Kamis, Agustus 23, 2012

Day 5

Day 5 - August 21, 2012 Memasuki hari kelima tour badan sudah terasa lebih nyaman karena biological clock saya sudah mulai beradaptasi dengan zona waktu Amrik. Ini tentu berkat bantuan melatonin tablet yang tiap malam saya minum untuk membantu mengurangi dampak dari jetlag. Eugenia juga sudah 2 hari ini saya beri melatonin karena dia kelihatannya cukup parah jetlagnya. Kalau malam ndak bisa tidur dengan nyenyak. Saya kawatir dia jatuh sakit. Bisa berabe donk kalau sakit diperjalanan yang masih panjang ini. Satu hal yang belum saya dapatkan adalah kartu telepon lokal Amrik. Sudah coba ke beberapa supermarket seperti K-mart, Wall-mart dan Target-mart, tapi mereka ndak jual kartu perdana. Yang mereka jual hanya pulsa refillnya saja. Akibatnya akses terhadap internet sangat terbatas. Saya cuman bisa on line kalau ada wifi dan ternyata di Amrikpun ndak semua tempat ada fasilitas wifi gratis. Hari ini diawali dengan rutin ATS 6-7-8, yang artinya morning call jam 6, breakfast jam 7 dan start jam 8. Sampai hari kelima ini, atau tepatnya hari kedua tour bersama, semuanya masih on time. Ndak ada yang tertinggal atau telat. Hari ini kami menempuh perjalanan dengan bis cukup jauh, dari Washington DC ke Niagara. Sesi pertama perjalanan adalah menuju ke Herseys Chocolate Factory yang berjarak 2.5 jam dari DC. Sepangjang perjalanan lewat highway yang kali ini hanya 2 -3 lajur, dibandingkan dengan dari NY ke DC yang 4 - 6 lajur, saya ndak tidur. Tapi ada satu rekan tour yang begitu masuk bus bisa langsung ngorok. Dan anehnya sepanjang perjalanan ngorok terus. Aku jadi inget bapakku yang juga punya kebiasaan serupa. Pinginnya jalan-jalan, tapi begitu masuk mobil langsung molor. He.... Menjelang Hersey si pengemudi bus, Mr. Young yang berasal dari daratan China, tiba-tiba melambatkan laju kendaraannya. Ternyata ada seorang polisi pakai moge dengan seragam biru yang mengejar pakai motor. Kami semua tersentak, wah bakalan ditilang karena speeding nih. Ternyata si Mr. Pritt hanya melambaikan tangan saja sambil menunjuk rambu batas kecepatan yang terbaca jelas 55 mph. Saat itu kami melaju dengan kecepatan 75 mph. Dalam hati sih saya pengin disetop karena pengin tahu bagaimana proses penilangan di Amrik. Apakah beda dengan "salam damai" yang sering terjadi di Indonesia. Oya jalanan baik highway (tol antar kota) maupun freeway (tol dalam kota) saya amati semuanya gratis. Mungkin karena pemiliknya adalah pemerintah yang membangun menggunakan duit pajak. Beda dengan di Indonesia yang melibatkan swasta untuk pembangunan. Kalau dari sisi kualitas kemulusan, buat saya tol jagorawi jelas lebih mulus dari jalan tol di sini, karena di sini mereka ndak pakai aspal tapi pakai beton. Jalan-jalan di Europe juga jauh lebih mulus. Tapi emang jalanannya lebar-lebar. Waktu membangun pemerintah Amrik benar-benar memikirkan perhitungan kapasitas 10 - 20 tahun mendatang. Beda dengan Indonesia. Jalan tol hanya maksimal 3 lajur dan akibatnya dalam 10 tahun udah jadi lahan parkir raksasa akibat kemacetan. Soal infrastruktur jalan, Chairman Mao dari RRC berkata bahwa kalau negara mau maju maka harus membangun jalanan sebanyak-banyaknya. Amrik sudah melakukannya bahkan di tahun 1900an dengan pembangunan jalur jalan kereta api yang terkenal dengan nama Pacific Railway. Pembangunan jalur KA