Rabu, Agustus 14, 2013
Day 6 - Budapest
12 Agustus 2013
Day 6 - Budapest
Pagi ini kami memulai tour di kota Budapest. Sejauh pengalaman saya, kota Budapest adalah kota paling indah dan romantis yang pernah saya kunjungi. Budapest sendiri adalah gabungan antara kota Buda di bagian barat yang agak berbukit dan kota Pest di bagian timur yang relatif rata. Kedua kota ini dipisahkan oleh sungai Danube yang lebarnya di daerah tersempit mencapai 213 m. Sungai Danube adalah sungai terpenting yang membelah kawasan Eropa Tengah dan melintasi 17 negara di kawasan Eropa, di antaranya Ceko, Slovakia, Austria, German, Rumania. Panjangnya lebih dari 2000 km dan 300 km di antaranya ada di Hongaria. Ada 8 jembatan yang menghubungkan kedua kota ini dan yang paling terkenal dan tertua adalah Jembatan Rantai (Chain Bridge). Jembatan ini dibangun pada tahun 1842. Sebelum ada jembatan ini penduduk menggunakan jembatan ponton (jembatan apung). Jembatan ponton ini hanya bisa dipakai bila arus sungai Danube tenang. Sementara di musim dingin sebagian sungai Danube membeku sehingga akses hubungan kedua kota mudah dilakukan melalui sungai yang membeku.
Penduduk kota Budapest berjumlah 2 juta orang dari total 10 juta penduduk Hungaria. Penduduk aslinya adalah bangsa Magyar. Penduduk asal Hungaria sebenarnya berasal dari Siberia, yaitu bangsa Mongol, yang datang ke Hungaria pada abad ke 7. Kerajaan Hungaria sendiri berdiri pada akhir abad ke 10. Awalnya bangsa Hungaria menganut agama Pagant dan baru pada masa pemerintahan Raja Stephen, Hungaria menjadi negara Katolik dan sejak itulah kemajuan Hungaria sangat pesat dan bahkan pernah menjadi salah satu kerajaan yang cukup besar di Eropa sebelum ditaklukkan oleh invasi pasukan muslim Ottoman dari Turki. Turki sempat menguasai Hungaria selama 140 tahun, sebelum kekuasaan beralih ke kerajaan Austria.
Orang yang paling berjasa dalam pengembangan agama Katolik di Hungaria adalah seorang biarawan yang bernama Gallert. Dialah yang memperkenalkan agama katolik kepada rakyat Hungaria. Sejak meninggalnya Raja Stephen, posisi Gallert semakin terpojok dan akhirnya dia dibunuh oleh penguasa berikutnya dengan cara dimasukkan ke dalam tong yang diberik paku-paku dan digelundungkan dari bukit menuju ke Danube River. Maka di atas bukit tersebut kini dibangun Menara Perdamaian, yang melambangkan perdamaian antara kerajaan Hungaria dengan pusat kekuasaan katolik di Roma. Bahkan Raja Hungaria diberi otoritas oleh kepausan di Roma untuk mengangkat Kardinal dan Uskup Agung sendiri sebagai perwakilan Vatican di Hungaria. Di lapangan Hero Square berdiri patung besar Malaikat Gabriel yang tangannya satu membawa mahkota kerajaan Hungaria dan satunya membawa salib yang melambangkan restu kepausan di Roma terhadap kekuasaan Raja di Hungaria. Di monumen ini juga terdapat 7 patung bangsa Mongolia yang melambangkan 7 suku bangsa Mongolia yang pertama kali datang ke Hungaria.
Di samping bangsa Hungaria bangsa Yahudi pernah memiliki populasi yang dominan di Budapest, sampai-sampai Budapest dijuluki sebagai Jewish of Mecca atau Judapest. Tetapi populasinya menurun drastis akibat pembantaian bangsa Yahudi oleh German sebelum perang dunia kedua berakhir. Sesudah perang dunia, Hungaria adalah negara komunis di bawah pengaruh Uni Soviet dan baru menjadi negara yang merdeka setelah runtuhnya Uni Soviet dan menjadi Republik Hungaria.
