami kunjungi dan benar-benar hanya nggelinding saja. Untuk mengisi kebosanan di atas bus, tour leader kami Jerry, yang juga sering dipanggil Michael, menggunakan kesempatan ini untuk meminta peserta tour untuk saling memperkenalkan diri. Dari total 26 orang peserta tour, ternyata banyak hal menarik yang bisa diceritakan.
 
Kita mulai dengan sepasang "Om dan Tante" asal Makasar, yaitu pak Renold dan tante jambul Lilia Maramis. Dari ceritanya bahkan pasangan "mimi dan mituna" ini sudah "berpacaran" sejak hari pertama mereka lahir di dunia. Mereka dilahirkan di rumah sakit yang sama dan hanya berselisih 3 hari. Lucunya si Om Renold bilang bahwa dia sudah "tidur telanjang" dan mandi bareng istrinya sejak bayi. Ha.... di tour kali ini mereka berdua adalah pasangan yang membawa tas paling besar dan berat. Konon di dalamnya termasuk rice cooker, beras, aneka makanan dan yang paling istimewa adalah sambal Makasarnya.
 
Rombongan kedua adalah drg. Lilik Sri Redjeki yang membawa kedua anaknya. Dia asal Parakan, kota yang terkenal sebagai penghasil tembakau. Salah satu anak Lilik, yaitu Felicia, akan menjadi mahasiswa jurusan bisnis di S1 Prasetiya Mulya. Drg. Lilik adalah sosok yang lucu dan mudah bergaul. Celetukannya menghiasi perjalanan kami selama ini.
 
Rombongan berikutnya adalah rombongan khusus keluarga-keluarga beranak tunggal. Yang pertama adalah Andreas Samudro yang bepergian bersama istrinya (Vonny) dan anak tunggalnya, Audry. Dari ngobrol-ngobrol Andreas bekerja di industri specialty chemicals for intermediate products. Andreas seorang MBA yang menganut paham Porterian. Berkali-kali saya menyaksikan debat panjang antara Andreas dan So Yohanes Jimmy, tentang konsep market power dan resource based theory. Pengetahuan So Yohanes Jimmy sebagai calon Doktor tentu sangat tidak diragukan. Dan tentu saja instink keilmuannya terusik ketika ada orang yang mengagungkan konsep market power, karena So Yohanes Jimmy adalah seorang Penrosian.
 
Keluarga beranak tunggal berikutnya adalah Bernadus yang bepergian dengan istrinya (Lily) dan anak tunggalnya. Lalu pak Hendra Purnomo, partner bisnis saya yang bepergian bersama istrinya Meilani dan tentu saja anak semata wayangnya, Roy. Keluarga terakhir yang beranak tunggal adalah Jauhari yang bepergian bersama istrinya (Lily) dan anaknya Emelinda. Dia adalah orang yang paling keras suaranya dalam arti harafiah, sekaligus paling lucu di group kami. Tiada hari tanpa gurauan segar dari Kang Jauhari.
 
Rombongan terakhir yaitu rombongan Oma "perkasa" yang sudah berusia 83 tahun. Kisah Oma Sofia ini pernah saya tulis dalam kisah perjalanan di hari keempat. Oma Sofia bepergian bersama kedua anaknya, Mini dan Vonny, serta satu lagi Dwias. Mini adalah seorang guru di SPH sedangkan Dwias adalah guru di Kelapa Gading. Ternyata ada 2 orang "pahlawan tanpa tanda jasa" di Group ATS Ruscan ini. Komplit sudah rombongan 26 peserta di bawah pimpinan tour leader Jerry. Sebagai seorang tour leader, Jerry masih sangat muda alias brondong. Usianya baru 23 tahun, asal Palembang dan lulusan D4 UPH, tapi dia sangat mumpuni. Di samping itu dia juga sangat ringan tangan membantu para peserta tour dalam banyak hal, terutama dalam urusan koper. Jerry sekaligus adalah supplier "barang langka" yaitu sambal kesukaan para peserta tour. Hebat juga dia bisa kepikiran bawa sambal buat peserta tour. Selama ikutan tour dan beberapa kali ikut ATS, belum pernah ada TL yang nyediain sambal. Ini nilai tambah yang luar biasa. Pengalamannya sebagai seorang TL cukup banyak dan lebih dari itu dia adalah marketer yang handal bagi ATS. Ya kami beruntung mendapatkan TL yang mumpuni karena keberhasilan tour memang sangat ditentukan oleh kepiawaian seorang TL. Salut for you Jerry. Semoga sampai akhir perjalanan semua lancar dan selamat.
 
Sepanjang perjalanan dari Stockholm menuju kota Hamar kami disuguhi hamparan hijau pepohonan dengan latar belakang langit yang sangat indah. Banyak sekali pohon ever green (cemara) yang menghiasi pemandangan. Swedia memang terkenal dengan industri pulp and papernya. Di samping itu saya melihat banyak sekali danau-danau besar tempat menampung air. Mungkin inilah konsep waduk yang rencananya dibangun Jokowi untuk mendukung industri agricultural di Indonesia. Tapi kalau melihat tingkat kerapatan penduduknya, terutama di tanah Jawa, saya kok ragu bahwa pembangunan bendungan/waduk ini akan berhasil. Di Swedia dan Nowegia saya saksikan lahannya luas dengan jumlah penduduk yang sangat kecil, sehingga population densitynya rendah. Sedangkan pulau Jawa cuman sak "upil" tapi tingkat kepadatan penduduknya tinggi sekali.
 
