Senin, Juli 13, 2015

Ramadhan Holiday 2015 - Day 5 - Enroute Saint Petersburg Helsinki

Ramadhan Holiday - Day 5 - Enroute Saint Petersburg Helsinski
 
Ini adalah hari kelima dari tour Russia Scandinavia (Ruscan), sekaligus hari terakhir di Russia. Kami menginap di hotel Pribatiyskaya Park Inn di kota Saint Petersburg. Hotelnya cukup besar dan kelihatannya hotel ini kebanyakan melayani tamu peserta tour. Semalam saja ketika kita check in banyak sekali rombongan dari China dan beberapa dari India yang juga sedang check in. Jadi suasana lobby hotel lebih mirip pasar di kota Shanghai dibandingkan dengan sebuah hotel di Russia.
 
Pagi ini suasana "china town" lebih terasa lagi. Begitu restaurant dibuka untuk breakfast, ratusan orang dari peserta tour China langsung menyerbu makanan yang tersedia. Mereka berebut, saling mendahului satu sama lain, dan saya lihat berusaha mengambil makanan sebanyak-banyaknya. Hanya dalam waktu sekejab semua makanan yang disajikan sudah habis dan terpaksa kita mesti menunggu untuk diisi ulang. Wow, sebuah pemandangan agresivitas dan kesediaan bersaing yang sangat tinggi. Sejak 20 tahun ini bangsa China memang mengalami kemajuan yang luar biasa dan mereka bebas bepergian ke luar negeri. 20 tahun lalu hanya orang-orang sangat tertentu yang punya ijin dan berkesempatan untuk bepergian ke luar negeri. Sekarang ikut tour kemanapun juga selalu bertemu dengan banyak rombongan turis asal Tiongkok.
 
Pagi ini hanya satu obyek wisata yang kami kunjungi, yaitu Istana Musim Panas (the Summer Palace) yang menjadi tempat tinggal Peter the Great. Istana ini didirikan pada tahun 1710 - 1714 di tepi sungai Fontanka, sekitar 40 km tenggara kota Saint Petersburg. Namanya Istana musim panas, tetapi di musim panas kali ini, suhu udaranya tetap membikin badan menggigil, yaitu sekitar 13 derajad celcius. Waktu aku tanyakan pada Irina, local guide kami selama di Saint Petersburg, dia menjelaskan bahwa yang dimaksud Istana Musim Panas adalah istana yang terletak di luar kota, karena biasanya pada musim panas orang-orang berlibur ke luar kota. Menurut Irina, konon dibutuhkan waktu hampir 3 hari penuh untuk memindahkan barang-barang dan peralatan istana ketika Peter the Great pindah tempat tinggal dari Istana Musim Dingin ke Istana Musim Panas.
 
Istana ini dibangun setelah Peter the Great mengunjungi kota Paris dan melihat Istana Versailes. Dia terinspirasi untuk membuat istana yang sama di Russia. Seperti yang saya tulis kemarin, Peter memang sangat fanatik terhadap "Eropa". Bahkan kota Saint Petersburg sendiri dibangun terinspirasi oleh kota Venice di Italy dan Amsterdam di Belanda. Istana ini dibangun di tepi laut Baltik karena Peter memang sangat gemar bepergian menggunakan kapal. Mungkin karena saat itu (tahun 1980-an) satu-satunya mode transportasi antar negara adalah lewat laut. Kalau di jaman sekarang, bisa diramalkan pasti Peter punya pesawat "kepresidenan" yang sangat megah dan ndak kalah ama pesawat kepresidenan pemerintah Indonesia atau bahkan US Airforce One.
 
Ada satu bangunan di dalam istana musim panas yang sangat indah. Hiasan-hiasannya terbuat dari kayu oak dan dilapisi dengan emas murni. Benar-benar luar biasa. Penjagaan di dalam istana sangat ketat. Sama sekali tidak diijinkan untuk memotret. Bahkan menurut saya jauh lebih ketat dibandingkan dengan penjagaan di Istana Versailes di Paris.
 
Ada satu lagi yang lucu, yaitu bentuk ranjang di Male Bed Room. Ranjangnya lebih pendek dibandingkan ranjang normal saat ini. Konon jaman dahulu orang disarankan untuk tidur dengan posisi setengah duduk karena diyakini kalau tidur terlentang maka darah akan mengalir ke kepala dan bisa menyebabkan kerusakan pada "bagian dalam kepala". Wow..... satu pengetahuan yang menarik pada jaman itu.
 
