Sabtu, Agustus 25, 2012

Day 8

Day 8 - August 24, 2012 Hari ini adalah pertama kalinya terjadi pergeseran rutin sedikit lebih siang, yaitu 6.30 - 7.30 - 8.30. Tepat jam 7 pagi aku sudah siap untuk makan pagi bersama beberapa peserta tour lainnya. Sementara bini masih beresin cucian dan jemuran pakaian dalam di kamar karena ini adalah pertama kalinya kita akan nginep 2 malam di satu kota. Sehingga ini adalah kesempatan mencuci pakaian dalam. Kalau jaman mahasiswa dulu sih pakaian dalam masih bisa dipakai 2 hari dengan cara side A dan side B seperti kaset recorder. He..... Ternyata kami semua ditolak makan pagi di resto hotel karena tidak punya breakfast coupon. Biasanya emang saat check in kami dibagikan coupon tersebut tapi semalam hanya diberi kunci saja. Beberapa tamu naik pitam untuk kesekian kalinya soal breakfast karena tour leadenya ndak nongol sama sekali, bahkan sudah ditelepon berkali-kali. Setelah menunggu hampir satu jam kami baru diijinkan makan pagi. Bahkan sesampainya di bus pun tidak ada satu katapun keluar dari mulutnya, apalagi permintaan maaf. Di dalam bus, Elizabet, si tour leader, hanya sibuk ber bb ria. Sampai-sampai iparku yang terkenal dengan kesabarannya pengin damprat dia dan omongn "Eh, loe itu di sini kudu kerja, bukan cuman up date status dan maenan bb aja." Edian tenan. Kok bisa ya perusahaan sebesar ATS tidak menseleksi tour leadernya sebelum diberikan assignment. Satu awal hari yang kurang menyenangkan. Akhirnya kami semua terlambat dan tour baru dimulai jam 9 pagi. Acara awal tour adalah city tour di kota Montreal. Montreal adalah kota terbesar kedua di Canada setelah Toronto. Kata Montreal diambil dari kata Mount Royal, yaitu bukit kembar tiga yang terletak di tengah kota, dan dalam bahasa Perancis dibaca Mont Real. Jumlah penduduk kota Montreal 1.6 juta jiwa atau 3.9 juta jiwa kalau dihitung keseluruhan termasuk kawasan sekitarnya (metropolitan). Bahasa resminya adalah bahasa Perancis dan Montreal adalah kota berbahasa Perancis terbesar kedua setelah Paris. 70 % penduduknya berbahasa Perancis dan hanya 18 % yang berbahasa Inggris. Jaman dahulu kala Montreal adalah pusat perdagangan bulu binatang terbesar di kawasan Amerika Utara dan Eropa, semenjak Jacques Cartier datang ke sini dari Perancis tahun 1535 dan merintis perdagangan. Saat ini di samping terkenal sebagai kota industri dan perdagangan, Montreal juga pernah menjadi kota penyelenggara olimpiade musim panas tahun 1976 dan rutin menjadi tempat penyelenggaraan balapan mobil kelas wahid dunia, Canadian Gran Prix of Formula One di circuit Gilles Villeneuve. Ada satu orang lagi yang berjasa bagi kota Montreal, yaitu Paul Chomedey de Maisonneuve yang merupakan pendiri kota Montreal. Sebenarnya Paul datang bukan untuk berdagang atau menguasai wilayah itu, tetapi untuk menyebarkan agama katholik. Tetapi akhirnya Paul bahkan diangkat menjadi walikota pertama Montreal. Dialah yang memerintahkan untuk membangun gereja yang mirip dengan gereja di Perancis Notre Dame. Bangunan pertama yang kami kunjungi adalah Notre-Dame de Montreal Basilica yang didirikan tahun 1635 dan merupakan gereja terbesar dan tertua di Canada. Bentuknya mirip dengan Notre Dame yang terletak di kota Paris karena memang dibangun pada jaman koloni Perancis. Di katedral inilah diva penyanyi Celline Dion melangsungkan pernikahannya tahun 1994, walau konon Celline Dion tidak lagi tinggal di Canada, tetapi menetap di Las Vegas US. Di samping Notre Dame tersebut ada juga bangunan tua yang merupakan tempat tinggal biarawan katholik. Bangunan ini juga dibangun pada abad ke 17. Bangunan yang juga menarik dan kami