Perjalanan sepanjang hari dengan bus memang terasa membosankan. Setiap 2 - 3 jam sekali kami berhenti untuk beristirahat. Aku sempat ngobrol dengan Andre, pengemudi bis ini yang akan mengantarkan kami sampai akhir tour di Copenhagen minggu depan. Dia berusia 37 tahun dan sudah menjadi professional driver sejak berusia 24 tahun. Dia adalah orang Russia kelahiran Estonia, sebuah negara kecil yang tadinya bergabung dalam Uni Soviet. Jumlah penduduknya hanya 1.4 juta jiwa dan sepertiga di antaranya adalah orang Russia. Layaknya orang Russia, wajahnya kaku dan angker. Lewat joke-joke ringan dan tawaran mencoba rokok Marlboro Indonesia yang kadar tar dan nikotinnya lebih tinggi, aku jadi bisa akrab dan senyum sudah mulai mengembang di wajahnya. Dia punya penghasilan EUR 60 per hari selama membawa bis. Ini masih ditambah tip yang besarannya setara dengan incomenya. Menurut dia, income sebesar itu tergolong sangat kecil untuk bisa hidup nyaman di Estonia. Sejak menjadi anggota Uni Eropa dan memakai EUR sebagai mata uang, apa-apa terasa mahal di Estonia. Apalagi masa turis di kawasan Eropa relatif sempit, hanya mulai ramai di bulan Mei sampai September. Selebihnya tidak banyak turis datang ke Eropa. Maka selama masa panen ini dia berusaha untuk mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya untuk kemudian "puasa" di musim dingin. Ndak mudah ya, ternyata untuk hidup di benua putih ini.
 
Jalanan di Swedia dan Norwegia dari kota Stockholm ke Hamar sangat mulus. Hampir tidak ada jalanan yang berlobang. Lalu lintasnya pun sangat lancar. Kecepatan maksimum yang terpampang adalah 90 km/jam. Saya membayangkan saat ini jutaan manusia keluar dari kota-kota besar di Indonesia, khususnya Jakarta untuk mudik. Bisa dibayangkan betapa macetnya jalanan pantura, walau sudah tertolong oleh jalan tol yang baru dari Cikampek ke Cirebon. Jumlah kendaraan di Indonesia memang tidak sebanding dengan kapasitas jalanan yang tersedia. Apalagi kalau menghadapi "migrasi musiman" terbesar ketiga di dunia sesudah China (pas tahun baru imlek) dan India. Sudah tiga tahun terakhir ini kami sengaja menghindari mudik dengan liburan ke luar negeri. Ndak tahan menghadapi kemacetan yang luar biasa. Seharusnya ngendon di Jakarta semasa lebaran adalah yang paling nikmat. Jalanan lancar di mana-mana dan bisa tiap hari maen golf semasa liburan. Apalagi aku lagi bagus-bagusnya nih. Sayang kalau pas kembali nanti terpaksa "kudu masuk bengkel" lagi untuk mengembalikan pukulan agar ndak gampang dijadikan "ayam potong" dalam par-paran.
 
Tepat pukul 7.30 malam kami tiba di "desa" Hamar. Di desa ini kami hanya singgah sementara sambil istirahat agar besok segar kembali melanjutkan perjalanan. Hamar adalah kota yang terletak di pinggir danau Mjosa, sebuah danau terbesar di Norwegia. Jumlah penduduknya hanya 29.000 jiwa, jadi tampak sebagai kota yang lebih mirip desa yang tenang dan bersih. Nama Hamar berasal dari kata "rocky hill" atau bukit cadas karena memang di sini banyak ditemukan bukit batu cadas. Ndak ada yang istimewa di kota ini. Satu-satunya yang ironis adalah suhunya sekitar 12 derajad celcius di tengah musim panas. Selesai makan malam buffet di Scandic Hotel, kami berjalan menuju ke danau untuk menurunkan makanan yang baru disantap sekaligus berfoto ria. Sayang sekali langit kelabu sehingga kurang sedap untuk dipandang. Akhirnya kami memutuskan kembali ke hotel untuk istirahat.

Kamis, Juli 16, 2015

Ramadhan Holiday 2015 - Day 7 - Stockholm

Ramadhan Holiday 2015 - Day 7 - Stockholm
 
Matahari kembali menyambut pagi kami, ketika kami berlabuh di kota Stockholm tepat jam 9.30 local time. Udah beberapa hari kami tidak bertemu dengan matahari, padahal ini adalah musim panas. Dari geladak kapal tadi aku menyaksikan terbitnya matahari ketika pagi masih benar-benar buta, sekitar jam 3.30 pagi. Semburat warna merah di tengah laut Baltik sangat indah. Sayang udara terlalu dingin untuk berlama-lama di udara terbuka. Setelah beberapa jepret, aku kembali lagi meringkuk tidur di kabinku yang hangat.
 
Mendengar kata Swedia mengingatkan aku tentang tiga hal. Yang pertama, Swedia adalah tempat perjanjian perdamaian antara GAM dan pemerintah Indonesia yang diprakarsai oleh Wapres Jusuf Kalla di tahun 2005. Peran aktif pemerintah Swedia, tempat di mana tokoh utama GAM Hassan Tiro tinggal, sangat dominan. Tentu saja faktor tsunami yang meluluh-lantakkan Aceh di akhir Desember juga menjadi faktor pemicu munculnya perdamaian.
 
Dalam kancah internasional Swedia memang banyak berperan sebagai penengah/mediator dalam konflik antar negara. Ironisnya di negara inilah Alfred Nobel menemukan senjata dan menyempurnakan penemuan bahan peledak yang sebelumnya ditemukan di China. Kebijakan Swedia untuk tidak menjual senjata pada negara yang berperang cukup aneh. Yang perlu senjata khan negara yang berperang. Kalau damai ya ndak perlu banyak senjata. Suatu cara dagang yang aneh.
 
Kedua, tentu saja adalah hadiah Nobel. Alfred Nobel memprakarsai pemberian hadiah Nobel kepada pemenang untuk 5 kategori, yaitu Kimia, Fisika, Sastra (Literature), Ekonomi dan Perdamaian. Nama-nama pemenang Nobel yang saya "kenal" (baca: pernah dengar) tentu saja hanya di bidang Ekonomi, yang biasanya didominasi oleh disiplin ilmu Economics (macro) dan Finance. Tokoh Strategic Management belum pernah mendapatkan anugerah Nobel, walau beberapa nama banyak disebut dalam pembelajaran di Strategic Management, di antaranya Ronald Coase, Olivier Williamson, Amos Tversky, Daniel Kahneman, Paul Krugman, William Sharpe, Harry Markovitz, Eugene Fama, Robert Shiller dan Jean Marcel Tirole (2014). Di kota Stockholm inilah pemenang Nobel diumumkan dan dirayakan pada hari peringatan kematian Alfred Nobel tiap tanggal 10 Desember, kecuali Nobel Perdamaian yang diumumkan di Oslo Norwegia. Dulunya Norwegia adalah daerah jajahan Swedia.
 
