Rabu, Mei 13, 2009

Re-Code Your Change DNA

Argumentasi Pengarang
Perubahan (change) merupakan suatu keharusan bagi setiap organisasi untuk tetap eksis dan bertumbuh dengan menyelaraskan diri (adaptif) terhadap situasi lingkungannya yang juga selalu berubah. Mengingat tidak semua individu atau organisasi mampu melihat perlunya perubahan, dan ditambah dengan sifat manusia yang cenderung lembam (inertia), perubahan mutlak membutuhkan leader (change maker) untuk menggerakannya. Permasalahannya adalah tidak setiap orang mengerti bagaimana menjadi leader dan bagaimana menggerakan perubahan di organisasinya. Buku ini ditulis dengan tujuan untuk menjawab kedua pertanyaan tersebut.

Dalam konteks perubahan (change), setiap orang memiliki unsur pembawa sifat, yaitu change DNA (DNA perubahan), dengan kadar yang berbeda-beda. Sejalan dengan pengalaman hidupnya, change DNA berinteraksi dengan lingkungannya sehingga menghasilkan mutasi nilai-nilai dan pandangan yang akhirnya membentuk kepribadian (personality) dan keyakinan (belief) seseorang. Kepribadian berkaitan dengan karakter, sedangkan keyakinan berhubungan dengan cara berpikir (pikiran). Harrison (2005) mengatakan bahwa kurang lebih 50% kepribadian manusia terkait dengan DNA-nya, dan 50% lainnya dikontribusi oleh lingkungan. Ini menunjukkan bahwa hal-hal seperti kebiasaan, tradisi, nilai-nilai, prosedur, bisa membelenggu change DNA seseorang, karena dianggap sebagai kebenaran abadi (hard code). Untuk itu perlu dilakukan pengkodean ulang (re-code) terhadap change DNA, agar memiliki keberanian untuk mendobrak belenggu tersebut.
Change DNA terdiri dari lima faktor yang diadopsi pengarang dari The Big Five (Costa & McCrae, 1997) yang disingkat OCEAN, yaitu (1) Openness, (2) Conscientiousness, (3) Extroversion, (4) Agreeableness, dan (5) Neuroticism. Opennes adalah keterbukaan pikiran terhadap pengalaman dan hal-hal baru. Kebanyakan orang lebih bersandar pada keterbukaan mata, yaitu realita masa kini yang cenderung rutinitas dan konvensional, dan sedikit yang menggunakan keterbukaan pikiran, yaitu visi masa depan yang bersifat novelty dan original. Conscentiousness adalah keterbukaan telinga dan hati, yaitu mendengar dan merasakan hal-hal baru, serta meresponnya dengan motivasi dan disiplin tinggi. Extroversion adalah keterbukaan diri terhadap orang lain. Agreeableness adalah keterbukaan terhadap kedamaian dan menghindari konflik. Neuroticism adalah keterbukaan terhadap tekanan-tekanan lingkungan, terutama dari pihak-pihak yang resisten terhadap perubahan.
Re-code dilakukan pada dua hal yang paling dasar pada manusia, yaitu karakter dan cara berpikir. Re-code karakter dilakukan pada dua ranah, individu dan organisasi. Re-code individu dilakukan dengan cara cek kadar OCEAN dan re-code change maker (leader), sedangkan re-code organisasi dilakukan dengan cara re-orientation OCEAN, re-design organisasi, dan re-code change agents (critical mass). Re-code pikiran (cara berpikir) pada dasarnya merubah hubungan yang berfokus pada problem-based yang bersifat pasif dan berorientasi masa lalu menjadi solution-based yang bersifat proaktif dan berorientasi masa depan. Untuk itu re-code pikiran yang dilakukan bukan hanya pada change the reality, namun juga change the perception of reality.
Seperti terlihat pada gambar-1a di bawah, manusia memiliki karakter-pikiran, emosi, tindakan, dan hasil. Dua hal terakhir adalah yang tampak atau kasat mata oleh orang lain, sementara dua hal sisanya berada di bawah permukaan. Melepaskan belenggu pada emosi, tindakan, dan hasil tidak bisa disebut berhasil sebelum karakter dan pikirannya masih dilingkupi cara-cara lama. Karena itu melepaskan belenggu yang melingkupi karakter dan pikiran seseorang merupakan hal yang esensial.