kunjungi adalah Montreal City Hall yang dibangun pada abad 16. Konon di balcon lantai 2 bangunan tersebut presiden Perancis Charles de Guille pernah berpidato di hadapan ribuan orang dan mengatakan bahwa Quebec harus menjadi negara merdeka dan bukan menjadi bagian dari negara manapun. Quebec memang adalah koloni Perancis yang tertua. Tepat pukul 10 pagi kami meninggalkan kota Montreal menuju ke Quebec. Perjalanan 240 km kami lalui menggunakan high way yang relatif tidak mulus dibandingkan dengan kualitas jalan di negara-negara Eropa Barat. Kami sempat mampir di rest area, biasa buat kencing, cari kopi dan membakar dupa sembayangan alias merokok. Sekilas saya amati di Canada dan US banyak mobil-mobil gandeng karavan yang berkeliaran. Mungkin enak ya jalan pakai karavan, bisa lebih santai, nyaman dan bebas mau berhenti di mana saja. Kalau di Indonesia rasanya belum pernah saya melihat mobil karavan. Mungkin gara-gara jalanan di Indo yang tidak mulus, macet dan faktor kriminalitas. Satu lagi adalah soal pelat nomor mobil. Saya amati di Canada semua mobil pelat nomornya hanya nempel di bagian belakang. Kenapa ya? Aku lom tahu jawabannya. Ntar kalau ada akses internet akan aku tanyakan ama simbahku yang paling pintar, Mbah Google. Kami tiba di Ibukota Propinsi Quebec, yaitu Quebec City tepat pada pukul 14.00. Perut udah mulai keroncongan akibat sarapan yang sangat terbatas dan buru-buru. Begitu sampai di restaurant buffet Thomas Tam yang kelihatannya cukup menarik dan sebagian pengunjung bahkan sudah mulai antri dan mengambil makanan, ternyata keluar pengumuman bahwa restaurantnya salah. Ha..... Kucluk tenan. Seharusnya khan tour leader sudah menghubungi restonya via telepon dan kalau emang belum pernah mampir ke resto tersebut sebelumnya, ya mbok memastikan dulu sebelum anggota tour pada turun. Baru setelah semuanya pasti, peserta tour dipersilahkan untuk turun. Akibat kejadian ini sontak beberapa rekan peserta tour langsung bete abis. Dia bahkan memberikan nomer telepon David Harsono sebagai presdir ATS agar kami semua bisa menyampaikan compalin langsung ke beliau. Emang udah kebangeten nih. Setelah puter-puter hampir 1 jam dan nyasar dari satu kompleks ke kompleks lainnya, baru restaurannya ketemu. Kembali lagi tanpa sepatah katapun penjelasan apalagi permintaan maaf dari tour leader "pendompleng", Elizabeth. Untung Steven sebagai tour leader utama mampu mencairkan suasana dengan permintaan maafnya yang disertai humor sesudah makan. Akhirnya tepat jam 3.00 kami baru benar-benar menyantap makanan. Buang waktu sia-sia lebih dari 1 jam. Selesai makan siang kami langsung menuju ke pusat kota Quebec. Quebec City terletak di Saint Laurence River Valley dan adalah kota nomer dua terbesar di Propinsi Quebec setelah Montreal. Jumlah penduduknya hanya sekitar 600 ribu. Kota ini menyandang predikat kota paling aman di seluruh Canada dan bahkan dilaporkan bahwa tidak pernah terjadi kasus pembunuhan dengan alasan apapun di Quebec sejak tahun 2006. Kata Quebec berasal dari kata "Kebec" yang berarti "tempat di mana sungai menyempit". Kota Quebec ditemukan oleh Samuel de Champlain tahun 1608 dan merupakan satu kota yang paling tua di Amerika Utara. Yang menarik adalah kalau Montreal dikatakan sebagai kota bilingual, maka di Quebec hampir 100 persen penduduknya berbahasa Perancis. Hanya sekitar 1.5% saja yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa ibu. Agama katholik juga mendominasi hampir 90% penduduk. Sisanya adalah protestan, yahudi dan muslim. Mungkin saat yang paling tepat mengunjungi Quebec adalah saat musim dingin karena ada atraksi yang sangat terkenal yaitu