Jumat, Agustus 23, 2013
Reuni Perak Batalyon Adhi Pradana
22 Agustus 2013
Reuni Perak Batalyon Adhi Pradana
Dua puluh lima tahun bukanlah waktu yang singkat dalam perjalanan karier seseorang. Bahkan boleh dikatakan inilah masa-masa di mana seseorang menapaki karier tertinggi dalam kehidupannya. Hari ini rekan-rekan Polri alumni Akpol tahun 1988 yang tergabung dalam Batalyon Adhi Pradana merayakan puncak acara reuni perak pengabdian selama 25 tahun. Acaranya sendiri sebenarnya sudah dimulai sejak semalam, yaitu diawali dengan makan malam bersama di hotel Patra Jasa Semarang. Kebetulan saya mendapatkan kehormatan untuk bisa menjadi anggota kehormatan Batalyon Adhi Pradana, maka saya hadir pada acara istimewa ini.
Dari total anggota Batalyon Adhi Pradana sebanyak 220 orang, 150 orang di antaranya hadir pada acara reuni kali ini. Sungguh satu prestasi yang luar biasa. Di kalangan sipil saja sulit sekali mengumpulkan alumni satu angkatan sebanyak itu dalam suatu acara reuni. Bahkan buat kalangan Polri sendiri, ini juga suatu persentase kehadiran yang istimewa bila dibandingkan dengan rekan-rekan seniornya yang sudah pernah merayakan reuni perak di tahun-tahun sebelumnya. Sebagian besar anggota Batalyon Adhi Pradana, yaitu lebih dari 170 orang sudah menyandang pangkat Kombes, bahkan ada 3 orang di antaranya sudah menyandang satu bintang di pundaknya dan satu orang lagi sudah menduduki job bintang satu juga. Bagi seorang prajurit, pangkat Kombes (atau kolonel di TNI) sebenarnya adalah pencapaian pangkat tertinggi. Lambangnya saja 3 melati di pundak. Melati itu tumbuh dari bumi, maka pangkat Kombes memang harus diraih dari prestasi dan perjuangan dari bawah. Sedangkan bintang (baca: Jenderal) khan turunnya dari langit. Berarti sudah berada di luar kendali kita. Di sinilah makna LUCK (keberuntungan) berperan. Tentu yang saya maksud keberuntungan adalah suatu kombinasi dari kompetensi (di dalam kontrol kita) dan kesempatan yang muncul (di luar kendali kita). Jadi para "Melati di Tapal Batas, Menanti Bintang Jatuh" ini sebenarnya memang harus banyak berdoa dan bekerja sebaik mungkin agar "Semesta Mendukung". He... Dari pengamatan saya pribadi yang sudah bergaul cukup lama dengan rekan-rekan polisi, saya yakin dalam waktu dekat akan ada beberapa lagi rekan Batalyon Adhi Pradana yang akan ketiban bintang. Semoga mereka-mereka yang terbaiklah yang segera mendapatkannya, sehingga bisa lebih memberikan warna yang lebih baik bagi Polri secara keseluruhan.
Keikut-sertaanku dalam acara reuni perak Batalyon Adhi Pradana ini sebenarnya berawal 14 tahun yang lalu, ketika aku mengambil studi lanjut di program pascasarjana Kajian Ilmu Kepolisian. Saat itu 12 dari 30 mahasiswa program KIK tersebut adalah anggota Batalyon Adhi Pradana. Semuanya rekan AP saat itu masih berpangkat Kapten. Kami sering bergurau dengan saling menyebut "kutu kupret" untuk melambangkan bahwa mereka memang masih kelas "kutu kupret" alias bukan siapa-siapa. Saya masih ingat ketika kami sama-sama merayakan kenaikan pangkat mereka menjadi Mayor di tahun 1999. Masih terbayang betapa bangganya mereka menyandang sebuah melati di pundaknya sebagai simbol dari Perwira Menengah. Bahkan sampai saat ini saya masih sering memanggil mereka dengan pangkat MAYOR. Dari situlah saya jadi sering mengikuti kegiatan-kegiatan Batalyon Adhi Pradana dan akhirnya secara resmi diakui sebagai anggota kehormatan Batalyon Adhi Pradana. Terima kasih rekan-rekan atas penghargaan yang diberikan kepada saya.