Obyek wisata yang pertama kali kami kunjungi pagi ini adalah Matthias Church yang terletak di Castle Hill. Ini adalah sebuah bangunan gereja kuno yang bergaya neo Gothic dan didirikan pada abad ke 14. Dari situ kami menuju ke Monument King Stephen yang digambarkan menunggang kuda. Di sekitar monumen Steven terdapat 7 tower yang melambangkan 7 suku Mongol yang pertama kali menemukan Hungaria.
Pemandangan di sekitar Cassle District ini luar biasa indah, khususnya di Fisherman Bastion, yang dulunya adalah tempat nelayan Hungaria berkumpul untuk saling memperdagangkan hasil tangkapan ikannya di sungai Danube. Daerah ini sekaligus digunakan sebagai benteng pertahanan. Dari Fisherman Bastian tampak jelas Parliament Building yang merupakan gedung parlemen ketiga terbesar di Eropa dan dihubungkan oleh Jembatan Margaret dengan kawasan Castle District. Di gedung parlemen itulah disimpan mahkota raja Hungaria. Di Hungaria, mahkota lambang kekuasaan raja jaman dahulu cuman satu dan bukan berganti-ganti seperti raja-raja pada wilayah Eropa lain pada umumnya. Sayang kita tidak diizinkan masuk ke Gedung Parlemen dan mengabadikannya pun agak kesulitan karena jaraknya cukup jauh menyeberangi sungai dan cuaca sangat panas. Apalagi saya ndak bawa lens tele.
Selesai dari Castle District di kawasan Buda, kami berjalan menuju ke Hero Square untuk foto bersama. Cuaca sama sekali tidak mendukung karena di tengah teriknya mentari tepat jam 12 siang dan suhu udara sekitar 34 derajad celcius. Ndak banyak obyek fotografi yang bisa dijepret dalam suasana seperti itu.
Dalam perjalanan menuju Hero Square, kami melewati jalanan yang punya nilai sejarah tinggi, yaitu Jalan Joseph Attila. Pada jaman sesudah perang dunia kedua, jalanan nan cantik dan rindang ini banyak digunakan oleh penduduk Budapest untuk melepaskan stressnya akibat tekanan perang. Maka setiap akhir pekan banyak warga Budapest duduk-duduk di sepanjang jalan tersebut dan mengenakan pakaian yang bagus-bagus, karena pada kesempatan itulah para muda-mudi akan saling berkenalan dan para orang tua mencari jodoh buat anaknya. Wow berarti mirip jalan Sudirman - Thamrin kalau pas car free day di weekend donk. Cuman bedanya di Jakarta bukan ajang cari jodoh dan mantu seperti jaman baheula. Cukup tempat buat ngowes sambil mejeng. Siapa tahu ada yang nyantol. He...
Jalanan lain yang terkenal dan bersejarah yang kami lewati adalah Andrasi Avenue. Di jalanan ini sekarang tempat bercokolnya butik-butik ternama dunia. Mirip dengan Champ Ellise di Paris lah. Pada waktu peresmian jalan ini, para petinggi German yang menjajah Hungaria pada tahun 1896 diundang hadir. Mereka sangat terkesan dengan jalanan ini dan menginspirasi mereka membangun jalan sejenis di Berlin yang bernama Utterden Linden.