ini punya kontribusi yang luar biasa terhadap kemajuan perdagangan Amrik. Waktu pembangunan Pacific Railway itu banyak daerah atau negara bagian yang berseteru, bahkan berperang, memaksakan agar jalur KA tersebut memasuki negara bagiannya. Akibatnya jalur Pacific Railway emang jadi berkelok. Ini jelas kontradiksi sekali dengan kondisi di Indonesia. Yang jadi menu sehari-hari adalah sekelompok masyarakat desa atau daerah tertentu yang rame-rame menolak lahannya digunakan untuk pembebasan tanah pembuatan jalur jalan tol. Alasannya macam-macam, tetapi yang paling dominan adalah karena adanya "makam leluhur" yang perlu dihormati dan tidak boleh diganggu gugat. Masya Allah. Memang Ironis, tapi itulah faktanya. Pantesan Indonesia susah untuk maju pesat karena keterbatasan infrastruktur pendukung sebagai negara maju. Kami berhenti di Herseys Chocolate World menjelang makan siang. Acara diawali dengan Hearseys Chocolate Tour mengendarai kereta, seperti di Istana Boneka Ancol, cuman kali ini yang dilihat adalah proses pembuatan coklat, mulai dari bahan baku coklat, penimbangan mixing, blending, sampai ke final packaging. Buat anak-anak ini satu pemahaman yang menarik. Menurut saya ini hebat karena mampu merubah konsep orang dari sekedar beli coklat ke satu "experience" yang mengasyikkan. Ndak heran sesudah selesai tour banyak orang yang menjinjing kantong plastik berisi coklat dan pernak-pernik lainnya. Aku sendiri hanya beli kaos dan topi yang lucu. Sambil menunggu rombongan tour yang lain untuk melanjutkan perjalanan ke boarder Canada di Niagara City sama menyeruput rokok sambil melihat tingkah polah beberapa orang US yang lalu lalang. Saya perhatikan secara rerata penduduk US menagalami masalah besar dengan obesitas. Banyak laki maupun perempuan yang ukuran tubuhnya "raksasa", bahkan beberapa di antaranya mengalami kesulitan dalam bergerak. Waktu di downtown Disneylang LA saya lihat banyak orang-orang "raksasa" ini yang pada naek vespa, semacam scooter kecil yang digerakkan oleh tenaga baterei. Dijamin mereka sudah ndak kuat jalan. Ini berbeda total dengan rerata masyarakat Vietnam. Di vietnam hampir ndak pernah aku lihat orang gemuk. Semuanya kurus-kurus. Kalau saya perhatikan ukuran makanan orang Amrik, ukuran gelas coca-colanya emang ukurannya cocok untuk orang-orang "raksasa". Maka dari itu mobil-mobil dengan cc besar laku dan mobil city car seperti Yaris jarang terlihat di jalanan. Ironisnya adalah rumah-rumah mereka yang aku lihat di pedesaan sepanjang jalan dari Herseys ke perbatasan Canada kecil-kecil. Kok bisa ya. Selesai makan kami melanjutkan perjalanan menuju ke Buffalo, yaitu perbatasan US - Canada. Sepanjang perjalanan yang memakan waktu 6 jam dan membosankan ini saya melihat pedesaan Amrik yang asri. Rumahnya relatif kecil untuk orang ukuran "raksasa" tapi halamannya luas. Saya jadi bisa membayangkan apa yang dulu dimaksudkan oleh rekan FTJENET sekaligus mantan Dekan FTJE, Dr. Ferryanto yang mengatakan bahwa halaman rumahnya luas sekali. Amrik emang lapang dan luas sekali. Tepat jam 8 malam kami sampai di rumah makan Wester Steak Buffet. Rumah makannya penuh sesak dan sekali lagi saya melihat porsi makanan orang-orang Amrik yang emang gedhe. Selesai makan kami langsung menuju ke border. Pertama kami melewati imigrasi Amrik. Ndak ada check point sama sekali. Hanya ada