Winter Carnival, sekaligus bisa merasakan bagaimana rasanya hidup di negeri kulkas. Bangunan yang merupakan icon kota Quebec adalah Chateau Frontenac Hotel yang didirikan pada abad 16 ketika Sir Frontenac menjadi wali kota Quebec. Bangunan itu didisain oleh Bruce Price yang awalnya sengaja dibangun untuk perusahaan Canadian Pacific Railway, sebagai tempat menginap tamu-tamu kelas atas yang menjadi langganan kereta api. Hotel mewah itu terletak di samping Terrasse Dufferin, hanya beberapa langkah dari ujung tebing yang sangat curam, sehingga menyajikan pemandangan yang indah sekali ke Saint Lawrence River. Letaknya yang menjulang di ketinggian menjadi satu obyek fotografi yang sangat menarik. Di samping Chateau Frontenac adalah gereja katedral Notre Dame de Quebec, yang merupakan gereja katholik tertua di Quebec. Gerejanya sendiri tidak terlalu besar dan menurut saya ornamen-ornamennya masih kalah antik dibandingkan dengan Notre Dame yang ada di Montreal, apalagi di kota-kota Eropa. Yang menarik lainnya adalah suatu jalanan tua nan sempit yang sangat historic, yaitu Rue Petit Champlain, yaitu jalan yang dulu dilalui oleh Samuel de Champlain waktu mendarat di Quebec. Di sisi kiri dan kanan jalanan menurun curam tersebut berjajar toko-toko menjual souvenir. Beberapa cafe menjual aneka makanan juga menjadi daya tarik tersendiri dari kota tua Quebec. Setelah jalan menurun, untuk kembali ke pelataran hotel Frontenac kita tidak perlu lagi jalan naik. Cukup bayar CAD 2 kita bisa naik lift miring macam kereta Hong Kong Peak Tram dengan versi yang jauh lebih pendek dan sederhana. Sekali naik bisa berisi 20 orang, alias total dapat CAD 40. Sehari lift itu bisa bolak-balik ratusan kali. Wow enak bener tuh punya usaha seperti itu. Semua transaksi cash keras dan duit datang dengan sendirinya. Yang paling perlu dijaga adalah keselamatannya. Kalau sampai terjadi kecelakaan bisa bangkrut tuh perusahaan. Beberapa atraksi kecakapan digelar di pelataran luas di bawah patung Samuel de Champlain. Kami sempat melihat seorang artis sirkus yang memainkan 4 buah atraksi lempar tongkat sambil ngoceh, yang mengundang banyak tawa pengunjung yang mengerumuninya, dalam bahasa Perancis. Aku dewe rak mudeng blas bahasa Perancis. Cuman setelah aku dekati dan jepret dengan mode continous dari kamera Canon 1 Dx dan lensa 24 - 70 mm f2.8L yang saya pasangin lens hood, ada kata-kata dia soal "mitraliur". Mungkin saya tebak maksudnya adalah bunyi senapan mesin yang beruntun. Menjelang sore ketika langit masih biru berawan, pengunjung tambah banyak dan pemandangan semakin fantastis. Ada satu jepretan patung Samuel de Champlain yang sangat saya suka. Menyusuri jalan-jalan sempit di seputaran kota tua Quebec mengingatkanku pada sebuah kota kecil di Switzerland yang pernah kami kunjungi ketika honeymoon 2 tahun lalu. Aku lupa nama kotanya, tetapi menyajikan suatu keindahan yang mirip. Banyak artis lukis wajah maupun karikatur yang menawarkan jasanya, termasuk artis tattoo temporer baik di tangan maupun di wajah. Terus menyusuri pinggiran tebing, kami tiba di Plains of Abraham, tempat pertempuran di mana pasukan Inggris mengambil alih Quebec dari Perancis. Di dekat situ terdapat Citadelle of Quebec yaitu fasilitas militer Canada yang sudah dibangun sejak abad 17. Kami tidak sempat masuk ke area tersebut. Konon tiap hari di musim panas ada upacara pergantian penjaga yang diatur koreografinya sedemikian indah dan menjadi pusat atraksi tontotan bagi turis. Sayang keterbatasan waktu membatasi ekplorasi kami di kota tua nan indah ini. Aku yakin suasana malam hari akan jauh lebih romantis baik untuk jalan-jalan maupun nongkrong di salah satu cafe tersebut. Om Robert sudah mengingatkan kami untuk mencicipi makanan di salah satu cafe di Old Port. Sayang perut masih terasa penuh. Hanya segelas beer dan expreso duppio yang mampir ke tenggorokanku sebagai pelipur lara. Alangkah indahnya bila kami bisa bermalam di Quebec, dibandingkan harus menyusuri high way kembali ke Montreal selama lebih dari 3 jam. Perjalanan balik ke kota Montreal cukup membosankan. 