Soal Nobel ini mengingatkan saya pada kejadian tahun lalu ketika saya berlibur di US West Coast dan mengunjungi UC Berkeley. Saat itu saya kepingin ke toilet sekali dan muter-muter mencari parkiran di Berkeley susah sekali. Akhirnya aku menemukan tempat parkir yang sangat nyaman dan strategis. Langsung aku parkir dan turun dari mobil. Setelah mengunci mobil, baru aku baca tulisan yang sangat aneh dan belum pernah aku lihat di manapun di dunia. "These parking lots are strickly dedicated for Nobel Laurates only". Wah...... belum pernah kulihat tempat parkir khusus untuk peraih hadiah Nobel. Langsung aku masuk mobil lagi sebelum diomelin orang. Sayang aku lupa memotret papan tulisan itu, gara-gara perut yang sudah susah diajak kompromi saat itu.
 
Ketiga, Swedia mengingatkan saya pada Teori Uppsala dalam Business International. Teori ini bukanlah teori yang pertama membahas masalah bisnis internasional. Sebelumnya Disertasi Stephen Hymer adalah yang pertama kali membahas tentang perusahaan yang going internasional dengan unit analisa perusahaan. Penelitian-penelitian sebelum Hymer membahas masalah capital movement antar negara ditinjau dari sisi makro ekonomi, seperti suku bunga, inflasi, kurs, pertumbuhan ekonomi. Ini terinspirasi oleh buku the Wealth of Nation karangan Adam Smith tahun 1776 tentang manfaat dari perdagangan international, yaitu absolut dan comparative advantage. Uppsala Model menceritakan tentang bagaimana perusahaan melakukan internasionalisasi dari operasi bisnisnya, yaitu secara bertahap meningkatkan operasi bisnisnya di pasar luar negeri. Model ini dikemukakan oleh Johannson dan Valhne tahun 1977 dari Universitas Uppsala di kota Uppsala sebelah utara Stockholm. Konon ini adalah universitas terbaik di Scandinavia dalam bidang ekonomi dan bisnis. Menurut Uppsala Model, keputusan meningkatkan investasi sebuah perusahaan di luar negeri akan didasarkan pada peningkatan market knowledge (experience) di negara tersbut. Walaupun ini adalah teori yang cukup usang, tetapi sampai sekarang masih relevan untuk dipraktekkan bagi sebagian perusahaan, terutama untuk mature business. Sayang aku tidak berkesempatan mengunjungi universitas tersebut. Padahal aku sebenarnya pengin foto di depan universitas tersebut karena teori ini banyak saya bahas ketika saya mengajar di kelas Magister atau Doktoral. Tapi saya sadar, ini adalah holiday tour, bukan academic tour.
 
Di samping ketiga hal tersebut di atas, negara-negara Scandinavia (Islandia, Denmark, Norwegia, Swedia), memang terkenal dengan tehnologi industri furniturnya, terutama furniture yang menggunakan kayu lunak. Industri forestrynya sangat maju dan hebatnya adalah ramah lingkungan. Reboisasi dijalankan dengan sangat bagus sehingga tidak terjadi deforestasi yang mengganggu kesetimbangan lingkungan dan biota yang tinggal di dalamnya.
 
Di samping itu juga ada satu nama asal Scandinavia yang kita kenal sejak kecil, yaitu Hans Christian Anderson. Anak-anak di generasi saya yang lahir pada tahun 1960 - 1970an pasti kenal nama ini. Dia adalah komikus anak-anak yang karyanya diterjemahkan ke ratusan bahasa di dunia. Ceritanya menarik dan kadang juga sarat dengan pesan moral yang terselubung. Scandinavia memang negeri "dongeng". Rakyatnya hidup makmur dalam keteraturan. Bagi kita orang Indonesia, kehidupan yang flat dan serba rutin dan teratur akan terasa membosankan. Kita biasa hidup di negeri "antah berantah" yang memiliki tingkat ketidak pastian tinggi. Di negeri seperti Indonesialah semuanya serba mungkin. Kehidupan di Indonesia lebih mirip akrobatik dan tidak memiliki pakem yang jelas. Barang siapa yang jeli melihat peluang, berani bertindak dengan kalkulasi resiko yang matang, akan bisa melejit. Tentu saja kudu dibarengi dengan hoki, yaitu bertemunya kesempatan yang muncul dengan kompetensi yang dimiliki.
 
Acaranya hari ini city tour lagi. Padahal sebenarnya banyak tempat menarik pemandangannya di Swedia, di luar kota Stockholm. Itu kelihatan dari kapal sebelum kami mendarat. Rumah-rumah di tepi sungai dengan pemandangan yang hijau sangat bagus, dibandingkan cuman lihat museum dan City Hall di tengah kota. Walaupun lebih bagus dari Helsinki, tetapi tetap kurang menarik. Mungkin kami sudah mulai bosan mengikuti historical tour selama seminggu. Untung kali ini tertolong oleh penjelasan local guide kami, Mrs. Agnes, seorang guru sekolah yang mampu menjelaskan dengan cukup menarik. Kami mengunjungi City Hall tempat di mana dilaksanakan penganugerahan hadiah Nobel setiap tahunnya. Arsitektur City Hall banyak didominasi oleh pilar ganda yang merupakan pengaruh dari konsep arsitektur Yunani. Pilar ganda ini melambangkan ekualitas (persamaan hak), termasuk persamaan hak antara pria dan wanita. Karena sangat menjunjung tinggi ekualitas, maka diskriminasi konon menjadi barang haram di Swedia. Siapapun memiliki persamaan hak dan kewajiban di mata hukum. Konsep idealnya memang sangat bagus, tetapi saya yakin dalam implementasinya tidak selamanya berada pada tataran ideal. Salah satu buktinya adalah kisah hidup rekan fotografer profesional saya, Alex Tjoa, yang sudah banyak ditulis di media sosial facebook dalam fanpage Save Jonatan. Dia terpaksa kehilangan hak asuhnya atas anak yang dilahirkannya dari perkawinan dengan seorang Swedia, melalui sistem hukum yang faktanya juga diskriminatif. Alex adalah fotografer kelas dunia asal Indonesia yang tinggal dan sudah menjadi warga negara Swedia. Sebagai sahabat saya hanya bisa mendukung, "Terus berjuang Alex. Save Jonatan." Kebenaran akan menemukan jawabannya dalam rahasia waktu.
 