palang dan bisnya berhenti 30 detik, lalu jalan lagi. Kami melewati Rainbow Bridge di mana di sebelah kiri kami adalah Niagara Fall. Dalam keremangan malam cuman tampak samar-samar air yang terjun. Ndak menarik sama sekali karena emang ndak kelihatan. He... Semoga besok bisa lihat dari dekat bahkan dari kapal "Maid of the Mist" dan konon pemandangannya sangat-sangat fantastis. Antrian kendaraan pribadi dan bus pariwisata cukup panjang ketika kami melalui imigrasi Canada. Sebelumnya tour leader kami sudah berpesan macam-macam dan terkesan menakut-nakuti tentang proses imigrasi memasukki Canada. Saya sendiri yang sudah beberapa kali pernah memasukki negara-negara aneh seperti Sudan, Yaman dan Pakistan, sih yakin bahwa ndak bakalan ada masalah berarti. Apalagi ini rombongan tour yang jelas. Ternyata dugaanku benar. Proses imigrasinya berjalan lancar-car tanpa ada hambatan sama sekali. Hanya antriannya yang emang panjang. Di depan gedung imigrasi terlihat Planet Holiwood dan casino. Beberapa rekan sesama tour sudah merencanakan untuk mengadu nasib di casino malam ini. Kami sendiri sekeluarga sih cuman pengin cepet-cepet sampai ke hotel. Setelah menempuh perjalanan dengan bus selama 14 jam sejak jam 8 pagi, boyok tua terasa pegel. Pengin cepet rebahan dan diinjak-injak ama Gaby n Eugenia. Ini adalah kali pertama bagiku memasuki negeri kulkas, Canada. Suhu udara yang relatif lebih sejuk di akhir musim panas ini menyambut kedatangan kami. Dari indikator suhu di bus menunjukkan suhu 72 derajad fahrenheit, hampir 6 derajad lebih dingin dibandingkan Washington DC tadi pagi. Di perempatan dekat imigrasi, tepat di bawah trafic light kami menyaksikan sepasang remaja saling berpangut bibir. Wow, asyiknya. Mungkin inilah satu simbul romantisme Canada. Setibanya di hotel Radisson, ketidakpuasan para peserta tour kembali terkuak. Tanpa ada penjelasan sama sekali, baik oleh tour leader utama, maupun tour leader "pendompleng", ternyata group tour dipisah tinggalnya. Sebagian tinggal di Radisson, termasuk rombongan saya, sebagian tinggal di Hilton. Saya sebut tour leader "pendompleng" karena emang sama sekali tidak berperan, incompetence, hampir ndak pernah berkata-kata apapun, bahkan ignorance. Saya heran perusahaan tour operator sebesar ATS bisa memilih dia sebagai TL. Menurut komplain beberapa rekan peserta tour, dia baru 2 kali bawa tour. Lah wong ngatur pembagian kamar aja ndak becus sama sekali. Beberapa keluarga yang membawa anak kecil dapat kamar yang terpisah lantainya. Waktu ditegur, malahan menyalahkan pihak hotel. Dasar bolot, wong tinggal saling ditukar aja antar peserta tour khan beres. Kalau dalam pandangan saya emang karakternya sama sekali ndak cocok sebagai TL. Kalau profesi itu dilanjutkan lama-lama baik dia, para peserta tour maupun perusahaan bahkan akan dirugikan. Rencana mau leyeh-leyeh setibanya di hotel langsung berantakan gara-gara bini dan anak-anak pengin melihat Niagara Falls di waktu malam. Maka dengan menenteng kamera serta tripod yang memang sudah saya persiapkan dari Jakarta, kami berjalan berombongan ke belakang Niagara Casino. Di tengah keremangan tengah malam, ketika rekan-rekan yang bawa kamera lain pada klunting, 1Dx menunjukkan keunggulannya. Thanks to koh Budianto Iskandar. Tepat jam 12 tengah malam lampu Niagara Falls dipadamkan. Kami kembali ke hotel.