Acara reuni pagi ini diawali dengan penyambutan resmi peserta reuni perak Batalyon Adhi Pradana oleh Gubernur Akpol di Lapangan Bhayangkara Akpol. Semua rekan-rekan mengenakan baju PDH Polri lengkap dengan baret Sabharanya. Saya sendiri sebagai anggota kehormatan mengenakan jas lengkap dengan baret Sabhara. Waktu difoto tampak keren juga ya kalau saya pakai baret. He... Sesudah penyambutan dilanjutkan dengan menyaksikan parade dan permainan drumband taruna Akpol tingkat dua. Wow, mereka benar-benar profesional dalam memainkan drum tersebut. Beberapa rekan cerita bahwa Batalyon Adhi Pradana adalah satu-satunya Batalyon yang tidak memiliki tim drumband akibat perubahan sistem di pendidikan Akpol di tahun 1988 dari 4 tahun pendidikan menjadi 3+1 tahun pendidikan dan pasis. Perubahan sistem itulah yang juga membuat adanya 2 Batalyon di tahun 1988, yaitu yang masuk tahun 1984 dan lulus 1988, batalyon AW, dan yang masuk tahun 1985 dan lulus juga tahun 1988, batalyon Adhi Pradana. Kedua batalyon ini dilantik bersama oleh Presiden Soeharto.
Kembali ke soal pertunjukan drumband taruna-taruni, gerakan-gerakan mereka sangat gesit dan trengginas. Beberapa atriksi khayang sambil mukul drumb, bas yang diputar-putar sampai mayoret yang melempar-lempat stick komando diperagakan dengan sangat baik. Kalau ada pertandingan drumband, saya yakin tim Akpol dan Akmil akan menjadi yang terbaik. Di swasta sulit sekali menciptakan kedisiplinan dan punya waktu sebanyak itu untuk latihan.
Acara dilanjutkan dengan seremoni serah terima Aula Adhi Pradana yang sudah direnovasi oleh rekan-rekan Batalyon Adhi Pradana. Di samping kiri dan kanan Aula nan megah itu berdiri masing-masing 8 buah pohon palem yang melambangkan angka 88. Acara pelepasan burung juga mewarnai seremoni ini yang melambangkan anggota Batalyon Adhi Pradana yang sudah melanglang buana bumi nusantara dalam berkarya. Selanjutnya kami memasuki beberapa ruangan tempat rekan-rekan dulu kuliah. Semuanya duduk berbanjar mencoba menirukan gaya-gaya taruna mereka 28 tahun yang lalu. Lucu sekali karena beberapa kursi kuliah sudah ndak muat mereka duduki. Tetapi akibat dipaksa maka kursinya tetap menempel di bokong ketika mereka berdiri. Ha.....
Acara selanjutnya adalah seremoni upacara di lapangan di mana masing-masing rekan dibagi menjadi 5 kompi tempat asal mereka dahulu. Acara diawali dengan laporan dari masing-masing kumandan kompi kepada mantan kumandan batalyon Adhi Pradana. Sang Kumendan Batalyon kelihatannya sudah purna tugas dengan pangkat terakhir Kolonel Polisi, sementara 2 dari 5 Kumendan kompi yang lapor adalah seorang Brigadir Jenderal. Karena ini hanya seremoni, maka laporannya lucu-lucu. Salah satu yang saya ingat adalah laporan dari kompi 2 dimana komendan kompi melaporkan, "Lapor, kompi dua jumlah 27 hadir 23, 2 nyuci piring dan 2 sakit, siap mengikuti upacara." Lalu diperagakan bagaimana seorang kumandan batalyon dulu menggampar salah satu anggota kompi satu, rekan Kombes Rio, sampai berputar seperti gasing. Celotehan-celotehan lucu dari mantan Kumendan Batalyon yang memanggil tarunanya dengan sebutan "Hai Monyet" juga lucu-lucu. Semua saat ini tertawa, tapi saya yakin "sang monyet" 28 tahun yang lalu pasti tergopoh-gopoh bahkan mungkin terkencing-kencing di"sapa" sang DanYon. Ha.....