Kami juga sempat mengunjungi istana Raja, yang bentuknya tidak semegah Istana-istana raja di Russia. Dari situ kami sempat stop by di ketinggian bukit untuk melihat kota Stockholm dari atas. Ini pemandangan yang indah, sama seperti melihat Hong Kong dari the Peak di waktu malam. Kota Stockholm sendiri berpenduduk 2 juta jiwa, berarti sekitar 30 persen penduduk Swedia yang sebesar 7 juta tinggal di ibukota ini. Yang menjadi andalan kota ini adalah kebersihannya dan konsep green nya. Saking bersihnya, bahkan air keran di WC pun layak minum. Buat orang lokal mungkin dah terbiasa, tetapi buat aku, masih agak kikuk meminum air langsung dari keran. Padahal di rumah makan aku lihat sendiri air putih langsung di tuang dari keran. He....
 
Kota Stockholm sendiri terdiri dari 14 buah pulau, dan diapit oleh Danau Malaren dan Laut Baltik. Pulau yang terkecil hanya terdiri dari sebuah bangunan saja. Menurut local guide kami, ada dua hal yang tidak dimiliki oleh warga kota Stockholm. Yang pertama yaitu cuaca yang bersahabat. Dalam setahun warga kota Stockholm hidup dalam "kegelapan" dan cuaca dingin, karena di musim dingin sampai pertengahan musim semi, praktis tidak pernah ada matahari sama sekali. Kehidupan kota hanya mengandalkan penerangan dari listrik. Di Stockholm sedikit sekali toko elektronik yang menjual AC. Ini tergolong barang langka, sama seperti heater di Indonesia. Makanya ketika musim panah benar-benar dinikmati warga kota buat "berlibur".
 
Yang kedua adalah orang Swedia tidak memiliki "uang tabungan". Gaji warga kelas bawah dan menengah di Stockholm biasanya sudah habis untuk membayar pajak, yang besarannya berkisar antara 30 - 55 %, biaya cicilan rumah, cicilan mobil, cicilan pendidikan. Sisanya baru buat hidup selama sebulan. Jadi praktis tidak ada yang tersisa untuk ditabung. Kalaupun ada biasanya akan dihabiskan untuk jalan-jalan di musim panas. Tapi tentu saja hal ini tidak berarti bahwa kehidupan di Swedia susah dan kekurangan duit. Swedia adalah salah satu negara terkaya di kawasan Eropa. Filosofi hidup orang Swedia memang berbeda dengan Chinese philosophy di mana individu berusaha menabung dan menumpuk harta sebanyak-banyaknya untuk diwariskan kepada keturunannya. Di sini dan juga di banyak negara-negara Western Hemisphere tidak terpaku pada kewajiban "menyiapkan" anak-anak keturunannya agar "mentas" dalam kehidupannya. Di negara-negara inilah kebiasaan menyumbang kepada "society" menjadi budaya yang sangat jamak. Apalagi sistem perpajakannya mendukung dan mengakomodir hal ini. Dengan menyumbang maka setiap wajib pajak akan mendapatkan keringanan pajak yang signifikan. Lah di Indonesia mbayar pajak bener aja susahnya minta ampun. Sehingga tax deduction on donation, seandainya diterapkanpun tidak akan banyak membantu.
 
Di kota Stockholm ini ada 47 buah taman kota, di mana pada musim panas biasanya penduduk kota banyak menghabiskan waktunya di taman-taman tersebut. Mungkin mirip mall di Jakarta sebagai anjang ngumpul dan menghabiskan waktu sekaligus rekreasi. Dari bis yang sedang berjalan, saya sempat melihat dari kejauhan banyak cewek-cewek muda yang sedang berjemur di taman dengan pakaian yang sangat minim. Bahkan beberapa di antaranya kelihatan topless. Asyik juga tuh kalau bisnya sempat berhenti. Bisa banyak lihat "jeruk, "semangka", atau bahkan mungkin kebanyakan adalah "pepaya".
 
Acara hari ini ditutup dengan makan malam di restaurant Formosa di kawasan kota tua Stockholm. Sayang tadi siang waktu kita banyak dihabiskan di kawasan down town. Sebenarnya kawasan Kota Tua jauh lebih menarik. Kita bisa duduk-duduk di depan cafe shop sambil melihat orang yang lalu lalang tiada henti. Kota tua ini juga menarik sebagai obyek fotografi. Banyak daerah-daerah di Kota Tua yang bisa jadi obyek yang menarik untuk dijepret, dibandingkan dengan pusat perbelanjaan modern. Mungkin ini bisa jadi masukan buat penyelenggaraan tour Ruscan berikutnya.

Rabu, Juli 15, 2015

Ramadhan Holiday 2015 - Day 6 - Helsinki

Ramadhan Holiday 2015 - Day 6 - Helsinki
 
Memasuki hari keenam tour Ruscan di kota Finlandia diawali dengan breakfast di pagi hari. Kalau kemarin bertemu dengan "gerombolan" pelancong asal China, hari ini kami banyak bertemu dengan atlit senam dari banyak negara yang juga tinggal satu hotel bersama kami. Saat ini memang sedang diselenggarakan even gymnasium yang terbesar di dunia dan kebetulan vanuenya terletak tidak jauh dari hotel kami. Saya melihat paling tidak ada kontingen dari Republik Dominika, German, Belanda, Jepang, Rumania dan beberapa negara lain yang makan pagi bareng kami. Suasananya tidak se-crowded kemarin pagi dan cukup nyaman untuk menyantap sarapan tanpa harus "bersaing" dengan "turis kelaparan".
 