Pengecekan kadar OCEAN bisa dilakukan dengan mengisi pertanyaan yang diberikan pengarang pada bab 4. Dengan mengembangkan masing-masing faktor dalam change DNA tersebut, seseorang telah memiliki modal dasar untuk melepaskan belenggu diri, dan siap menjadi leader (change maker). Leader dalam konteks ini berarti kemampuan “menggerakkan orang lain untuk perubahan”. Jenis faktor penggerak menentukan leadership level seseorang, yaitu pertama position: leader yang terpilih karena memiliki surat kuasa, dan ini adalah level terendah dari seorang leader. Orang lain bergerak atas dasar perintah dari leader. Kedua, permission: leader yang memimpin dengan hati dan penuh perhatian, sehingga orang lain bergerak atas dasar cinta (love). Ketiga, production: leader yang mampu memaksimalkan timnya untuk mencapai suatu tujuan, sehingga orang lain bergerak atas dasar kagum (admire). Keempat, people development: leader yang mampu meningkatkan kemampuan orang lain untuk menjadi leader dimasa datang, sehingga orang tersebut bergerak karena loyalitas. Kelima, personhood: leader yang memiliki nilai-nilai luhur sehingga orang lain bergerak karena rasa hormat (respect). Pada level kelima ini, leader sering mendapat sebutan seperti maha guru, pemimpin besar, nabi, dan lain-lain Disamping adanya metode, cara, atau trik-trik manajemen yang bisa digunakan, tingginya leadership level seseorang, memudahkan dia untuk menggerakan orang lain.
Seorang leader, apapun levelnya, tidak terlepas dari lingkungannya, dalam konteks yang lebih sempit adalah organisasi di mana dia berada. Seperti halnya individu, organisasi juga perlu di re-code change DNA nya (orientasi), yaitu dengan menilai orang-orang di dalamnya. Orang-orang tersebut dikelompokan berdasarkan change DNA-nya masing-masing sehingga kemudian bisa ditentukan mana orang yang bisa dipertahankan, dipindahtugaskan, atau diberhentikan untuk diganti dengan “darah baru”. Cara ini secara tidak langsung akan memberikan nilai-nilai, aura, dan benih perilaku baru dalam organisasi. Bisa disimpulkan, re-orientasi organisasi adalah usaha membangun tim yang berisi orang-orang dengan kadar change DNA yang sesuai kebutuhan leader, sehingga ini merupakan langkah awal menuju perubahan.
Berikutnya, leader perlu mendesain ulang bangunan organisasi, dengan memperhatikan lima faktor, yaitu (1) struktur, (2) hubungan, (3) batasan organisasi, (4) insentif, dan (5) nuansa. Struktur organisasi bisa dibuat mekanistik (prosedural, birokratik, rutinitas) yang sesuai pada lingkungan stabil, atau organik (kreativitas, team work, kekerabatan) yang sesuai pada lingkungan dinamis. Hubungan (linkage) menentukan bagaimana antar bagian, individu, atau fungsi saling berinteraksi satu sama lain sehingga membentuk dinamika yang berbeda-beda. Misalnya, organisasi yang mengadopsi sistem open management cenderung sedikit menggunakan pembatas fisik antar bagian.
Batasan (boundary) merupakan garis pemisah organisasi dengan lingkungannya. Beberapa model seperti vertical integration, outsourcing, aliansi sering digunakan sesuai dengan kebutuhan organisasi. Makin luas scope dan boundary organisasi, makin besar perbedaan karakter antar anggotanya, baik yang di dalam (cenderung bersifat tertutup) atau di batas boundary (cenderung lebih adaptif). Insentif berhubungan dengan bentuk penghargaan organisasi atas prestasi atau keunggulan positif dari anggotanya. Model yang diterapkan juga mempengaruhi kemampuan organisasi memperoleh atau mempertahankan talenta-talenta terbaiknya. Nuansa adalah roh yang ingin ditanamkan ke dalam organisasi tempat anggota melakukan aktivitasnya. Cara paling sederhana adalah menentukan desain interior, bentuk bangunan, warna, arsitektur, dan lain-lain.
Hal terakhir dalam re-code karakter di ranah organisasi adalah mempersiapkan change agents (re-code critical mass) untuk membantu menyebarkan pesan perubahan. Seorang leader tidak bisa bekerja sendiri. Dia membutuhkan teman atau rekan untuk saling memotivasi, memperoleh informasi bottom line, membentuk jaringan. Sehubungan proses penyebaran perubahan, ada empat kaidah yang perlu diperhatikan. Pertama, the law of few, yaitu memilih sedikit change agents dengan kadar change DNA tinggi, terpercaya, dan mampu menyebarkan atau memperoleh informasi secara efektif dan efisien. Kaidah ini menerapkan hukum prioritas, yaitu memilih 20% change agents tapi mampu berdampak pada 80% anggota organisasi. Seorang pemimpin besar tidak memerlukan masa yang banyak untuk menyampaikan pesan perubahannya. Nabi Isa hanya memiliki 12 rasul, Nabi Muhammad hanya dibantu 4 sahabatnya.