Upacara dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Mars Batalyon Adhi Pradana dan foto bersama. Sesaat sebelum bubar, kebetulan ada mayor taruna beneran (taruna Akpol tingkat 3) yang lagi upacara siang menjelang makan siang. Beberapa rekan iseng ngerjain sang taruna-taruni itu dan menyuruh mereka untuk berguling-guling di tengah lapangan upacara yang panasnya audubilah. Tanpa berani membantah sepatahpun mereka berguling seperti bola. Beberapa yang sedang jalan disetop dan ditanya siapa nama bapaknya sambil ngomong "nah sekarang saatnya balas dendam". Yang ditanya hanya bungkam dan paling teriak "siap, siap dan siap". He... satu sisi pembentukan budaya disiplin dan kepatuhan organisasi yang tidak pernah saya alami dalam sepanjang karier saya.
Sesudah selingan keisengan beberapa rekan, acara dilanjutkan dengan makan siang bersama taruna-taruni tingkat tiga. Kebetulan saya satu meja dengan Kombes Eky Heri, Kombes Jan de Fretes, Kombes Ari (Mayor Lemu), 4 orang taruna dan seorang taruni. Format tempat duduknya memang diset demikian. Begitu sampai meja makan aku langsung nengguk minuman yang tersedia. Maklum haus sesudah panas-panasan di lapangan. Tapi aku lihat kiri dan kanan ternyata ndak ada yang nyentuh makanan atau minuman. Oooo ternyata aturannya adalah makan bersama dan selesai bersama. Aku cuman nyengir kuda. Kombes Jan de Fretes cerita bahwa ketika menjadi taruna junior dulu, acara makan adalah acara yang paling menyiksa, di mana dia dan rekan-rekan lainnya pasti dikerjain oleh para seniornya. Perintah menyantap kulit pisang dan kulit jeruk bahkan menjadi menu wajib kalau diperintah senior. Ndak ada kata menolak. Para taruna dan taruni yang makan bersama kami siang itu duduk dengan sikap sempurna. Tidak bergiming, tidak bersuara, tidak tersenyum sama sekali. Hanya berkata bila ditanya, itupun jawaban pendek-pendek khas militer. Sesudah beberapa sambutan, dan laporan yang diikuti tiupan terompet, baru acara makan dimulai. Yang menarik adalah cara para taruna dan taruni makan. Setelah mohon ijin dari senior, mereka mengambil menu makanan di meja satu persatu bergiliran secara tertib. Setelah menu terbagi adil dan habis, baru mereka minta ijin untuk makan. Makannya bersamaan dan tidak ada satupun yang mendahului. Jadi jatah makanan terbagi adil dan tidak ada yang mendapatkan lebih. Selesai makanpun berbarengan dengan aba-aba meletakkan sendok dan garpu. Lalu minta ijin lagi berhenti makan. Wow.... satu pengalaman yang belum pernah saya saksikan sepanjang hidup saya. Saya pikir siang ini saya makan dengan 5 orang robot tanpa ekspresi sama sekali. Tapi begitu kami meninggalkan meja untuk keluar dari ruang makan, saya amati mereka mulai bisa ngobrol dan bercanda ceria. Ternyata mereka bukan robot. He....
Sebelum naik ke bus untuk menuju ke tempat acara "Rembug Adhi Pradana" kami kebetulan melihat taruna-taruni Akpol tingkat satu yang sedang latihan. Mereka membawa ransel, tas cangklong, dan senjata panggul dan diminta berlarian mengelilingi lapangan. Lalu berjalan jongkok menanjak sejauh hampir 300 m. Beberapa diantaranya sampai ngesot-ngesot ndak kuat lagi jongkok dengan beban sebegitu berat. Tetapi mereka tetap tabah dan pantang menyerah. Yang terkapar pun bangkit lagi karena akibatnya bakalan lebih parah kalau menyerah. Sementara para senior dan pelatih berteriak-teriak di samping barisan. Mirip petani menggiring itik menuju sawah. Dengan seragam warna tanah dan topi baja, mereka ngengsot sampe elek. Begitulah kehidupan di dunia Akademi Kepolisian. Di sinilah dibina calon-calon perwira polisi di masa yang akan datang. Saya yakin, jaman dulu ketika Polri masih bagian dari ABRI maka tempaannya lebih berat lagi. Tapi tentu saja bukan cuman fisik yang dibentuk, tetapi juga mental dan intelektual. Yang tidak kalah penting adalah pendidikan mengenai HAM yang memang sudah dimasukkan kedalam kurikulum Akpol. Dengan pola pembinaan, pelatihan dan pengajaran yang baru, diharapkan Para perwira Polri yang dihasilkan akan jauh lebih baik dan bermartabat.