Tidak banyak pemandangan yang indah yang kami temui di Helsinki. Apalagi sesudah menyaksikan bangunan-bangunan super megah di Russia, maka Helsinki tampak seperti kota "modern". Negara ini memang tidak memiliki masa lalu yang fantastis. Menurut catatan sejarah bahkan Finlandia dijajah selama 650 tahun oleh Russia dan dilanjutkan dengan dijajah 110 tahun oleh Swedia. Berarti lebih parah dari Indonesia yang "cuman dijajah" 350 tahun oleh Belanda. Finlandia baru merdeka tahun 1917.
 
Negara Finlandia memang relatif kecil dengan total penduduk hanya 5,6 juta jiwa. Penemuan "bersejarah" di kota ini adalah sauna. Konon budaya sauna berawal dari negeri ini. Di tiap rumah orang kaya punya private sauna, sama seperti tradisi memiliki kolam renang di Indonesia. Menurut Mrs. Brigitta, local guide kami hari ini, ada 2,2 juta sauna di seluruh Finlandia. Berarti jumlah sauna per kapita hampir 0,45, suatu angka yang sangat fantastis. Menurut hemat saya, ini terkait dengan udara dingin yang menyelimuti negeri ini hampir 6 bulan dalam setahun. Lah wong di tengah musim panas seperti sekarang ini aja suhunya hanya sekitar 15 derajad celcius.
 
Walaupun termasuk negara "seupil", sistem pendidikan Finlandia adalah yang terbaik di dunia. Anak-anak mulai wajib sekolah di usia 7 tahun dan itupun belum diajarkan konsep baca tulis. Hanya main-main saja. Logikanya kalah jauh donk kalau dibandingkan anak-anak Indonesia yang sejak 2 tahun sudah di"sekolahkan" dan orang tuanya sangat bangga bila anaknya sudah bisa membaca di usia 4 tahun. Tetapi data dan fakta berbicara lain. Finlandia adalah negara dengan ratio PhD per kapita terbesar di dunia. Ternyata tidak ada hubungan antara semakin dini usia belajar dengan tingkat kesuksesan pendidikan, atau bahkan hubungannya negatif. Ini yang perlu dicatat oleh Mas Anis Baswedan sebagai Menteri Pendidikan Dasar Indonesia.
 
Kalau mencermati kondisi ekonomi Finlandia saat ini, saya kok agak miris. Memang benar bahwa ini tergolong negara maju, tetapi kemajuannya dulu banyak disokong oleh keberadaan Nokia. Bahkan konon ada anekdot bahwa jumlah pegawai Nokia "lebih banyak" dibandingkan dengan pegawai negeri di Finlandia. Lah dengan runtuhnya Nokia, yang sekarang industrinya hanya tinggal Nokia Network saja setelah mobile devicenya dijual ke Microsoft, praktis tidak ada lagi yang dibanggakan dari Finlandia. Konon banyak PhD mantan pegawai Nokia yang nganggur akibat runtuhnya Nokia. Sehingga yang muncul adalah start-up companies di bidang tehnologi yang didirikan oleh para "pengangguran intelek" tersebut. Tentu saja perusahaan tersbut sulit bersaing di kancah global mengingat pasar di Finlandia yang sangat kecil dan biaya tenaga kerja yang sangat mahal. Konon banyak para "pengangguran intelek" itu yang mencari kerja di luar negeri. Peluang ini seharusnya bisa dimanfaatkan oleh Menteri Pendidikan Tinggi dan Ristek untuk mengundang mereka masuk dan membangun industri telekomunikasi di Indonesia yang pasar domestiknya jelas sangat besar. Apalagi data statistik akademis Indonesia menunjukkan bahwa saat ini Indonesia masih kekurangan sekitar 10,000 PhD di bidang science dan tehnologi. Lah kalau mengandalkan lulusan lokal, mau sampai berapa puluh atau bahkan ratus tahun lagi kondisi ini baru terpenuhi.
 
Kembali soal ekonomi Finlandia, negeri ini sekarang ditopang oleh industry forestry dan kelautan. Ada beberapa industri logam, tetapi skalanya tidak besar. Tourism masih memberikan sokongan positif, tetapi ini khan jangka waktunya pendek, hanya di musim semi dan musim panas saja. Menjelang Oktober Finlandia sudah tidak nyaman untuk dikunjungi. Akibatnya pertumbuhan ekonominya relatif lambat. Dengan tingkat aging population yang tinggi, 35 persen penduduk berusia di atas 55 tahun, sudah jelas negara welfare state ini memiliki beban yang sangat besar.
 
Tempat pertama yang kami kunjungi adalah Sibelius Monument yang terletak di Sibelius Park. Monumen ini didirikan untuk mengenang Jean Sibelius seorang komposer musik yang sangat terkenal pada tahun 1900an. Bentuk monumennya adalah deretan 600 pipa stainless yang dijejer-jejer vertikal dengan ketinggian 8.5 m dan panjang 10.5 meter. Buat saya ndak ada sama sekali yang menarik dari monumen itu. Monumen kereta kuda di depan Bank Indonesia jalan Medan Merdeka Barat jelas lebih megah dibandingkan cuman deretan pipa yang ndak jelas artinya.
 
Tempat kedua yang kami kunjungi, yaitu Helsinki Cathedral juga sama tidak menariknya, apalagi sesudah melihat katedral Santo Isaac yang sangat luar biasa di Russia. Katedral ini dibangun tahun 1830 sampai 1852 untuk mengenang Kaisar Nicholas I dari Russia. Maka dulu namanya adalah Nicholas Church sebelum diganti sejak Finlandia merdeka.
 
Kami sempat melewati shopping mall terbesar di Finlandia. Namanya Stockmann. Dari sisi ukuran paling cuman sebesar Plaza Senayan, masih kalah jauh dibandingkan dengan mall-mall raksasa di Indonesia. Demikian pula Market Square, pusat jualan dan jajanan pasar seperti Ladies Market di hong Kong. Ndak ada yang istimewa.
 