Obyek wisata yang terakhir kami kunjungi siang ini adalah Basilica St. Stephen. Ini adalah gereja terpenting di Hungaria karena semua raja-raja jaman dahulu dan bahkan presiden dan perdana menteri diambil sumpahnya di gereja ini. Gereja ini dibangun pada tahun 1838 atas prakarsa rakyat sesudah rakyat Hungaria merasa terselamatkan oleh banjir besar yang meluluh lantakkan kota Budapest. Sayang pembangunannya memakan waktu lama sekali dan baru selesai tahun 1896, yaitu pada saat peringatan 1000 tahun berdirinya kerajaan Hungaria. Ada 3 orang arsitek yang merancang bangunan itu. Arsitek pertama meninggal dunia sebelum menyelesaikan bangunannya, demikian pula arsitek kedua. Maka bangunan itu terdiri dari campuran tiga gaya yang berbeda. Tinggi kubahnya 96 m yang melambangkan tahun berdirinya kerajaan Hungaria. Yang menarik adalah adanya patung raja Steven di altar utama gereja. Ini jelas menyalahi pakem gereja katolik di mana di altar utama biasanya hanya ada patung Yesus dan Bunda Maria. Di sebelah kiri gereja juga terdapat sisa bongkahan tangan kanan Raja Steven yang diawetkan di singgasana kecil berlapis kaca. Mbuh kenapa alasannya hanya tangannya yang diawetkan.
City tour berakhir jam 13.30 dan dilanjutkan dengan makan siang masing-masing dan acara bebas. Acara bebas adalah istilah lain dari shopping time. Seperti biasa, perempuan tampak antusias berburu apa yang menurut mereka layak "dibeli", mulai dari sepatu sampai beha. Mungkin inilah bedanya Indonesian tour operator dengan yang kelas internasional. Kalau pakai Indonesian tour operator emang akan banyak waktu bebas alias shopping, karena pasarnya memang seperti itu. Beberapa kali ikutan tour dan rasanya emang prioritas para tamu adalah shopping. Padahal barang-barang yang dibeli ya bikinan Indonesia, China, Vietnam dan Bangladesh.
Ada satu obyek yang tidak sempat kami kunjungi kali ini, yaitu sub way station. Saya masih ingat bahwa sub way stationnya di Budapest bentuknya masih orisinal, kuno dan penuh ornamen. Ini mirip dengan sub way station di Moscow. Budapest juga merupakan negara kedua di dunia yang memiliki sistem transportasi sub way setelah London. Subway station di Budapest ini juga termasuk dalam warisan budaya dunia yang harus dipelihara. Dan Hungaria seperti Ceko adalah negara yang memiliki paling banyak cagar budaya yang dilindungi.
Malam harinya sesudah makan malam kami mengikuti acara tour tambahan Danube River Cruise, yaitu menyusuri sungai Danube dan melihat pemandangan sepanjang bantaran sungai Danube. Kapalnya sendiri sebenarnya cukup besar dan bisa muat lebih dari 100 orang, tetapi kali ini hanya dipakai group kami sendiri. Pemandangan sepanjang sungai Danube di malam hari cukup bagus, tetapi emang permainan lighting di gedung-gedungnya jauh dibandingkan di Eropa Barat. Kalau di Paris menyusuri sungai kita bisa melihat laser show dan lampu warna-warni yang jauh lebih gemerlapan. Di atas cruise kami ngobrol ringan sambil menenggak wine lokal Hungaria yang rasanya lebih manis. Tepat pukul 23.30 kami sampai kembali di hotel.
Oya ada satu hal yang menarik tentang Hungaria yang belum diungkapkan. Walaupun secara politis Hungaria sudah menjadi bagian dari Uni Eropa, tetapi mata uang yang digunakan masih mata uang lokal, yaitu Forint. Visa masuk Hungaria pun sudah termasuk dalam visa Schengen. Nilai tukarnya EUR 1 setara dengan Forint 282, atau kalau dirupiahkan Forint 1 setara dengan kira-kira Rp. 45 rupiah. Harga barang-barang branded di Budapest relatif lebih mahal dibandingkan dengan di Paris, tetapi barang-barang local brand relatif lebih murah. Tentu saja ini hanya pengamatan saya secara sepintas yang perlu di cek lagi kebenarannya.