Acara malam hari ditutup dengan makan malam bersama di Akpol. Dalam acara itu diputar ulang perjalanan kilas balik rekan-rekan Adhi Pradana ketika mereka mulai masuk ke Akmil tahun 1985. Walaupun saya tidak ikut mengalami kejadian tersebut, tetapi tetap bisa ikut tertawa menyaksikan kisah-kisah lucu ketika rekan-rekan masih pada kurus dan elek. Tempaan fisik yang begitu hebat tergambarkan secara jelas dan gamblang dalam video kilas balik tersebut. Sebuah pengakuan dari rekan yunior lulusan 1989 dari Batalyon Dharana Lakstarya, mengatakan bahwa hanya dengan satu jari telunjuk yang diputar-putar, seorang tokoh keren mas Riper (Kombes Rio Permana) dan mas Argat (Kombes s Ario Gatut) bisa membuat seluruh anggota Batalyon Dharana Lakstarya berguling-guling dan berputar. Ha..... kelihatannya mas Riper dan mas Argat dalah maskot yang paling menakutkan bagi para junior saat itu. Yah itulah bagian dari kehidupan rekan-rekan sebagai ex taruna Akpol.
Saya terkesan dengan sambutan Jenderal Polisi (Purn) Dai Bahtiar, mantan Kapolri dan Dubes Indonesia di Malaysia. Dengan lugas dan gamblang beliau menyampaikan bahwa semenjak keluar dari struktur Polri, mata beliau sebagai purnawirawan semakin tajam menyoroti kinerja Polri saat ini, telinganya semakin peka terhadap semua kritikan yang dulu hampir tidak terlihat dan terdengar. Beliau mengungkapkan contoh ketika mewawancarai masyarakat perbatasan Indonesia - Malaysia di Kalimantan Utara. Betapa sekarang masyarakat merasakan perhatian pemerintah sudah semakin jauh dari harapan. Maka beliau berpesan bahwa reformasi ini belum selesai. Beliau menitipkan kepada para perwira Batalyon Adhi Pradana yang sebentar lagi akan menduduki pucuk-pucuk pimpinan di Polri, agar jangan sampai mengabaikan saudara-saudara kita di luar pusat kekuasaan di pulau Jawa. Beliau juga menitipkan agar rekan-rekan Batalyon Adhi Pradana mampu menjaga 2 pilar penyangga keutuhan NKRI, yaitu Polri dan TNI agar tetap solid. Suatu pesan moral yang sangat dalam arti dan maknanya.
Sesudah dendang lagu terakhir dari Yuni Shara, acara puncak reuni perak Batalyon Adhi Pradana di Akpol Semarang ditutup. Rekan-rekan besok masih akan melanjutkan reuni gabungan Werving 1985 dengan rekan-rekan TNI di Magelang. Saya sendiri memilih untuk tidak mengikuti acara yang lintas angkatan, karena ndak enak dengan rekan-rekan TNI.
Akhirnya malam ini kutulis pengalaman yang sangat indah dan mengesankan ini dengan satu harapan agar rekan-rekan Batalyon Adhi Pradana semakin sukses menapaki puncak karier sebagai anggota Polri yang rata-rata masa dinasnya tinggal 10-12 tahun lagi. Jangan sampai ada yang terpeleset di puncak karier rekan-rekan. Di tangan rekan-rekanlah sebentar lagi merah dan putihnya republik ini akan ditentukan. Di tangan rekan-rekanlah sebentar lagi citra Polri akan dipertaruhkan. Semoga semakin banyak bintang bersinar dari rekan-rekan Batalyon Adhi Pradana. Semoga Polri menjadi semakin berwibawa dan dicintai di bawah pimpinan rekan-rekan Batalyon Adhi Pradana. Salam Adhi Pradana. Loyal Everywhere.
Dr. Harris Turino
Anggota Kehormatan Batalyon Adhi Pradana