Yang cukup unik adalah gereja Church in the Rock, sebuah gereja yang didirikan di dalam "gua dari batu". Padahal kalau kita cermati, ya itu bukan gua, tetapi memang dindingnya yang terbuat dari batu. Ini mengingatkan sayaakan kisah perjalanan sekelompok pengikut Jesus mula-mula yang banyak dikejar-kejar oleh tentara Romawi. Mereka menyingkir ke bukit dan membentuk koloni dan menjalankan ibadat dalam gua yang terbuat dari batu cadas yang disebut Qumran. Bukti-bukti historis menunjukkan adanya penemuan gulungan-gulungan papirus dalam gentong yang ditemukan dalam sebuah gua cadas. Isi dari naskah kuno tersebut adalah tata cara ibadat dan kitab suci Perjanjian Lama. Saya tidak tahu apakah Church in the Rock ini terinspirasi oleh pengalaman di Qumran tersebut.
 
Secara keseluruhan, dari sisi pemandangan, tidak ada yang menarik untuk dilihat. Aku sendiri ndak akan berkunjung lagi ke kota ini untuk wisata, kecuali kalau untuk keperluan akademik. Dulu Strategic Management Society Meeting, pertemuan tahunan terbesar para schollar di bidang Strategic Management, pernah diselenggarakan di kota ini. Tapi saya ndak ingat tahunnya.
 
Malam ini kami tidur di kapal pesiar yang berlayar dari Helsinki menuju Stockholm. Dari peta menunjukkan jarak kedua kota ini hanya sekitar 400 km yang akan ditempuh oleh kapal pesiar ini dalam waktu 17 jam. Kami mulai berlayar tepat jam 5 sore waktu Helsinki dan diperkirakan besok mendarat jam 9 pagi waktu Stockholm (jam 10 waktu Helsinki). Kapalnya sendiri cukup besar dan mampu memuat 2832 penumpang. Panjangnya 203 meter dan lebarnya 31.5 meter. Ini sedikit lebih kecil bila dibandingkan dengan Star Cruise Virgo yang berlayar dari Singapore menuju ke Phuket dan Langkawi. Tetapi goyangannya relatif lebih stabil. Mungkin karena rute yang kami lewati adalah Laut Baltik yang praktis memang bukan lautan lepas yang ombaknya raksasa.
 
Interior kapalnya cukup mewah dan hampir semua fasilitas kapal pesiar kelas atas tersedia, mulai dari kolam renang, sauna, puluhan restaurant dan bar serta tentu saja Casino. Kamar yang kami tempati relatif nyaman, hanya memang ukurannya terlalu sempit. Mungkin hanya sekitar 3 x 5 m dengan dua ranjang terpisah. Melihat ribuan penumpang yang check in, saya sulit membayangkan berapa besar logistik yang dibutuhkan untuk "melayani" para penumpang tersebut. Tentu ini kerja keras yang tidak mudah. Coba kalau Indonesia memiliki kapal pesiar semewah ini, minimal untuk rute Jakarta - Semarang. Tapi apa ada cukup penumpangnya ya.
 
Sambil menunggu tenggelamnya matahari jam 10.12, saya memandang lautan lepas. Pikiranku melayang dan membayangkan apa yang pernah terjadi dengan Kapal Titanic yang akhirnya tenggelam menabrak bongkahan es. Mungkin suasananya saat sebelum kecelakaan itu yang seperti yang aku alami saat ini. Banyak penumpang sedang makan dan minum, sementara sebagian lagi sedang berdansa atau bahkan cuman tidur-tiduran di kabin. Saya bayangkan kalau seandainya kapal yang aku tumpangi ini tenggelam, tentu kita semua akan mati kedinginan di tengah lautan. Ha... lamunan gila yang menakutkan.

Senin, Juli 13, 2015

Ramadhan Holiday 2015 - Day 5 - Enroute Saint Petersburg Helsinki

Ramadhan Holiday - Day 5 - Enroute Saint Petersburg Helsinski
 
Ini adalah hari kelima dari tour Russia Scandinavia (Ruscan), sekaligus hari terakhir di Russia. Kami menginap di hotel Pribatiyskaya Park Inn di kota Saint Petersburg. Hotelnya cukup besar dan kelihatannya hotel ini kebanyakan melayani tamu peserta tour. Semalam saja ketika kita check in banyak sekali rombongan dari China dan beberapa dari India yang juga sedang check in. Jadi suasana lobby hotel lebih mirip pasar di kota Shanghai dibandingkan dengan sebuah hotel di Russia.
 
Pagi ini suasana "china town" lebih terasa lagi. Begitu restaurant dibuka untuk breakfast, ratusan orang dari peserta tour China langsung menyerbu makanan yang tersedia. Mereka berebut, saling mendahului satu sama lain, dan saya lihat berusaha mengambil makanan sebanyak-banyaknya. Hanya dalam waktu sekejab semua makanan yang disajikan sudah habis dan terpaksa kita mesti menunggu untuk diisi ulang. Wow, sebuah pemandangan agresivitas dan kesediaan bersaing yang sangat tinggi. Sejak 20 tahun ini bangsa China memang mengalami kemajuan yang luar biasa dan mereka bebas bepergian ke luar negeri. 20 tahun lalu hanya orang-orang sangat tertentu yang punya ijin dan berkesempatan untuk bepergian ke luar negeri. Sekarang ikut tour kemanapun juga selalu bertemu dengan banyak rombongan turis asal Tiongkok.
 
Pagi ini hanya satu obyek wisata yang kami kunjungi, yaitu Istana Musim Panas (the Summer Palace) yang menjadi tempat tinggal Peter the Great. Istana ini didirikan pada tahun 1710 - 1714 di tepi sungai Fontanka, sekitar 40 km tenggara kota Saint Petersburg. Namanya Istana musim panas, tetapi di musim panas kali ini, suhu udaranya tetap membikin badan menggigil, yaitu sekitar 13 derajad celcius. Waktu aku tanyakan pada Irina, local guide kami selama di Saint Petersburg, dia menjelaskan bahwa yang dimaksud Istana Musim Panas adalah istana yang terletak di luar kota, karena biasanya pada musim panas orang-orang berlibur ke luar kota. Menurut Irina, konon dibutuhkan waktu hampir 3 hari penuh untuk memindahkan barang-barang dan peralatan istana ketika Peter the Great pindah tempat tinggal dari Istana Musim Dingin ke Istana Musim Panas.
 