Kedua, the stickness factor, yaitu konten pesan harus memiliki dampak yang luar biasa. Beberapa tips bisa dilakukan antara lain, (1) bersifat sederhana, agar mudah dipahami, (2) perintah yang menggerakan, (3) diperkaya dengan ritual seperti yang dilakukan Oreo, (4) kontras-konfrontasi, agar orang bisa melihat dengan jelas dan selalu mengingat perlunya perubahan yang sedang dicanangkan. Ketiga, kaidah kegaduhan suara, yaitu memperhatikan hal-hal kecil untuk menyampaikan pesan yang lebih besar. Kaidah ini menggunakan asumsi bahwa semua hal-hal besar dimulai dari hal-hal kecil. Jika masalah kecil tidak diperhatikan atau tidak mampu diselesaikan, akan timbul kesan bahwa masalah besar tidak akan mampu diselesaikan. Keempat, the power of context, yaitu memilih waktu dan tempat (context) yang tepat untuk menyampaikan pesan perubahan.
Uraian di atas adalah semua cara yang diperlukan untuk re-code karakter. Karakter hanyalah modal dasar yang dimiliki seorang leader. Pusat terjadinya re-code change DNA adalah pikiran manusia, yaitu cara berpikir baru yang menggantikan cara berpikir lama, dimana bila dilakukan secara kolektif akan menjadi pikiran organisasi. Bila pikiran baru ini dilakukan berulang-ulang, dia akan menjadi tradisi dan kebiasan baru yang akhirnya melahirkan nilai-nilai dan budaya baru. Perubahan apapun yang dilakukan organisasi tanpa disertai perubahan cara berpikir (hingga menjadi perubahan budaya) tidak akan memberikan hasil signifikan, karena semuanya dilakukan dengan cara-cara lama.
Faktor Openess pada change DNA mengindikasikan perlunya melihat dengan pikiran untuk melahirkan visi dengan cara mengubah realitas saat ini menjadi persepsi masa depan. Perubahan ini menimbulkan gap yang disebut change. Bila leader hanya menggunakan mata untuk melihat realitas masa kini, yang terjadi adalah modifikasi atau perbaikan inkrimental menuju kesempurnaan dalam sistem yang sama. Pengarang menyebut ini sebagai inovasi tanpa kreativitas, karena kreativitas diasosiasikan sebagai originalitas dan mendobrak sistem lama.
Di atas telah disebutkan bahwa leadership berarti kemampuan menggerakan orang lain. David Rock (2006) menyebutkan bahwa yang digerakan bukan hanya perilakunya, namun yang terpenting adalah pikirannya, yaitu pikiran organisasi dalam konteks kelompok. Dalam pikiran terdapat memori jangka pendek dan memori jangka panjang. Memori jangka pendek merupakan catatan sementara tentang hal-hal yang perlu diingat maupun tidak. Makin banyak hal-hal yang sama berulang, dia akan berpindah ke memori jangka panjang. Semakin lama, hal-hal tersebut akan berubah menjadi kebenaran (hard-code).
Re-code pikiran dilakukan dengan dua cara, pertama, solution-based thinking (SBT), sebagai pengganti problem-based thinking (PBT). Ciri-ciri PBT adalah fokus pada permasalahan, mencari pihak yang bertanggung jawab dan menentukan hukuman yang sesuai, diwarnai dengan kecemasan-kepanikan-umpan balik negatif. Mereka cenderung bertanya “why, why, why”. Sementara PBT memiliki ciri-ciri seperti memaklumi kesalahan yang natural dan fokus mencari solusinya, mencari keunggulan berbagai pihak untuk mendukung solusi, menciptakan motivasi positif untuk menghilangkan kecemasan dan kepanikan, berorientasi ke depan. Mereka cenderung bertanya “how, how, how”. Organisasi yang berpikir, cenderung menggunakan SBT dibanding PBT.