3 jam lamanya kami harus terpekur di tempat duduk. Gaby n Jeanice yang duduk sebangku tertidur kelelahan dengan kepala saling berdempet. Sementara Susy dan adiknya juga sudah mangap mulutnya dengan mata tertutup bahkan sejak bus baru mulai jalan. Phillips dan bapaknya saya lihat coba tidur, tetapi hanya sebentar-sebentar aja. Mungkin gara-gara leher Bekti yang tengeng akibat salah bantal semalam. Sementara Eugenia terus nyanyi-nyanyi bersama beberapa peserta tour yang duduk di bagian belakang bus. Tumben kali ini dengkuran Om yang biasa ngorok keras tidak begitu terdengar. Sebagian penumpang lainnya juga terpekur, termasuk Ade, seorang pengusaha sukses Menado yang katanya semalam berhasil banyak mengeruk kemenangan di Casino Montreal dam baru pulang ke hotel jam 6 pagi. Tadi pas makan siang sempat cerita bahwa dia maen di VIP room yang minimal harus membawa USD 10.000 sebagai deposit. Saya jadi ingat salah seorang rekan saya Hwee yang juga pelanggan setia VIP Casino di Singapore. Dia bilang bahwa maen judi di VIP ada peluang menang sementara kalau di lantai bawah ndak bakalan bisa menang. Alasan yang dia kemukakan adalah kalau di tempat reguler lantai bawah, antar pemain saling makan-memakan sementara di VIP biasanya sesama pemain bekerja sama mengeroyok bandar, jadi punya peluang untuk menang. Filosofi ini menurut Hwee juga berlaku dalam kehidupan. Orang-orang kecil, apalagi yang berjiwa kerdil akan saling berjibaku bahkan saling membunuh untuk memperebutkan rejeki yang cuman seupil. Sedangkan orang-orang besar atau yang berjiwa besar, kalau menemukan rejeki besar selalu akan ingat rekan-rekan yang ada di jejaringnya untuk saling menikmati rejeki tersebut. Wow, dalam banget tuh filosofinya. Aku mengamini filosofi tersebut walaupun aku tidak mengerti soal judi dan tidak memiliki pengalaman berjudi. Saya sendiri tidak bisa tidur sepanjang perjalanan Quebec - Montreal. Jadi saya gunakan waktunya untuk menulis blog ini. Tujuannya adalah untuk sekedar sebagai memory atas perjalanan yang indah ini, sekaligus untuk sharing, siapa tahu ada rekan yang berminat untuk berlibur di rute yang sama atau serupa. Setelah kehabisan bahan celoteh, aku gunakan waktu buat baca HBR yang terbaru, September 2012 yang memang sudah didown load ke Ipad oleh rekan sekaligus adik idiologisku, So Yohanes Jimmy. Judulnya artikel utamanya sangat menarik "The (surprisingly) Simple Rules of Strategy". Bisa buat bahan kulakan dalam proses pengajaran, dari pada bengong atau maenan game yang ndak jelas. Sampai di Montreal jam 9.30 kami langsung makan malam. Another Chinese Food sebagai menu makan malam, tapi kali ini menunya lebih lezat. Ada sup, barbeque combo, lobsters, sapi, cumi, dan sayuran. Untuk soal makan ATS memang cukup bagus. Hampir semua menu makanannya, baik Chinese, Thai, Korean maupun Japanese foodnya bisa diterima oleh lidah rata-rata para peserta tour. Yang belum kami nikmati adalah the real American steak yang katanya akan disajikan di New York. Pilihan hotelnya juga relatif ok. Kebanyakan adalah hotel-hotel tua di pinggiran, tapi bintang 4 dan kamarnya bersih. Yang kami complain kali ini cuman tour leadernya aja. Benar-benar bolot.