Istana ini dibangun setelah Peter the Great mengunjungi kota Paris dan melihat Istana Versailes. Dia terinspirasi untuk membuat istana yang sama di Russia. Seperti yang saya tulis kemarin, Peter memang sangat fanatik terhadap "Eropa". Bahkan kota Saint Petersburg sendiri dibangun terinspirasi oleh kota Venice di Italy dan Amsterdam di Belanda. Istana ini dibangun di tepi laut Baltik karena Peter memang sangat gemar bepergian menggunakan kapal. Mungkin karena saat itu (tahun 1980-an) satu-satunya mode transportasi antar negara adalah lewat laut. Kalau di jaman sekarang, bisa diramalkan pasti Peter punya pesawat "kepresidenan" yang sangat megah dan ndak kalah ama pesawat kepresidenan pemerintah Indonesia atau bahkan US Airforce One.
 
Ada satu bangunan di dalam istana musim panas yang sangat indah. Hiasan-hiasannya terbuat dari kayu oak dan dilapisi dengan emas murni. Benar-benar luar biasa. Penjagaan di dalam istana sangat ketat. Sama sekali tidak diijinkan untuk memotret. Bahkan menurut saya jauh lebih ketat dibandingkan dengan penjagaan di Istana Versailes di Paris.
 
Ada satu lagi yang lucu, yaitu bentuk ranjang di Male Bed Room. Ranjangnya lebih pendek dibandingkan ranjang normal saat ini. Konon jaman dahulu orang disarankan untuk tidur dengan posisi setengah duduk karena diyakini kalau tidur terlentang maka darah akan mengalir ke kepala dan bisa menyebabkan kerusakan pada "bagian dalam kepala". Wow..... satu pengetahuan yang menarik pada jaman itu.
 
Selesai kunjungan ke Istana Musim Panas, kami makan siang dan dilanjutkan dengan perjalanan dengan kereta api ke Helsinski. Menu makan siangnya kembali lagi mirip dengan kemarin, yaitu "Stroganoff". Hanya kali ini bukan disiramkan di atas kentang rebus, tetapi dikombinasikan dengan nasi brasmati. Di Jakarta harga beras yang "tidak rukun" ini 5 kali lipat dibandingkan dengan beras kita yang "rukun", tetapi rasanya ya ndak enak. Ya mau apalagi, karena keterbatasan waktu aku ndak bisa pesan menu tambahan. Terpaksa cuman makan stroganoff aja. Semoga ini menjadi menu stroganoff yang terakhir.
 
Perjalanan dengan kereta api menuju ke Helsinski cukup nyaman. Waktu tempuhnya sekitar 3.5 jam dan keretanya berjalan dengan kecepatan maksimal150 km per jam. Walaupun kecepatannya cukup tinggi tetapi goncangan keretanya tidak terlalu terasa. Demikian pula tingkat kebisingannya jauh lebih rendah dibandingkan dengan kereta eksekutif di Indonesia. Semoga Indonesia bakalan punya kereta api senyaman dan secepat ini dalam waktu tidak terlalu lama lagi. Sangat ironis bahwa saat ini Indonesia mengandalkan in-land transportation menggunakan moda truk. Seharusnya kereta api adalah pilihan yang jauh lebih efisien di samping juga mode transportasi laut.
 
Ada hal yang menarik mengenai rel kereta di Russia. Sejarah mencatat bahwa sebelum tahun 1900 Russia sudah memiliki jalur kereta api yang sangat panjang melintasi Siberia, yang terkenal dengan nama Trans Siberia Railway. Bisa dibayangkan betapa majunya negara Russia di industri kereta api. Hal lain yang menarik adalah soal lebar jalur kereta api Russia yang lebih lebar dari standard internasional. Di Russia menggunakan lebar bentangan 1524 mm, dibandingkan dengan standard internasional selebar 1435 mm. Sementara Indonesia masih menggunakan bentangan sempit, yaitu 1067 mm. Ini adalah salah satu alasan kenapa kereta api di Indonesia tidak bisa memiliki kecepatan yang tinggi, di atas 100 km per jam, dan tingkat kenyamanannya juga rendah. Kalau mau memperbaiki jalur kereta api, harus dilakukan perubahan yang drastis, termasuk mengenai lebar bentangan. Bisa dibayangkan berapa biaya yang diperlukan untuk keperluan ini.
 
Begitu kereta bergerak dilakukan pemeriksaan imigrasi dan custom oleh pihak Russia. Menurut cerita beberapa rekan yang pernah keluar dari Saint Petersburg dengan menggunakan kereta, biasanya ada saja petugas custom Russia yang mencari-cari kesalahan orang, terutama berkaitan dengan jumlah mata uang yang dibawa secara tunai. Saya sendiri dulu juga pernah dipersoalkan dan dipalak, tetapi waktu masuk ke Moskow di tahun 2004. Tapi kelihatannya kini kondisinya sudah jauh lebih baik.
 
Memasuki perbatasan Finlandia, kembali lagi dilakukan pemeriksaan oleh pihak imigrasi dan custom dari Uni Eropa. Kali ini pemeriksaannya lebih prudent, tetapi lebih ramah. Bahkan tiba-tiba kami dikejutkan oleh masuknya seekor anjing hitam yang berjalan dan mencium-cium. Kemungkinan anjing ini untuk melacak narkoba atau bahkan bom. Tetapi semuanya berjalan lancar dan tepat pukul 7 malam kami memasuki kota Helsinski.
 