Selesai kunjungan ke Istana Musim Panas, kami makan siang dan dilanjutkan dengan perjalanan dengan kereta api ke Helsinski. Menu makan siangnya kembali lagi mirip dengan kemarin, yaitu "Stroganoff". Hanya kali ini bukan disiramkan di atas kentang rebus, tetapi dikombinasikan dengan nasi brasmati. Di Jakarta harga beras yang "tidak rukun" ini 5 kali lipat dibandingkan dengan beras kita yang "rukun", tetapi rasanya ya ndak enak. Ya mau apalagi, karena keterbatasan waktu aku ndak bisa pesan menu tambahan. Terpaksa cuman makan stroganoff aja. Semoga ini menjadi menu stroganoff yang terakhir.
 
Perjalanan dengan kereta api menuju ke Helsinski cukup nyaman. Waktu tempuhnya sekitar 3.5 jam dan keretanya berjalan dengan kecepatan maksimal150 km per jam. Walaupun kecepatannya cukup tinggi tetapi goncangan keretanya tidak terlalu terasa. Demikian pula tingkat kebisingannya jauh lebih rendah dibandingkan dengan kereta eksekutif di Indonesia. Semoga Indonesia bakalan punya kereta api senyaman dan secepat ini dalam waktu tidak terlalu lama lagi. Sangat ironis bahwa saat ini Indonesia mengandalkan in-land transportation menggunakan moda truk. Seharusnya kereta api adalah pilihan yang jauh lebih efisien di samping juga mode transportasi laut.
 
Ada hal yang menarik mengenai rel kereta di Russia. Sejarah mencatat bahwa sebelum tahun 1900 Russia sudah memiliki jalur kereta api yang sangat panjang melintasi Siberia, yang terkenal dengan nama Trans Siberia Railway. Bisa dibayangkan betapa majunya negara Russia di industri kereta api. Hal lain yang menarik adalah soal lebar jalur kereta api Russia yang lebih lebar dari standard internasional. Di Russia menggunakan lebar bentangan 1524 mm, dibandingkan dengan standard internasional selebar 1435 mm. Sementara Indonesia masih menggunakan bentangan sempit, yaitu 1067 mm. Ini adalah salah satu alasan kenapa kereta api di Indonesia tidak bisa memiliki kecepatan yang tinggi, di atas 100 km per jam, dan tingkat kenyamanannya juga rendah. Kalau mau memperbaiki jalur kereta api, harus dilakukan perubahan yang drastis, termasuk mengenai lebar bentangan. Bisa dibayangkan berapa biaya yang diperlukan untuk keperluan ini.
 
Begitu kereta bergerak dilakukan pemeriksaan imigrasi dan custom oleh pihak Russia. Menurut cerita beberapa rekan yang pernah keluar dari Saint Petersburg dengan menggunakan kereta, biasanya ada saja petugas custom Russia yang mencari-cari kesalahan orang, terutama berkaitan dengan jumlah mata uang yang dibawa secara tunai. Saya sendiri dulu juga pernah dipersoalkan dan dipalak, tetapi waktu masuk ke Moskow di tahun 2004. Tapi kelihatannya kini kondisinya sudah jauh lebih baik.
 
Memasuki perbatasan Finlandia, kembali lagi dilakukan pemeriksaan oleh pihak imigrasi dan custom dari Uni Eropa. Kali ini pemeriksaannya lebih prudent, tetapi lebih ramah. Bahkan tiba-tiba kami dikejutkan oleh masuknya seekor anjing hitam yang berjalan dan mencium-cium. Kemungkinan anjing ini untuk melacak narkoba atau bahkan bom. Tetapi semuanya berjalan lancar dan tepat pukul 7 malam kami memasuki kota Helsinski.
 
Bicara soal Finlandia, pikiranku selalu berasosiasi dengan Nokia. Di negara kecil inilah Nokia, sebuah perusahaan yang tadinya bergerak di bidang chemicals, bisa mentransformasi dirinya menjadi pabrikan terbesar di dunia untuk produk handphone. Dengan slogan "connecting people" Nokia berhasil menggusur dominasi Motorola dan Ericsson yang lebih mengandalkan keunggulan "tehnologi", sedangkan Nokia lebih menyentuh sisi humanisnya.
 
Saya masih ingat Nokia pertama yang saya punya, yaitu Nokia 6110. Bentuknya yang agak gemuk, layarnya colour dan ring tone nya polyphonic. Saya juga pernah memakai Nokia "pisang" dan yang paling legendaris adalah Nokia Communicator. Itu adalah handphone pertama yang kalau mau mengetik huruf "s", cukup langsung mengetik 1 kali huruf "s". Kalau sebelumnya harus menekan 4 kali huruf "pqrs" baru bisa keluar huruf "s". Mungkin untuk saat ini Nokia Communicator adalah satu-satunya Nokia yang masih banyak dipakai oleh para pejabat Polri. Kesalahan strategi yang dilakukan oleh Nokia, membuat perusahaan itu kehilangan dominasinya di dunia mobile phone. Ini adalah satu contoh yang bagus sekali untuk menggambarkan bahwa "the survival in business is not the strongest, not the biggest, but those who can fit to the environmental changes". Kemunculan BlackBerry yang kemudian diikuti oleh Samsung dan iPhone, memupuskan mimpi Nokia untuk menjadi pemain utama yang berkesinambungan di industri mobile telecommunication. Hayo siapa yang masih pakai handphone merk Nokia saat ini?
 