Kedua, adalah let them do all the thinking, yaitu mengajak semua pihak untuk memikirkan hal-hal yang perlu dilakukan dalam perubahan. PBT orientation membuat orang bersifat pasif karena mereka menunggu instruksi dan arahan dari leader-nya, sedangkan dalam SBT orientation, leader harus mampu memberikan guidance agar mereka mampu menemukan solusi menurut pola pikir mereka. Untuk itu leader harus mampu menghidupkan dialog interaktif dengan mereka untuk meng-challenge solusi yang dihasilkan dengan alternatif solusi lain agar mereka memiliki perspektif yang lebih luas. Pola berpikir seperti ini akan membangkitkan ide-ide kreatif yang akan mengembangkan otak organisasi secara kolektif. Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa yang menentukan hidup atau mati, respontif atau pasif, adaptif atau lumpuhnya otak organisasi adalah kumpulan cara berpikir orang dalam organisasi tersebut.

Tanggapan Penulis
Buku Re-Code Your Change DNA karangan Renald Kasali ini merupakan komplemen dari buku sebelumnya, Change. Bila Change lebih memfokuskan pembahasan pada proses perubahannya, buku ini menitikberatkan pada manusia, khususnya change leader-nya. Seperti telah dikemukakan berulang kali oleh pengarang, untuk berubah, sebuah organisasi membutuhkan change leader.
Seperti buku-buku sebelumnya, Re-Code Your Change DNA dibawakan dengan bahasa yang sederhana yang disertai contoh nyata dan ilustrasi gambar. Tanpa melihat pengarangnya pun sebagian besar orang yang terbiasa membaca buku manajemen akan mengetahui siapa penulis buku tersebut. Ciri khas yang sangat kontras ini mungkin mulai bisa disebut sebagai Kasali Way. Dan yang membuat lebih menarik adalah tampilan judul yang elegan dan kertas berlapis plastik dengan full color, walaupun mengakibatkan harga buku menjadi lebih mahal.
Banyak buku populer telah diterbitkan yang bertujuan untuk memberikan metode, trik, atau cara melakukan perubahan. Cara-cara tersebut terkadang sangat canggih, mutakhir, dan modern dalam konteks change management. Namun perlu diingat bahwa semua metode tersebut hanya menyentuh sisi behavior-nya saja, sehingga setelah buku tersebut selesai dibaca, pembaca memiliki pengetahuan tambahan. Menggunakan istilah pengarang, hal ini disebut say belief (mengetahui apa yang harus dilakukan). Buku Re-Code Your Change DNA lebih menekankan pada sisi karakter dan pikiran pembaca agar berani dan mampu do belief, yaitu melakukan perubahan sesuai pengetahuan yang dimilikinya. Sekali lagi mengutip kalimat dari pengarang,”lebih baik seseorang memiliki sedikit pengetahuan tapi mengaplikasikannya daripada memiliki segudang pengetahuan hanya untuk disimpan saja”.
Model change leadership yang dikemukakan pengarang sangat sesuai diterapkan pada konfigurasi adhocracy (Mintberg, 1979). Dalam bukunya, pengarang mengadopsi model organismic (Burn & Stalker, 1961), yang ciri-cirinya kurang lebih sama, antara lain bekerja dalam team work, tidak birokratis, tidak terikat pada rutinitas dan prosedural (lack of standardization and formalization). Tujuannya adalah untuk beradaptasi dalam lingkungan yang complek dan dinamik dengan selalu melahirkan inovasi-inovasi baru.
Pengertian inovasi yang dikemukakan pengarang memiliki dua arti, yaitu (1) fokus pada realita masa kini yang menghasilkan modifikasi inkrimental, (2) fokus pada pengubahan persepsi masa depan yang menghasilkan kreativitas sehingga menghasilkan hal-hal baru yang radikal. Dalam domain Cynefin (Kurtz & Snowden, 2003), arti yang pertama sama dengan eksploitasi (meningkatkan kualitas), sedangkan arti kedua kurang lebih sama dengan eksplorasi (menghasilkan solusi yang novelty). Sementara Fontana (2009) mengasosiasikan inovasi dengan “perubahan radikal” sehingga sesuai dengan arti ke-(2) yang dikemukakan pengarang. Penulis berpendapat bahwa ini hanya perbedaan penggunaan istilah saja. Intinya, semua pengarang tersebut mengatakan bahwa perubahan signifikan diperlukan untuk terus tumbuh dan adaptif dalam lingkungan yang kompleks atau bahkan chaos. Dan untuk itu diperlukan perubahan persepsi (Kasali, 2007), prinsip dan manajemen inovasi (Fontana, 2009), bergerak di domain complex-chaos secara convergent dan divergent (Kurtz & Snowden, 2003).
---o0o---