Bicara soal Finlandia, pikiranku selalu berasosiasi dengan Nokia. Di negara kecil inilah Nokia, sebuah perusahaan yang tadinya bergerak di bidang chemicals, bisa mentransformasi dirinya menjadi pabrikan terbesar di dunia untuk produk handphone. Dengan slogan "connecting people" Nokia berhasil menggusur dominasi Motorola dan Ericsson yang lebih mengandalkan keunggulan "tehnologi", sedangkan Nokia lebih menyentuh sisi humanisnya.
 
Saya masih ingat Nokia pertama yang saya punya, yaitu Nokia 6110. Bentuknya yang agak gemuk, layarnya colour dan ring tone nya polyphonic. Saya juga pernah memakai Nokia "pisang" dan yang paling legendaris adalah Nokia Communicator. Itu adalah handphone pertama yang kalau mau mengetik huruf "s", cukup langsung mengetik 1 kali huruf "s". Kalau sebelumnya harus menekan 4 kali huruf "pqrs" baru bisa keluar huruf "s". Mungkin untuk saat ini Nokia Communicator adalah satu-satunya Nokia yang masih banyak dipakai oleh para pejabat Polri. Kesalahan strategi yang dilakukan oleh Nokia, membuat perusahaan itu kehilangan dominasinya di dunia mobile phone. Ini adalah satu contoh yang bagus sekali untuk menggambarkan bahwa "the survival in business is not the strongest, not the biggest, but those who can fit to the environmental changes". Kemunculan BlackBerry yang kemudian diikuti oleh Samsung dan iPhone, memupuskan mimpi Nokia untuk menjadi pemain utama yang berkesinambungan di industri mobile telecommunication. Hayo siapa yang masih pakai handphone merk Nokia saat ini?
 
Helsinki adalah ibukota Finlandia. Jumlah penduduknya 642 ribu orang, total di Finlandia sendiri ada 5,4 juta orang. Kota ini dikelilingi oleh Laut Baltic. Ini adalah kota terbesar keempat di Scandinavia sesudah Kopenhagen, Stockholm dan Oslo. Yang menarik adalah Finlandia adalah salah satu negara yang tergolong paling bersih di dunia, yang berbatasan dengan Rusia yang paling korup kedua di Eropa sesudah Ukraina. Sulit membayangkan koordinasi kedua negara dalam mengelola perbatasannya. Kondisinya mirip dengan Indonesia yang berbatasan dengan Singapura, tetapi khan perbatasan kita dipisahkan oleh lautan, sementara di sini hanya berbatasan daratan saja. Masak hanya beda beberapa "langkah" saja yang satu hitam dan yang satu putih, serta keduanya tidak membaur. Kalau ada kesempatan saya tertarik melakukan penelitian etnografi mengenai pola kehidupan masyarakat di kedua perbatasan ini, dan bagaimana budaya keduanya bisa tidak saling "melebur". Pasti akan banyak temuan menarik yang bisa diungkap.
 
Di Helsinki tidak ada "palace" dan bangunan-bangunan besar lain seperti di Russia. Tidak juga ada "raja" atau "kaisar" di Finlandia. Helsinki juga tercatat sebagai "the most liveable city in the world". Menurut local guide kami, Miss Christina, Helsinki juga terkenal sebagai kota yang paling aman di dunia. Departemen Kepolisian kota Helsinki baru meletuskan 6 kali tembakan sejak tahun 2013. Tetapi memang disinyalir baru-baru ini ada sekelompok pencuri profesional yang memasuki kota Helsinki, terutama dari kawasan Russia dan Eropa Timur lainnya. Di samping itu ada juga modus "police checking" seperti yang sudah marak di kota-kota di Eropa. Mereka pura-pura sebagai "polisi" dan melakukan pengecekan passport dan dompet. Rekan business saya pernah mengalami kejadian ini waktu kami berkunjung ke Barcelona beberapa tahun lalu dan terpaksa kudu merelakan USD 1.000 lenyap ditelan bumi. Aku sendiri selamat, bukan karena tahu trik seperti ini sebelumnya, tetapi kebetulan rampoknya gentar juga waktu aku gertak balik "I am Indonesia Policia". Waktu mereka memperkenalkan diri sebagai "Spanish Policia". He....
 
Masih menurut local guide kami, sasaran yang paling empuk adalah turis dari Asia, terutama China karena biasanya mereka membawa uang cash dalam jumlah banyak dan mereka tidak biasa mendengar kejadian yang sudah jamak seperti ini di Eropa Barat. Polisi sudah meningkatkan patroli tertutup dan terbuka untuk mencegah kejadian ini. Tetapi tetap saja ndak bisa dicegah 100 persen. Resepnya kalau ketemu "police checking scenario" harus tetap tenang dan berani menolak untuk menunjukkan passport maupun dompet. Ndak mungkin ada polisi beneran meriksa-meriksa passport dan dompet di jalanan. Pasti itu semua dilakukan di kantor polisi. Kalau dipaksa mengikuti mereka, tetap harus kita tolak dan bila perlu teriak agar mengundang perhatian massa dan polisi gadungan itu pergi.
 
Yang benar-benar perlu diwaspadai di Helsinki adalah "rampok" alam, yaitu burung yang biasa menyerobot ice cream, roti dan makanan lain yang sedang di makan orang yang sedang berlalu lalang. Yang ini ndak bisa ditangani aparat kepolisian. Ha.... satu lagi yang kudu diwaspadai adalah pengendara sepeda yang marak dan biasanya mereka relatif ngebut berjalan di trotoar. Saya sendiri pernah hampir aja tersambar sepeda di Amsterdam. Kalau meleset sedikit bisa berakhir di rumah sakit.
 
Malam ini kami makan malam di sebuah local restaurant yang terletak di tepi Marina, tempat banyak parkiran yacht. Menunya? Semacam filet ayam opor, mirip dengan chicken stroganoff tetapi tidak dipotong kecil-kecil. Saya sendiri pesan makanan tambahan karena kepingin nyobain makanan khas Finlandia, yaitu daging asap reindeer (rusa kutub). Khan katanya when in Rome, do as Roman does. Ternyata rasanya mirip daging kambing dan juga agak bau prengus. Ya ndak masalah lah, yang penting dah pernah nyobain. Malam ini kami nginap di Holiday Inn Helsinki.