Golf itu emang aneh. Kadang dengan mudah kita bisa mencetak score bagus, sementara di hari lainnya ancur-ancuran mirip "family seratus". Rasanya dari beberapa jenis olah raga yang pernah saya ikuti, yaitu bulu tangkis, basket, renang dan tenis meja, ndak ada yang hasilnya sefluktuatif golf. Mungkin benar seperti yang dikatakan rekan golf saya, Mas Onggo, bahwa "golf is a mental game". Kalau lagi banyak pikiran ya banyak pukulan. Sedangkan kalau lagi relax, rasanya gampang sekali mencetak par dan bahkan bisa dapat bonus beberapa birdie.
Nah sekarang kembali ke soal nonton PGA Tour, sebenarnya agak malas juga sih nyetir sendirian ke kota Norton yang jaraknya lumayan jauh dari kota Boston. Tapi kebetulan aku nganggur hari ini dan sudah ada di Boston, ya kapan lagi dapat kesempatan seperti ini. Jadi aku tekad-in aja deh. Nonton PGA Tour ternyata tidak murah. Untuk kelas Ground harga tiketnya USD 60 per hari, sedangkan kelas Championship Club Lounge USD 92, Golf Lover Lounge USD 185 dan kelas Wedgewood Club USD 252. Karena belum "kenal lapangan" saya pilih kelas Championship Club, yaitu berhak masuk ke Championship Club Lounge yang terletak di fairway hole 17. Ternyata masuk lounge di US ndak banyak gunanya. Selain ndak bisa ngikutin pemain yang kita sukai, juga ndak dapat complimentary makanan atau minuman apa-apa. Kalau di Jakarta, yang namanya lounge semuanya sudah tersedia secara gratis. Jadi ya aku masuk lounge cuman sebentar aja dan sisanya mider-mider melihat para jawara mukul bola dari satu hole ke hole lainnya. Asyik juga sih bisa lihat Ian Paulter, Brandt Snedeker, Jim Furyk, Zack Johnson, si laba-laba Camilo Villegas, Louis Oosthuizen, Rickie Fawler yang selalu dikawal cewek cantinya, si kecil Kevin Na, Hunter Mahan, Bubba Watson dan tentu saja ranking satu dunia Rory McIlroy. Minimal pernah punya pengalamanlah, jalan bareng Rory dari hole 7 sampai hole 9. He.....
Hasil pertandingan hari pertama cukup menarik. Top 3 dunia, yaitu Rory, Day dan Spieth ndak ada yang masuk ke Top 10 Leader board. Day yang baru saja menang di FedEx Cup mencatat score 3 Under 68, dan Rory 1 Under 70. Spieth sendiri kelihatannya lagi "not in his mood" dan hanya mencatat 4 Over 75. Sementara pimpinan klasemen adalah Brendon de Jonge yang berasal dari negara yang tingkat inflasinya terbesar di dunia, Zimbabwe. Nah kalau Zimbabwe aja bisa berlaga di PGA dan at least bisa memimpin di hari pertama dengan 6 Under 65, kok Indonesia belum pernah punya pemain yang "bisa bicara" minimal di kawasan Asia lah. Aneh ya.
Ada 2 hal yang cukup merepotkan selama menonton PGA kali ini. Yang pertama adalah soal kostum. Aku sama sekali ndak menyangka kalau hari ini udara Boston yang biasanya panas terik bisa sangat sejuk. Menjelang pukul 4 sore suhu udaranya dah drop ke sekitar 20 derajad celcius dengan angin yang bertiup cukup kencang. Lah sementara saya hanya pakai celana pendekan saja, wong dari kemarin-kemarin 4 hari berturut-turut maen golf juga pakai celana pendek dan kepanasan. Akibatnya lama-lama badan menggigil dan terpaksa bolak-balik ke kamar mandi untuk menghangatkan badan dengan cara cuci tangan pakai air hangat. Yang kedua lebih parah lagi. Aku sama sekali lupa di mana aku tadi memarkir mobilnya, karena begitu selesai beli tiket, puter-puter cari parkir trus ikut rombongan orang-orang menuju ke lokasi shutter bus yang mengantar kita menuju lapangan. Lah begitu selesai pertandingan dan turun daru bus aku baru sadar bahwa tadi ndak perhatikan lokasi parkirnya. Terpaksa aku puter-puter sejam lebih menyusuri setiap lahan parkir sambil mencari-cari mobilku. Celakanya aku ndak ingat plat nomernya lagi. Jadi hanya mengandalkan remote control yang saya tekan "close" beberapa kali agar menimbulkan bunyi "beep-beep". Weleh-weleh, kok ya bisa aku ceroboh bener ya. Mungkin karena sudah sangat antusias pengin lihat golfer kelas dunia mukul bola kali. Setelah keliling-keliling ndak jelas seperti "orang ilang" tiba-tiba terdengar "beep-beep". Alhamdulillah ketemu deh mobilnya. Untung ndak disamperin polisi dan dikira copet nemu kunci mobil. Ini adalah pengalaman yang berharga. Lain kali kudu diinget-inget biar ndak seperti "si kabayan saba kota".