Helsinki adalah ibukota Finlandia. Jumlah penduduknya 642 ribu orang, total di Finlandia sendiri ada 5,4 juta orang. Kota ini dikelilingi oleh Laut Baltic. Ini adalah kota terbesar keempat di Scandinavia sesudah Kopenhagen, Stockholm dan Oslo. Yang menarik adalah Finlandia adalah salah satu negara yang tergolong paling bersih di dunia, yang berbatasan dengan Rusia yang paling korup kedua di Eropa sesudah Ukraina. Sulit membayangkan koordinasi kedua negara dalam mengelola perbatasannya. Kondisinya mirip dengan Indonesia yang berbatasan dengan Singapura, tetapi khan perbatasan kita dipisahkan oleh lautan, sementara di sini hanya berbatasan daratan saja. Masak hanya beda beberapa "langkah" saja yang satu hitam dan yang satu putih, serta keduanya tidak membaur. Kalau ada kesempatan saya tertarik melakukan penelitian etnografi mengenai pola kehidupan masyarakat di kedua perbatasan ini, dan bagaimana budaya keduanya bisa tidak saling "melebur". Pasti akan banyak temuan menarik yang bisa diungkap.
 
Di Helsinki tidak ada "palace" dan bangunan-bangunan besar lain seperti di Russia. Tidak juga ada "raja" atau "kaisar" di Finlandia. Helsinki juga tercatat sebagai "the most liveable city in the world". Menurut local guide kami, Miss Christina, Helsinki juga terkenal sebagai kota yang paling aman di dunia. Departemen Kepolisian kota Helsinki baru meletuskan 6 kali tembakan sejak tahun 2013. Tetapi memang disinyalir baru-baru ini ada sekelompok pencuri profesional yang memasuki kota Helsinki, terutama dari kawasan Russia dan Eropa Timur lainnya. Di samping itu ada juga modus "police checking" seperti yang sudah marak di kota-kota di Eropa. Mereka pura-pura sebagai "polisi" dan melakukan pengecekan passport dan dompet. Rekan business saya pernah mengalami kejadian ini waktu kami berkunjung ke Barcelona beberapa tahun lalu dan terpaksa kudu merelakan USD 1.000 lenyap ditelan bumi. Aku sendiri selamat, bukan karena tahu trik seperti ini sebelumnya, tetapi kebetulan rampoknya gentar juga waktu aku gertak balik "I am Indonesia Policia". Waktu mereka memperkenalkan diri sebagai "Spanish Policia". He....
 
Masih menurut local guide kami, sasaran yang paling empuk adalah turis dari Asia, terutama China karena biasanya mereka membawa uang cash dalam jumlah banyak dan mereka tidak biasa mendengar kejadian yang sudah jamak seperti ini di Eropa Barat. Polisi sudah meningkatkan patroli tertutup dan terbuka untuk mencegah kejadian ini. Tetapi tetap saja ndak bisa dicegah 100 persen. Resepnya kalau ketemu "police checking scenario" harus tetap tenang dan berani menolak untuk menunjukkan passport maupun dompet. Ndak mungkin ada polisi beneran meriksa-meriksa passport dan dompet di jalanan. Pasti itu semua dilakukan di kantor polisi. Kalau dipaksa mengikuti mereka, tetap harus kita tolak dan bila perlu teriak agar mengundang perhatian massa dan polisi gadungan itu pergi.
 
Yang benar-benar perlu diwaspadai di Helsinki adalah "rampok" alam, yaitu burung yang biasa menyerobot ice cream, roti dan makanan lain yang sedang di makan orang yang sedang berlalu lalang. Yang ini ndak bisa ditangani aparat kepolisian. Ha.... satu lagi yang kudu diwaspadai adalah pengendara sepeda yang marak dan biasanya mereka relatif ngebut berjalan di trotoar. Saya sendiri pernah hampir aja tersambar sepeda di Amsterdam. Kalau meleset sedikit bisa berakhir di rumah sakit.
 
Malam ini kami makan malam di sebuah local restaurant yang terletak di tepi Marina, tempat banyak parkiran yacht. Menunya? Semacam filet ayam opor, mirip dengan chicken stroganoff tetapi tidak dipotong kecil-kecil. Saya sendiri pesan makanan tambahan karena kepingin nyobain makanan khas Finlandia, yaitu daging asap reindeer (rusa kutub). Khan katanya when in Rome, do as Roman does. Ternyata rasanya mirip daging kambing dan juga agak bau prengus. Ya ndak masalah lah, yang penting dah pernah nyobain. Malam ini kami nginap di Holiday Inn Helsinki.